Ada yang menyediakan tempat tinggal sementara untuk para tenaga medis. Ada pula yang membagikan sembako untuk mereka yang baru kehilangan pekerjaan. Mereka bahu-membahu lintas kampus, lintas sekolah, bahkan lintas negara.
A.D. PRASETYO-DEBORA S., Jakarta, Jawa Pos
KATA Bung Karno, ”Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Mari membawa ”dunia” itu ke dalam lingkup keseharian dan membacanya sebagai ”lingkungan sekitar”. Dengan segera, di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini, kalimat terkenal dari presiden pertama Indonesia itu akan menemukan pijakannya.
Di berbagai penjuru tanah air, anak-anak muda, generasi Y dan Z yang kadang disindir sebagai ”generasi rebahan”, bergerak bersama. Lincah, kreatif, dan tak mengenal sekat. Lihat, misalnya, bagaimana para pelajar lintas kampus dan lintas sekolah di Jogjakarta bergerak menggalang dana untuk membeli alat pelindung diri (APD) bagi para tenaga medis.
”Kami memilih membantu para tenaga medis karena APD (di RS, Red) sangat terbatas,” kata Erliza Cikal Arthalina, koordinator penggalangan donasi bertajuk #JogjaLawanCorona Ayo Urunan!.
Pelajar di sini, terang Erliza, merujuk kepada semua yang menikmati jasa pendidikan. Total, ada 17 orang yang ikut andil dalam tim penggalangan dana itu. ”Awalnya, kami menggalang dana di lingkungan Stucash (Student Care and Share),” tutur mahasiswa semester VI Universitas Gadjah Mada tersebut.
Bermula dari diskusi kecil bersama Liviani Noer Avivi, ketua komunitas mahasiswa @pedulicovid19, ide membantu para kru medis pun disambut positif oleh rekan-rekan Erliza di Stucash. Ajakan juga disampaikan kepada pengurus Forum Komunikasi Pengurus OSIS (FKPO) Jogjakarta. ”Kami sepakat untuk aksi ini diperbesar,” jelasnya.
Saat ini sudah ada delapan badan eksekutif mahasiswa yang sepakat dengan aksi penggalangan dana itu. Erliza dkk juga sudah menembusi FKPO Provinsi Jogjakarta dan FKPO kota/kabupaten.
Donatur bisa berdonasi dengan uang elektronik maupun tunai. Dana ditampung dalam rekening khusus. ”Kami menerima berapa pun. Bahkan, banyak yang donasi Rp 5 ribu, Rp 10 ribu. Itu uang sangu dari teman-teman,” ungkapnya.
Bahkan, ada seorang pelajar yang mengikhlaskan uang jatah kuota internet. ”Karena nggak punya e-money, terus janjian untuk ketemuan dan memberikan uang kuota internet untuk donasi,” ujar Erliza, lantas tersenyum.
Masih di Jogja, bentuk kepedulian terhadap tenaga medis juga disuarakan komunitas anak muda lintas negara dan lintas profesi. Melalui gerakan Wisma Tenaga Medis (WTM), komunitas itu menggalang donasi untuk pengadaan properti atau rumah tinggal sementara bagi mereka yang berjuang di garda depan penanganan Covid-19.
Menurut Okkie Pritha, media engagement WTM, gerakan kemanusiaan itu dimulai 1 April lalu. Dan sudah mengumpulkan donasi di atas Rp 10 juta hingga kemarin.
Okkie menerangkan, gerakan tersebut diinisiasi rekan-rekannya yang berbeda profesi dan berdomisili di sejumlah negara. Di antaranya, Denmark, Portugal, dan Belanda. Gerakan tersebut muncul karena adanya kebutuhan tempat tinggal sementara untuk tenaga medis yang khawatir menjadi pembawa virus korona bagi keluarganya.
”Tim Wisma Tenaga Medis juga menyadari pentingnya kualitas istirahat yang baik bagi para tenaga medis untuk menunjang produktivitasnya dalam melakukan pekerjaan,” papar perempuan yang berprofesi sebagai penyiar radio itu.
Gerakan tersebut fokus menggalang dana untuk menyewa properti sebagai tempat tinggal sementara bagi tenaga medis. Saat ini tim WTM bekerja sama dengan RSUP Sardjito, Jogjakarta. Rumah sakit itu merupakan salah satu rujukan nasional penanganan Covid-19.
Sebagai mitra, RSUP Sardjito menyiapkan data tenaga medis yang membutuhkan tempat tinggal sementara. Pihak rumah sakit juga melakukan protokol khusus bagi tenaga medis yang akan menempati wisma tinggal sementara dan melakukan sterilisasi untuk wisma.
WTM menyediakan 34 kamar yang bisa ditempati selama 30 hari. Ada fasilitas AC, kamar mandi dalam, wifi, dan water heater di setiap kamar. Mobilisasi tenaga medis akan dilakukan dalam dua gelombang. Gelombang I 14-29 April dan gelombang II 29 April-14 Mei.
Gerakan itu akan memfasilitasi 136 tenaga medis. Total biaya yang dibutuhkan Rp 122,4 juta. ”Masyarakat dapat berpartisipasi dalam mendukung gerakan ini melalui donasi secara langsung ke nomor rekening tim Wisma Tenaga Medis,” imbuh Okkie.
Di luar mereka, ada ratusan anak muda yang mendaftarkan diri jadi relawan di rumah sakit darurat di Jakarta. Sekelompok anak muda lain di Surabaya membuat karya edukasi dalam berbagai bahasa daerah tentang virus korona. Mahasiswa-mahasiswa di Makassar juga bergerak dengan melakukan penyemprotan disinfektan di tempat-tempat publik dan membuat hand sanitizer di lab kampus.
Di Jawa Barat (Jabar), karang taruna bersama sejumlah organisasi lain turut terlibat aktif dalam menyosialisasikan berbagai hal yang terkait dengan virus korona. ”Kami ada empat tugas dari gubernur. Yang pertama dan paling penting, sosialisasi,” ujar Ketua Karang Taruna Jabar Subchan Daragana kepada Jawa Pos (grup Bontangpost.id).
Kedua, papar Subchan, disinfeksi. ”Kami sumbangkan salah satunya drone, tapi ini tidak bisa menjangkau gang-gang kecil,” ungkap Subchan. Drone hanya bisa digunakan di titik-titik yang areanya cukup lebar. Karang Taruna Jabar pun turun tangan untuk bisa membantu penyemprotan disinfektan dengan model fogging.
Selain itu, Karang Taruna Jabar mengembangkan program yang merupakan arahan ketiga dari gubernur: Program Bantu Satu Ajak Dua atau B1A2. Program itu dirancang untuk menjaga roda perekonomian tetap berputar.
Banyak warga yang memiliki usaha sedang terengah-engah saat ini karena lesunya ekonomi dan daya beli masyarakat. Nah, satu anggota Karang Taruna Jabar bisa membantu salah satu tetangga yang kondisi ekonominya sedang sulit serta mengajak dua orang lain yang dikenal. ”Bantuannya bisa berupa sumbangan uang, beras, sembako, dan lain-lain,” kata Subchan.
Karang Taruna Jabar mengerahkan setidaknya 10 sampai 20 orang di setiap RW. ”Di Jabar ada 80 ribu lebih RW. Artinya, relawannya kurang lebih 500 ribu orang,” jelas Subchan.
Ribuan kilometer dari Jawa Barat, para mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia membagi diri dalam dua kelompok di tengah perang melawan Covid-19. Sebagian melakukan penyemprotan disinfektan di berbagai tempat publik. Sebagian lain bekerja di lab, memproduksi disinfektan dan hand sanitizer untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Yan Sanjaya, salah seorang anggota tim dari program studi teknik pertambangan, mengatakan sempat kebagian tugas menyisir Stadion Mattoanging untuk menyemprotkan hand sanitizer ke tangan para penonton PSM Makassar.
”Kami atur energi, atur ritme bergerak, dan atur napas. Kerja cerdas, kerja tepat, serta selalu tanggap dan beradaptasi di setiap perubahan yang terjadi,” kata Yan kepada Fajar (grup Bontangpost.id).
Terjangan Covid-19 memang telah memicu krisis multidimensi. Banyak orang yang seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Di saat harus bertahan agar jangan sampai tertular, di saat yang sama kehilangan pekerjaan karena ekonomi yang melambat.
Almira Zain termasuk yang sangat prihatin terhadap problem tersebut. Karena itu, penulis sekaligus blogger tersebut juga bergerak bersama sejumlah kawan sekomunitas untuk membantu.
Seperti pada suatu siang beberapa hari berselang, Fajar menyaksikan bagaimana Almira sibuk mengemas beberapa paket yang diisi gula pasir, mi, dan 2 kilogram beras yang baru saja dibeli dari sebuah supermarket di Makassar ke dalam kantong plastik.
Semua itu akan dibagikan untuk beberapa warga yang sudah didata di beberapa kecamatan di Makassar. ”Saya dapat info dari teman-teman bahwa sebagian kantor, hotel, dan rumah makan merumahkan karyawannya sementara,” katanya.
Selain Almira, ada Arfah Aksa. Dia merupakan salah seorang anggota dari komunitas Gabungan Admin Sosmed Sulsel (GASS). Sudah seminggu dia sibuk melakukan aksi semprot di berbagai titik di Makassar bersama komunitasnya.
”Jika engkau mengurus urusan orang banyak, haqqul yaqin, Allah akan mengurus urusan kita,” katanya.
Dan, di hadapan semua anak muda yang ”mengguncang dunia” untuk sesama itu, masihkah ada yang nyinyir berkata bahwa mereka adalah generasi rebahan? Jangan-jangan justru para pemberi label itu yang cuma bisa berteriak dari balik tuts keyboard dan tak melakukan apa-apa. (*/c11/ttg/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post