Di Saint Petersburg puasa bisa sampai 21 jam. Hanya punya waktu tiga jam untuk buka puasa sekaligus sahur. Hal itu dijalani Hendra Reimon Pangemanan, mahasiswa Bontang yang menempuh pendidikan di Negeri Beruang Merah.
SUDAH hampir enam tahun saya menempuh pendidikan di Petersburg State Transport University, jurusan Lokomotif Kereta Api. Salah satu kampus di Saint Petersburg, Rusia. Saban tahun menjalankan puasa dengan durasi lebih lama dibanding di Indonesia. Mulai kurang lebih 20 sampai 21 jam. Tergantung Ramadan jatuh pada musim apa.
Saya sudah terbiasa dengan durasi yang panjang itu. Kiat-kiat untuk bisa menahan lapar dan dahaga terus saya terapkan. Buka puasa dengan makanan ringan, lalu beberapa jam kemudian baru melahap nasi. Itu sudah sekaligus sahur. Karena memang jarak antara buka puasa dan imsak yang pendek. Plus mengkonsumsi vitamin.
Namun tahun ini, tantangan berpuasa bukan hanya dari durasi yang panjang. Tapi gerak yang terbatas. Rusia telah memberlakukan lockdown sejak 30 Maret lalu. Presiden memerintahkan untuk bekerja dari rumah. Selain supermarket dan apotek, dilarang buka.
Moda transportasi berhenti operasi sementara waktu. Pusat hiburan tutup. Masyarakat dilarang keluar rumah kecuali untuk hal mendesak. Dan itupun harus menjaga protap Covid-19 yang sudah ditetapkan. Yakni mengenakan masker dan sarung tangan. Itu wajib.
Yang terpaksa keluar juga mesti memakai jaket. Selain cuaca memang lagi dingin, juga untuk minimalisir penyebaran Covid-19.
Beberapa kota, pun seperti di Moskow harus mengantongi izin yang didapat secara online jika ingin keluar rumah. Hingga Sabtu, (16/5/2020) jumlah kasus positif Corona di Rusia mencapai 272.043. Terbanyak kedua di dunia, di bawah Amerika Serikat.
Rusia sangat aktif untuk melakukan tes corona kepada warganya. Jumlah sekitar 6,9 juta orang. Masyarakat umumnya mematuhi imbauan pemerintah untuk berdiam diri di rumah. Walau beberapa masih ada yang keluar tidak menggunakan masker.
Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri berkata bahwa Rusia belum memasuki puncak pandemi ini. Semoga ini cepat berlalu dan kita semua bisa kembali hidup normal seperti biasanya.
Praktis saya banyak berdiam diri di kamar. Namun, saya memiliki waktu lebih untuk mengerjakan tugas akhir. Bermain game. Dan masak. Jika tidak ada kendala, Juli saya berencana kembali ke Bontang. Setelah menyelesaikan kuliah di sini. Tapi itu semua tergantung kondisi. Semoga corona bisa segera mereda.
Di asrama saya pun peraturannya lebih ketat. Apalagi setelah salah satu mahasiswa positif corona empat hari lalu. Keluar asrama hanya untuk membuang sampah atau ke supermarket. Jaraknya pun tidak boleh jauh-jauh. Mengingat kota tempat saya belajar merupakan kota ketiga terbanyak yang terinfeksi corona. Di bawah Kota Moskow dan Moscow Region. Tapi kami di asrama belum menjalani tes massal.
Sebagai gambaran, asrama kami mirip apartemen. Satu kamar diisi tiga orang. Dilengkapi dapur, kamar mandi, dan WC.
Kegiatan agama tidak bisa dilakukan di masjid. Semua tempat ibadah ditutup. Kami melakukan Salat Tarawih bersama di kamar. Jika keadaan normal, kami biasa salat di Masjid Saint Petersburg. Dikenal juga sebagai Masjid Soekarno. Masjid itu memang erat kaitannya dengan Presiden Soekarno.
Ketika masih dalam kekuasaan Uni Soviet, masjid ini tidak difungsikan. Dijadikan gudang. Saat berkunjung ke Saint Petersburg pada 1956, Presiden Soekarno yang melihat kemegahan masjid itu meminta kepada pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev agar masjid ini difungsikan kembali. Permintaan itu pun dipenuhi. (edw)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post