BONTANG – Ujian nasional berbasis komputer (UNBK) di tingkat SMP masih bermasalah. Khususnya sekolah swasta dengan jumlah siswa yang minim. Problem utama, kewajiban memiliki server tidak berbanding dengan kondisi keuangan yang ada. Akibatnya, sejumlah sekolah memilih menumpang di sekolah menengah atas atau kejuruan negeri.
Citra, kepala SMP Yayasan Pendidikan Tunas Inti (YPTI), mengatakan pengadaan server membutuhkan belasan juta rupiah untuk satu unit. Idealnya tiap sekolah memiliki dua server.
“Satu dipakai, satunya bersifat cadangan. Itu idealnya,” kata Citra.
Dituturkannya, tahun ini merupakan kedua kali sekolahnya tidak dapat melaksanakan UNBK secara mandiri. Para pelajar sekolah di Kelurahan Apiapi ini terpaksa menggunakan fasilitas di SMA 1 Bontang untuk mengikuti ujian akhir di kelas IX ini.
Sehubungan dengan perangkat penunjang lain, SMP YPTI pun masih kurang laik pakai. Terbukti, jumlah komputer yang tersedia hanya lima unit. Sementara jumlah peserta UNBK 12 orang.
Namun, Citra berujar permasalahan komputer masih bisa disiasati. Dengan menggunakan peranti milik guru maupun siswa sendiri. “Hanya servernya ini yang sulit kami penuhi,” ujarnya.
Akibat dari kondisi ini, siswa tidak dapat menggelar simulasi. Meski serba-terbatas, seluruhnya dinyatakan siap mengikuti UNBK. Beberapa modul soal pun diberikan guru untuk membiasakan siswa dalam menjawab materi.
“Siswa saat ini sangat lihai dalam menjalankan komputer. Yang perlu dibiasakan ialah bagaimana menjawab soalnya,” ungkapnya.
Citra pun tidak khawatir. Nantinya, peserta UNBK saat mengikuti geladi bersih akan diberi waktu dua jam untuk membiasakan diri. Bahkan, 30 menit sebelumnya teknisi sekolah bersangkutan akan menjelaskan panduan dalam menjawab soal.
Pun demikian yang terjadi di SMP Advent, Berebas Tengah. Mahalnya harga server membuat proses UNBK harus mengungsi di SMK 2 Bontang. Binawan Purba selaku wali kelas IX menyebut hingga kini belum ada bantuan masuk.
Nantinya, proposal sekolah akan menyasar beberapa perusahaan swasta. Jika ditotalkan kebutuhan anggaran mencapai Rp 80 juta. “Itu semua lengkap dari server hingga komputer,” kata Bina.
Saat ini, hanya terdapat enam komputer di sekolah tersebut. Sayangnya, kondisinya memprihatinkan. Terkadang mesin itu tiba-tiba mendadak berhenti beroperasi. Mengingat beberapa komponen dalam peranti itu tergolong lama.
“Sering gangguan karena memorinya kecil,” sebutnya.
Dikatakan Bina, sarana penunjang lainnya yang dibutuhkan ialah kelengkapan ruangan. SMP Advent telah memiliki ruangan yang bakal diplot untuk server. Padahal, diperlukan ruang dengan pendingin l untuk menjaga agar komponen tidak rusak.
Diketahui, pelajar kelas IX SMP Advent berjumlah 20 orang. Ke depan, sekolah mewacanakan untuk menyiapkan sarana transportasi saat UNBK, kendati ongkos ditanggung oleh masing-masing orangtua.
Beban biaya juga dikeluhkan SMP Perintis Kanaan. Salah satu perwakilan guru yang enggan disebutkan namanya menuturkan, untuk membayar tenaga karyawan bertumpu pada iuran siswa tiap bulannya. Jika pengadaan server ini ditanggung sepenuhnya sekolah maka terasa berat.
“Harusnya Dinas Pendidikan dan kebudayaan (Disdikbud) fasilitasi,” kata dia.
Bahkan, untuk proses UNBK nantinya tiap siswa ditarik iuran kembali. Tujuannya untuk membayar kepada sekolah tempat ujian. Tercatat, siswa kelas IX SMP Perintis Kanaan berjumlah 18 anak.
“Tidak bisa gratis kami harus membayar sebesar Rp 2,5 juta untuk UNBK,” paparnya.
Diberitakan sebelumnya, selain ketiga sekolah tersebut, terdapat dua SMP swasta yang harus menumpang saat proses ujian ke sekolah lainnya. Meliputi SMP Nurul Iman dan Yayasan Pendidikan Loktuan (YPL). (ak/far/k15/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post