BONTANG – Direktur Lembaga Psikologi Insan Cita Bontang Laela Siddiqah mengatakan munculnya fenomena lesbian, gay, bisex dan transgender (LGBT) tentu tidak lepas dari pola asuh orangtua terhadap anak. Anak yang kehilangan role model atau teladan yang positif dan kelekatan terhadap ayahnya dapat mengaburkan identitas diri anak.
Sehingga hal tersebut turut menyumbang psikologis sang anak kelak. Dampaknya, anak menjadi tidak memiliki ketegasan dalam peran seksualnya. Sehingga memungkinkan anak kehilangan prinsip-prinsip dalam mengekspresikan perilaku seksual yang menyimpang.
Laela mengatakan, sejak dini seorang anak wajib dikenalkan pada identitas mereka sebagai seorang pria atau perempuan. Pengenalan identitas diri ini tidak hanya sebatas pada sebutan namun juga pada makna di balik sebutan pria atau perempuan tersebut. seperti penampilan fisik yang meliputi pemakaian baju, penataan rambut, pengenalan karakteristik fisik meliputi perbedaan alat kelamin pria dan wanita.
“Karakteristik sifat seperti pria yang lebih menggunakan logika, lebih menyukai kegiatan yang memacu adrenalin dan mengandalkan fisik. Sedangkan wanita cenderung lebih menggunakan emosi dan perasaan dan lebih memilih kegiatan yang mengandalkan otak dan otot halus. Karakteristik tuntutan dan harapan seperti sosok pria yang dituntut menjadi tegas, kuat dan bekerja untuk menafkahi keluarga sedangkan wanita yang dituntut menjadi sosok yang lebut, halus agar bisa mengurus keluarga,” paparnya saat dihubungi Bontang Post, Minggu(28/5) kemarin.
Minimnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai sosial dan agama yang dicontohkan oleh orangtua, turut menyumbang terhadap labilnya psikologis anak dalam menyikapi berbagai persoalan. Anak menjadi mudah kehilangan arah dan tidak memiliki pijakan yang kuat dalam bertindak. Ditambah gempuran teknologi yang sangat terbuka, membuat para penganut LGBT leluasa menyuarakan diri dan menuntut persamaan hak-hak atas dasar Hak Asasi Manusia.
“Atas nama kebebasan mereka mengajak orang-orang yang “labil” untuk memilih yang dikehendaki, termasuk dalam orientasi dan perilaku seksualnya. Untuk itu sudah saatnya orang lebih care melihat apa yang di konsumsi informasi yang diperoleh anak,” ujarnya.
Pun begitu, perilaku LGBT ldalam ilmu psikologi dipandang sebagai perilaku yang menyimpang norma dan fitrah manusia. Bisa disembuhkan dengan konseling dan terapi yang berkesinambungan.
“Syaratnya, yang bersangkutan sadar bahwa perilakunya keliru dan salah. Serta punya kemauan untuk berubah,” pungkasnya. (*/nug)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post