SAMARINDA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merilis data hasil identifikasi bakal calon (bacaleg) yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi. Sebanyak 199 bacaleg diketahui pernah terjerat kasus tersebut. Kesemuanya tersebar di 11 provinsi, 93 kabupaten, dan 12 kota di Indonesia.
Khusus di Kaltim, bacaleg teridentifikasi pernah menjadi narapidana (napi) kasus korupsi. Di antaranya sebanyak empat orang maju sebagai bacaleg di Kutai Kartanegara (Kukar) dan dua orang lainnya maju bacaleg di Kutai Barat (Kubar).
Para bacaleg itu meliputi di Kukar ada Rachmad Santoso dan Ishack Iskandar dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Mahdalena dari Partai Amanat Nasional (PAN), dan Sudarto dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan. Kemudian di Kubar terdapat Stepanus Ujung dari Partai Demokrat dan Sadikin dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Menanggapi rilis data tersebut, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim, Rudiansyah mengatakan, pihaknya tidak memberikan toleransi pada bacaleg yang pernah menjadi terpidana kasus korupsi.
“Karena itu sudah diatur dan menjadi syarat bagi caleg. Apalagi sekarang syarat itu belum ada perubahan. Jadi yang bersangkutan dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat, Red.). Partai harus ganti. Kalau tidak diganti partai yang rugi. Hilang bacalegnya. Maka berkurang jumlahnya,” tegas Rudiansyah, Kamis (26/7) kemarin.
Dia mengaku, data yang dirilis Bawaslu berdasarkan pada rekomendasi dari KPU Kaltim dan KPU kabupaten/kota. Dasarnya, proses verifikasi yang dilakukan penyelenggara pemilu sebelum masa perbaikan dokumen bacaleg.
“Bahkan di KPU RI itu sudah ada yang ditolak jadi caleg. Karena sudah diketahui lebih dulu lewat verifikasi dokumen dan data sebelumnya. Di tingkat KPU Kaltim, kalau sudah ada datanya, tidak ada lagi toleransi,” terang Rudiansyah.
Dalam tahapan awal, di masa perbaikan KPU telah memberikan peringatan pada partai politik (parpol) peserta pemilu. Bagi bacaleg yang masuk kategori TMS, harus diganti dengan calon lain.
“Kalau tidak diganti, otomatis caleg tersebut dicoret dan nanti tidak lagi bisa diganti. Otomatis jatah parpol itu berkurang. Peringatan itu kan sudah ada di setiap hasil verifikasi bacaleg,” ungkapnya.
Menurut Rudiansyah, meski tahapan pencalegan sudah memasuki masa perbaikan dokumen, pihaknya akan tetap mendalami kemungkinan adanya bacaleg yang pernah terjerat kasus korupsi, penyalahgunaan narkoba, dan pelecehan seksual terhadap anak.
“Nanti di masa verifikasi perbaikan dokumen, kami akan mendalami lagi dokumennya. Nah, kalau sejak awal kami sudah temukan informasi tertulis tentang status dia (bacaleg, Red.) sebagai napi korupsi, maka hasil verifikasi awal kita akan menyatakan bahwa yang bersangkutan dikategorikan TMS,” tuturnya.
Rudiansyah menduga, temuan tersebut baru sebatas data awal. Sebab di tahapan berikutnya, tidak menutup kemungkinan bacaleg yang tersangkut tiga kasus tersebut jumlahnya bakal bertambah.
“Nanti bisa saja bertambah. Itu bergantung dokumen awal. Kalau dokumen awal sudah ada keterangan mengenai itu, ya langsung dikatakan TMS. Kalau di tahap awal belum ditemukan, maka kami akan dalami lagi,” terang Rudiansyah.
Pendalaman data tersebut, lanjut dia, dapat dilakukan melalui dokumen Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), surat keterangan pengadilan, dan masukan masyarakat. Lewat tahapan tersebut, KPU akan mengetahui dan memutuskan status bacaleg.
“Mulai dari awal kami sudah ingatkan agar seluruh bacaleg tidak menyembunyikan statusnya. Kalau dia menyebunyikan statusnya, terus lolos di DCS (daftar calon sementara, Red.), kemudian kami dapat data pendukung bahwa yang bersangkutan tersangkut kasus korupsi, kami akan coret dan tidak bisa lagi diganti,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: