Penyebaran dan perkembangan Islam di Bontang tidak luput dari peran ulama. Salah satunya Habib Ja’far bin Umar Al-Habsyi. Tokoh muslim itu dimakamkan di Tempat Permakaman Umum Bontang Kuala.
Jelita Nur Khasanah
BEBERAPA hari lalu, media ini berkesempatan berbincang-bincang dengan Habib Ahmad di rumahnya, BTN KCY Bontang. Habib Ahmad merupakan cucu dari Habib Ja’far bin Umar Al-Habsyi.
Dia menceritakan sosok penyebar agama Islam di Bontang itu semasa hidupnya.
Dikisahkan bahwa Habib Ja’far bin Umar Al-Habsyi lahir di Kumai, Kalimantan Tengah pada 1831 M. Semasa kecil, beliau dibawa ke Banjarmasin dan tumbuh dewasa di sana. Lalu, ia pindah bersama ibu dan pamannya ke daerah Kutai.
Kemudian, menikah dengan perempuan bernama Syarifah Mairah dan dikaruniai satu anak yang diberi nama Habib Gasim. Setelah sang istri meninggal, Habib Ja’far bin Umar Al-Habsyi bditugaskan untuk berdakwah ke daerah sekitar Kutai atas perintah Sultan Sulaiman.
Habib Ja’far memulai perjalanan dakwahnya di Bontang. Dengan keadaan yang sulit, Habib Ja’far datang dengan menaiki perahu sampan. Ia sampai dan menetap di lokasi yang saat ini menjadi wilayah Bontang Kuala.
Masa itu wilayah Bontang belum seperti sekarang. Tidak ada jalan dan sebagian besar daerah masih hutan rawa.
Dengan penerangan minim dan kondisi seadanya, Habib Ja’far berjuang menyiarkan agama Islam. Tidak hanya di wilayah Bontang Kuala, ia juga berdakwah di Kampung Guntung (sekarang Kelurahan Guntung), Santan, hingga Sangatta.
Perjalanan tidak mudah karena harus menaiki perahu sampan berjam-jam bahkan sampai berhari-hari. Namun, hal itu tidak membuat Habib Ja’far gentar. Ia tetap dengan tekadnya menyebarkan dan mengajarkan agama Islam.
Di Bontang, ia menikahi Syarifa Hugaiyah dan dikaruniai dua anak yang bernama Habib Hasan dan Habib Husein. Namun, Habib Ja’far kembali berduka karena istrinya meninggal. Hingga akhirnya, ia menikah untuk ketiga kalinya dengan Alo Hajang binti Taher.
Kehidupan pernikahan keduanya dikaruniai tujuh anak. Menurut kisah yang disampaikan Habib Ahmad, anak dari putra Habib Ja’far kesepuluh, yakni Habib Husein, memiliki keistimewaan. Dulu, banyak orang yang senang melakukan perjalanan bersama Habib Husein.
Karena hampir semua orang yang pernah ikut dalam perjalanan bersamanya mengatakan, perjalanan bisa menjadi lebih cepat, padahal sama-sama menggunakan sampan kayu. Habib Husein akan memberikan syarat untuk tidur dan baru akan dibangunkan ketika sudah sampai.
Biasanya, perjalanan dari luar wilayah seperti Bengalon bisa berhari-hari, namun jika bersama Habib Husein, waktu bisa menjadi lebih singkat. Tidak ada yang pernah mengetahui alasannya, tetapi apa yang terjadi benar-benar nyata.
Habib Ja’far bin Umar Al-Habsyi juga memiliki andil dalam perkembangan masjid tua yang kini bernama Masjid Al-Wahab di Bontang Kuala. Ia mengajak masyarakat untuk membangun sekaligus memakmurkan masjid.
Waktu itu masjid tua adalah sebuah musala yang hanya difungsikan untuk salat wajib, tidak termasuk salat Jumat. Namun dengan kegigihannya, Habib Ja’far perlahan memfungsikan masjid itu juga untuk salat Jumat dan tempat menuntut ilmu agama.
Pada Jumat, biasanya masjid tua akan ramai dengan orang-orang yang datang dari berbagai daerah. Sampan-sampan berjejer di tepian. Bahkan, banyak orang datang sebelum Jumat tiba.
Dari sinilah, masjid tua mulai berkembang dan akhirnya berganti nama menjadi Masjid Al Wahab setelah mengalami beberapa kali pemugaran.
Imam pertama di Masjid Al Wahab bernama Abdul Razaq. Sebelum ke masjid, ia selalu melewati rumah Habib Ja’far dan menyambanginya. Saking dihormatinya, dulu para nelayan tidak akan memindahkan apalagi menjual ikannya jika Habib Ja’far belum mengambilnya.
Mereka akan selalu menunggu kedatangan Habib Ja’far untuk mengambil satu atau dua ekor ikan, kemudian baru memindahkan atau menjualnya.
Habib Ja’far wafat di usianya yang ke-80 tahun. Hingga akhir hayatnya, Habib Ja’far dikenal sebagai sosok yang berjasa dalam perkembangan Islam di Bontang.
Perjuangannya dalam menyiarkan Islam tidaklah mudah. Ia dikebumikan di tanah yang saat itu adalah milik istrinya, bukan tanah umum.
Maka dari itu, makamnya berada jauh dari makam yang lain. Dulu, orang yang berziarah ke makam Habib Ja’far mengenalnya sebagai Makam Datok Keramat. Waktu itu belum dibangun rumah makam seperti saat ini. Hanya batu nisan sederhana.
“Sampai sekarang, masih banyak yang berziarah ke makamnya pada momen-momen tertentu, seperti menjelang Ramadan dan Hari Raya Idulfitri,” ujarnya.
Semasa hidupnya, Habib Ja’far sering mengobati orang-orang yang sakit.
Ada wabah penyakit kulit yang menjangkiti banyak orang. Ia mendoakan air untuk diminum. Ada juga yang digunakan untuk mandi. Dengan kehendak Allah, air itu dapat membantu menyembuhkan banyak orang.
Tidak ada yang tahu pasti tahun kedatangan Habib Ja’far bin Umar Al-Habsyi ke Bontang. Sebab, saat ini pun anak-anaknya sudah meninggal. Habib Gasim dimakamkan di Kota Bangun, Kukar. Habib Hasan dimakamkan di Bontang dan Habib Husein dimakamkan di Kutim. Sementara, ketujuh anaknya dari Alo Hajang dimakamkan di Bontang. (kri/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: