Punya Fungsi Buka Isolasi Daerah
SAMARINDA – Setidaknya ada tiga rute penerbangan luar daerah yang diharapkan dapat dioperasikan di Bandara Samarinda Baru (BSB). Yaitu rute dari Samarinda menuju Surabaya, Jakarta, dan Makassar. Namun dalam pengoperasiannya nanti, tetap tidak mematikan Bandara Sepinggan di Balikpapan.
Permintaan tiga rute ini diungkapkan Ketua Komisi III DPRD Kaltim Agus Suwandy. Dia menjelaskan, sebanyak 30 persen penumpang di Bandara Sepinggan berasal dari Samarinda. Tentu diharapkan operasional BSB nantinya tidak mematikan Bandara Sepinggan. Dalam hal ini, ada pembagian rute penerbangan dari Balikpapan ke Samarinda.
“Artinya bila yang tadinya penerbangan ke Jakarta dari Balikpapan itu mungkin satu maskapai bisa empat sampai lima kali. Nah, satu penerbangan bisa dialihkan ke Samarinda. Misalnya Lion Air sekali, Garuda Indonesia sekali, Sriwijaya Air dua minggu sekali,” papar Suwandy kepada Metro Samarinda.
Dengan rute ke tiga daerah tersebut, maka rute penerbangan tujuan luar daerah lainnya dilayani Balikpapan. Misalnya rute ke Medan atau ke Manado, mesti melalui Bandara Sepinggan. Menurutnya permintaan tiga rute tersebut guna memudahkan akses penumpang dari Bontang dan juga Kutai Timur (Kutim).
“Bisa langsung dan ada pilihan. Serta tidak mematikan bandara di Balikpapan. Karena cuma berapa persennya saja kok yang diambil,” terangnya.
Politisi Partai Gerindra ini mengatakan, dalam pengelolaan BSB bakal diserahkan pada PT Angkasa Pura. Apakah Angkasa Pura I atau Angkasa Pura II, menurut Suwandy bukan menjadi masalah. Karena dua-duanya merupakan BUMN yang dimiliki pemerintah. Yang pasti harus ada pembagian kerja sama dengan pemerintah daerah dalam hal ini Pemprov Kaltim.
“Contohnya bandara di Bandung, pemerintah daerah di sana bekerja sama dengan AURI. Nah kalau BSB tinggal sekarang Angkasa Pura mengerjakan apa, lalu pemerintah daerah dapat apa. Karena kan kita (pemprov) yang membangun,” urai Suwandy.
Kata dia, bisa saja nanti untuk pengelolaan daratnya diserahkan pada Pemprov Kaltim. Dalam hal ini, mesti ada retribusi yang didapatkan pemprov misalnya parkir. Karena bila mengharapkan dari operasional pesawat bebannya agak berat. Suwandy menyebut, untuk operasional bandara yang belum belum berjalan saja biayanya hampir mencapai Rp 6 miliar dalam satu bulan.
“Kita mampu tidak? Habis nanti kalau kita yang mengelola. Bandara ini kan (BSB) tidak trafik ya. Beda dengan bandara di Balikpapan yang trafik,” sambung pria yang pernah menjadi lagislator di DPRD Samarinda ini.
Fungsi BSB yang bakal diberi nama Bandara APT Pranoto ini sendiri lebih pada menjalankan peran membuka isolasi di daerah-daerah pedalaman. Bukan hanya penerbangan nasional, BSB juga punya peran dalam penerbangan perintis. Karena memang membuka isolasi daerah merupakan kewajiban pemerintah daerah.
“Misalnya di Wahau, kalau ada bandara perintis ya harusnya bandara di Samarinda melayani. Maka itu ada yang namanya subsidi,” bebernya.
Lebih lanjut Suwandy menjelaskan, penerbangan perintis terselenggara berkat anggaran dari daerah. Contohnya rute Samarinda-Mahakam Ulu (Mahulu), setiap tahunnya dianggarkan dengan nilai rata-rata mencapai Rp 8 miliar sampai Rp 12 miliar. Anggaran itu untuk melayani penerbangan perintis misalnya dua kali dalam satu pekan.
“Kalau tidak disubsidi ya tidak ada maskapai yang mau melayani karena tidak untung,” tambah Suwandy.
Subsidi yang diberikan pada penerbangan perintis bergantung trafik penerbangan. Dia mencontohkan kemungkinan penerbangan dari BSB menuju Data Dawai. Bila memiliki penerbangan dua kali dalam sepekan dengan 12 shift, maka separuhnya disubsidi pemerintah. Bila tidak begitu, daerah pedalaman akan tetap terisolasi karena tidak ada yang mau terbang.
“Salah satu fungsi BSB ini nantinya menghubungkan pedalaman. Dengan begitu pastilah isolasi menjadi terbuka,” tandasnya. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: