bontangpost.id – Sidang dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan bandara perintis Bontang Lestari kembali digelar majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda. Beberapa pejabat dimintai keterangan terkait kasus tersebut. Mulai dari Kepala Dinas Perhubungan saat itu, staf kelurahan, staf kecamatan, wakil ketua tim pengadaan lahan, hingga dari BPN Bontang.
Kepala Kejaksaan Negeri Bontang Syamsul Arif mengatakan terdapat fakta persidangan. Bahwasanya ada prosedur pengeluaran surat penyertaan penyerahan tanah garapan (SPPTG) yang tidak sesuai. “Berdasarkan keterangan saksi yang merupakan staf kecamatan menyatakan seharusnya surat itu dari staf kemudian disodorkan ke pimpinannya,” kata Syamsul.
Namun saat itu ada perintah langsung dari atasan untuk mengeluarkan dokumen tersebut. Berhubung dua tersangka mafia tanah berada di ruangannya. Staf pun tidak melakukan cross check. Karena yang memerintahkan ialah pimpinannya.
Selain itu ada beberapa kerancuan terkait penomoran dokumen. Ada penomoran dobel yang ditemukan dengan pembubuhan abjad di bilangan sama. Penomoran rancu ini sudah terjadi di tingkat kelurahan. “Staf tersebut juga mengaku tidak mendapatkan upah dalam pembuatan dokumen itu,” ucapnya.
Sementara dari BPN justru tidak mengetahui kalau dirinya masuk dalam tim pengadaan lahan. Kala itu ia hanya mendampingi rekan kerjanya yang masuk dalam struktur tersebut. Dari penuturan kepala Dishub bahwasanya ia mengacu rekomendasi dari Kementerian Perhubungan agar secepatnya dibangun bandara di Bontang. Sehubungan dengan adanya bandara milik perusahaan, kementerian pusat sudah melakukan koordinasi.
“Keterangannya perusahaan bersedia untuk digeser ke bandara baru,” tutur dia.
Selanjutnya proses persidangan akan mendengarkan keterangan dari BPKAD dan pemilik tanah. Namun pemilik tanah meminta akan persidangan digelar secara telekonferensi. Sehingga pemilik tanah tidak harus menuju ke Samarinda. Pihak JPU masih mengupayakan agar delapan saksi dari warga bisa menyampaikan keterangan sesuai dengan arahan majelis hakim.
“Hakim menginginkan agar saksi tetap datang di Samarinda. Kami masih upayakan ini,” sebutnya.
Sebelumnya, majelis hakim menolak eksepsi dari salah satu terdakwa yakni Basir. Menurutnya ada beberapa poin yang disampaikan majelis hakim terkait putusan sela ini. Pertama, keberatan yang disampaikan telah masuk objek perkara. Sehingga diperlukan pendalaman terkait perkara tersebut. Mulai dari penggalian keterangan dari saksi maupun ahli.
Serta pembuktian dari dokumen yang menjadi alat bukti perkara. Selanjutnya, poin keberatan bukan termasuk objek eksepsi. Selain Basir, majelis hakim juga memeriksa Noorhayati dan Rendy Iriawan. Ketiga terdakwa ini melanggar pasal 2 juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Sebagai dakwaan primer.
Selain itu kedua terdakwa juga didakwa melanggar pasal 3 juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Dengan ancaman penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun. Serta denda minimal Rp50 juta hingga satu miliar rupiah. Ketiganya sudah dipindahkan ke Lapas Kelas II Samarinda dari Lapas Bontang sejak beberapa pekan lalu. Tujuannya agar mempermudah selama proses persidangan.
Penahanan ketiganya sudah dilakukukan pada 6 April lalu. Berdasarkan hasil penghitungan Badan Pengawas Keuangan Dan Pembangunan (BPKP), akibat keterlibatan tiga mantan pejabat tersebut negara dirugikan Rp 5,2 miliar. Diketahui total luasan lahan yang direncanakan untuk keperluan bandara perintis mencapai 145.238 meter persegi. Dari barang bukti yang telah dikantongi terdapat 12 dokumen pembayaran pembebasan lahan. Besarannya mulai Rp205.700.000 hingga paling tinggi Rp1.841.270.000. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post