BONTANG – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) memberikan warning kepada empat sekolah menengah pertama (SMP) swasta. Langkah merger itu bakal diberikan jika dalam dua tahun ke depan tidak ada grafik signifikan jumlah murid di sekolah tersebut. Keempat sekolah itu ialah SMP Advent, SMP Bethlehem, SMP Perintis, dan SMP Imanuel.
Hal ini langsung mendapat kritikan dari Persatuan Guru Swasta (PGS) Bontang. Ketua PGS Baidlowi mengatakan seharusnya Disdikbud memberikan pembinaan bukan justru menakut-nakuti.
“Me-warning sekolah swasta tetapi faktor penyebabnya ialah kebijakan dari Disdikbud sendiri. Seharusnya sekolah itu dibina,” kata Baidlowi.
Lain halnya, bila telah dilakukan pembinaan tetapi memang hasilnya tetap demikian. Sekolah tersebut tentu akan menuju penutupan dengan sendirinya. Karena tidak mampu mengelola manajemen internal.
Menurut Baidlowi, penyebab jumlah siswa yang kurang di sekolah swasta karena dua faktor. Meliputi peningkatan jumlah rombel di sekolah negeri dan penerapan sistem zonasi. Ia menuturkan, peningkatan jumlah rombel ini dengan dalil mengakomodasi jam guru.
“Ini karena supaya guru dapat sertifikasi. Syaratnya kan harus mengajar 24 jam,” ucapnya.
Sedangkan penerapan sistem zonasi itu berdampak positif bagi masyarakat tetapi berimbas buruk bagi eksistensi sekolah swasta. Sebab, siswa yang memperoleh nilai ujian rendah tetapi berdomisili dekat sekolah negeri akan ditampung. Akibatnya sekolah swasta harus menyisir siswa yang berdomisili jauh dari sekolah negeri.
“Saya berpendapat kebijakan yang dikeluarkan oleh Disdikbud ini kurang populer. Akan banyak sekolah swasta yang mati karena kebijakan ini,” tutur dia.
Berkenaan dengan kucuran bantuan, ia berpandangan masih banyak sekolah swasta dengan jumlah siswa yang minim tetapi masih mendapatkan. Baik itu berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) nasional maupun daerah.
“Di tingkat provinsi ada sekolah yang jumlah siswanya 10 tetapi masih memperoleh bantuan. Disdikbud me-warning ini kapasitasnya sebagai apa?” tanyanya.
Penerapan kebijakan selayaknya mengacu pada regulasi yang ada. Sebab jika tidak maka bakal ditentang oleh masyarakat. Langkah merger pun dinilai bakal menjadi masalah di kemudian hari. Pasalnya setiap yayasan tentunya memiliki aset. Termasuk aset yang bersumber dari Pemerintah.
“Jangan sampai bermasalah antara yayasan dengan pemerintah,” terang Baidlowi.
Diberitakan sebelumnya, empat sekolah tersebut memiliki jumlah siswa kurang dari 60. Ketentuan mengenai jumlah siswa diatur dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan nomor surat 0993/D/PR/2019.
Kabid Pendidikan Dasar Disdikbud Bontang Saparudin mengatakan, langkah tersebut sebagai bentuk warning. Agar pihak sekolah melakukan evaluasi promosi untuk mendapatkan jumlah siswa lebih banyak.
“Terhitung dari tahun ini. Kami akan pantau hingga tiga tahun mendatang. Kalau tidak sampai 60 siswa maka merger menjadi sebuah opsi. Mau tidak mau,” kata Saparudin.
Menurutnya, sebagian besar dari empat sekolah ini berdiri berbasis agama. Meskipun demikian, tidak ada pengecualian supaya terhadap sekolah tersebut. Akan tetapi, sifat dari merger ini tidak mutlak. Bergantung dengan kondisi finansial yayasan.
“Ini kan imbasnya jika berlarut-larut ialah tidak diberikannya dana BOS. Tetapi kalau yayasan kuat tanpa BOS ya sah-sah saja,” pungkasnya. (*/ak/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post