Pola Bank Sampah di Kutim Sudah Terintegrasi, Sesuai Instruksi Pusat
SANGATTA – Tiap kepala daerah diminta berperan aktif menyukseskan program bank sampah nasional. Itu merupakan langkah pemerintah untuk mengurangi volume sampah yang kian meningkat tiap tahun. Kutim, meski rapornya merah, di sisi lain ternyata menguntungkan.
Bupati Kutim Ismunandar mengatakan, pola bank sampah yang saat ini digarap pemerintahannya sudah terintegrasi sesuai instruksi pemerintah pusat. Hal yang baiknya, di Kutim, masyarakat akan sangat dilibatkan. Pemerintah bakal terus meningkatkan partisipasi warga tiap kecamatan.
Pemerintah pusat menargetkan penurunan volume sampah sebesar 7 persen tiap tahun.
“Partisipasi masyarakat yang harus dibangun, agar pola yang tercipta nantinya adalah pemahaman tentang sampah. Supaya mengerti jenis-jenis sampah, lalu bisa dimanfaatkan, kemudian bahkan menghasilkan uang,” ungkap Ismu, saat diwawancarai belum lama ini.
Merujuk penghitungan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), yakni dalam sebuah bank sampah di suatu daerah rata-rata terdapat perputaran nilai ekonomi berkisar sebesar Rp 750 ribu sampai dengan Rp 1 juta rupiah per bulan, dari hasil daur ulang. Bila dilipatkan, menghasilkan sebesar sekira Rp 9 juta rupiah per tahun.
Ketua Tim Pembina Bank Sampah Setkab Kutim Heny Afriani menerangkan, sampah yang dikelola pemkab dengan daur ulang, berpotensi besar menghasilkan uang tambahan bagi daerah. Se-Kutim, bank sampah disediakan sebanyak 41 lokasi. Itu hasil limpahan dari sampah yang dikumpulkan dari tiap sekolah, rumah sakit, pusat perbelanjaan, pasar, hingga lokasi wisata, dan beberapa tempat lain.
Dengan begitu, volume sampah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tiap kecamatan, terutama Sangatta, diharap bisa berkurang. Bahkan, menjadi penghasil uang, sebab sampah kering banyak yang bisa menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat setelah didaur ulang. Begitu pula dengan sampah organik.
Diketahui, Kutim merupakan daerah penghasil sampah terbanyak ke-tiga setelah Samarinda dan Balikpapan. Itu menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim. Heny membenarkan data itu, bahwa keadaan tersebut masih belum banyak berubah. “Tidak hanya Kutim. Bahkan, Indonesia merupakan penyumbang sampah terbesar di dunia, nomor dua setelah Tiongkok,” imbuhnya.
Menurut BPS Kaltim, data terakhirnya pada 2015 menyebut, Kutim merupakan daerah terbanyak dalam memproduksi sampah nomor tiga setelah Samarinda dan Balikpapan. Perkiraan produksi sampah di Kutim terdapat 844,20 meter kubik (m3) per hari. Sementara Samarinda 3.565,35 m3 per hari, dan Balikpapan 2.187,23 m3 per hari.
Pun begitu, tingkat persentase sampah terangkut di Kutim tak sebegitu tinggi, hanya 77 persen (650 m3) per hari. Hampir sama dengan Samarinda yang tingkat terangkut sampahnya rendah, hanya 61,86 persen (2.205,52 m3) per hari. Hanya Balikpapan yang cukup imbang, yaitu 80 persen (1.749,78 m3) tingkat terangkut sampahnya per hari. Adapun yang terbaik di Kaltim adalah Berau, dari produksi 112 m3 per hari, sampah terangkut mencapai 96 persen (106 m3) per hari.
Target KLH, tiap kota se-Nusantara dapat memiliki sebanyak 25 bank sampah. Nilai perputaran ekonomi dari bank sampah itu se-Indonesia diprediksi mencapai sekira Rp 50,6 miliar per tahun, dengan penyerapan tenaga kerja kurang lebih sebanyak 50 ribu orang.
Dengan pengelolaan sampah yang terintegrasi, diperkirakan seorang ibu rumah tangga dapat mempunyai penghasilan tambahan sampai dengan Rp 350 ribu per bulan dari hasil daur ulang. Sementara petugas bank sampah dapat memperoleh penghasilan tambahan Rp 100-400 ribu per bulan. Adapun dampak lainnya, dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.
Heny mengatakan, sampah yang banyak di Kutim mengartikan bahwa besar peluang bagi Kutim untuk memanfaatkannya menjadi penghasil uang yang jumlahnya juga jumbo. (mon)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: