SAMARINDA – Anggota DPRD Kaltim, Syarifah Masitah Assegaf mengaku tak mengetahui penggunaan spanduk yang menyertakan gambar salah satu pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur saat melaksanakan reses di Kabupaten Paser. Pasalnya, reses yang diselenggarakan Februari lalu tidak ada kaitannya dengan kampanye paslon.
“Saya murni melakukan reses. Terbukti dengan adanya laporan terperinci kegiatan reses yang saya lakukan di beberapa tempat. Kalaupun ada sesi foto yang memakai spanduk foto saya dan paslon, itu saya anggap di luar kemampuan saya,” ucap Masitah, Selasa (27/3) kemarin.
Kata dia, spanduk yang menyertakan gambar salah satu paslon muncul karena ada kesalahan cetak dari staf. “Saya sudah tegur staf itu. Namanya di masyarakat, mereka ingin tahu wajahnya paslon, mau tidak mau saya menyampaikan (spanduk bergambar paslon) itu,” ujarnya.
Perempuan kelahiran Balikpapan itu menegaskan, dirinya tidak mengetahui dalam kegiatan reses tersebut terdapat jadwal kampanye. Tugas yang dijalankannya hanya reses, sebagaimana yang telah dijadwalkan dalam agenda pribadinya.
“Makanya penggunaan spanduk itu hanya di satu tempat. Di tempat lain saya menggunakan baliho reses. Sejak awal baliho itu sudah disediakan. Di baliho reses, tidak ada foto paslon,” katanya.
Atas kelalaian tersebut, ia meminta maaf. Namun tidak berarti dirinya bersalah. “Karena sebagaimana yang saya sebutkan, itu murni reses. Jadi tidak menggunakan fasilitas negara,” kata anggota Fraksi Golkar itu.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim, Saipul Bachtiar menuturkan, dalam sidang lanjutan kasus pelanggaran pemilu yang melibatkan Masitah, pihaknya sudah menyampaikan sejumlah bukti pada Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim.
“Rekomendasi yang kami sampaikan itu sudah disertai alat bukti dan penanganan pelanggaran. Dalam sidang tadi (kemarin, Red.), kami hanya menjelaskan lebih detail rekomendasi yang telah kami berikan,” ungkapnya.
Disinggung jenis pelanggaran yang dituduhkan pada Masitah, Saipul menegaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, maka dugaan pelanggaran yang dilakukan istri Bagus Hardi Setiawan itu hanya pelanggaran kode etik.
“Dari fakta, bukti, dan hasil penanganan pelanggaran, kami menemukan pelanggaran kode etik. Makanya kami rekomendasikan pada BK DPRD. Soal pelanggaran ini, tidak ada fakta pidananya,” jelas Saipul.
Karena itu, keputusan atas dugaan pelanggaran tersebut sepenuhnya berada di tangan BK. Bawaslu berharap dapat ditindaklanjuti BK sesuai aturan. Agar menjadi pelajaran bagi pemerintah dan DPRD maupun pihak-pihak yang dibiayai anggaran negara, harus menggunakan anggaran sesuai kegiatan.
“Tidak boleh disatukan dengan kegiatan di luar tugas,” tambah dia.
Ketua BK DPRD Kaltim, Dahri Yasin menuturkan, sidang kemarin hanya meminta klarifikasi pelapor dan terlapor. Pada sidang lanjutan, pihaknya akan melakukan pendalaman materi dengan memanggil para pihak.
“Kami akan tawarkan pada kedua belah pihak (Masitah dan Bawaslu, Red.), apakah memerlukan saksi atau tidak. Jika memerlukan saksi, maka akan kami panggil. Tentu saja saksi harus orang yang melihat langsung kejadian. Karena masalah ini awalnya muncul dari berita media sosial,” ucapnya.
Oleh sebab itu, kasus tersebut akan terus didalami hingga seluruh bukti terkumpul. Saat ini BK masih belum bisa menyimpulkan apakah Masitah bersalah atau tidak. “Nanti setelah bukti-bukti terkumpul, baru kami sampaikan hasilnya,” pungkas Dahri. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: