SANGATTA – Dunia pendidikan tingkat SMA/SMK di kabupaten masih sulit dalam urusan keuangan. Banyak guru yang menjadi tidak sejahtera.
Sekretaris Komisi D DRPD Kutim Ucep
Prasetyo turut angkat bicara. Dia mengaku menjadi galau hati karena serba salah. “Ini sulit, kami mau bantu karena posisi SMA/SMK di kabupaten letaknya berdekatan dengan kami, tapi tidak ada kewenangan kami untuk membantu. Tapi kalau tak dibantu, ada rasa bersalah karena letaknya (SMA) di wilayah kabupaten kami,” ucap belum lama ini.
Diterangkannya, jika dulunya bantuan operasional sekolah (BOS) ada tiga jalur, yakni dari pemkab, pemprov dan pemerintah pusat, sekarang hanya dari pemprov saja. “Jadinya insentif dan BOS dari kabupaten tidak ada lagi. Bahkan pengawas sekolah yang dulu diberi insentif, juga tidak bisa merasakannya lagi,” ujarnya.
Uce mengaku, sempat didatangi oleh seorang guru SMA pada suatu malam di kediamannya, belum lama ini. Guru tersebut Mengadu, bahwa penghasilan yang diterima saat ini hanya uang Rp 1 juta, sebab tak ada lagi insentif. Tentu itu tak bisa menghidupi keluarga. “Apalagi bagi tenaga pendidik yang letaknya di pelosok Kutim. Tentu lebih terasa sulit,” ungkap dia.
Dia menerangkan, disdik perlu berupaya dengan membuat pengajuan MoU kepada pemprov Kaltim, supaya bisa mendapat bantuan dari APBD Kutim. Bentuknya bisa berupa hibah, seperti yang dilakukan pihaknya kepada instansi vertikal, katakanlah seperti kepolisian. “Nanti urusan diterima atau tidak, ada-tidak uangnya, bisa diupayakan,” tukasnya.
“Jadi, polanya, kami bisa hibah ke pemprov, kemudian mereka (pemprov) yang menganggarkan untuk (keperluan SMA di kabupaten). Itu boleh,” timpal dia lagi.
Ditegaskannya, jika tak melalui jalur tersebut, maka sulit berjalan. Sebab, kebijakan pengalihan kewenangan SMA/SMK ke pemprov merupakan kebijakan pusat. Sementara pemkab maupun DPRD di kabupaten tidak bisa berbuat lebih karena hanya sebagai pelaksana.
“Tapi di sisi lain, dari kebijakan tersebut, pemerintah pusat mengharuskan kami mengalokasikan dana lebih besar (10 persen dari APBD) untuk keperluan di desa-desa. Sebab, teorinya, di mana ada alokasi tambahan pada suatu bagian, pasti ada yang lain berkurang. Itu hukum alam. Kecuali uangnya bertambah,” paparnya.
Dia menambahkan, kebijakan tersebut berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Yakni, kewajiban mengalokasikan 10 persen alokasi dana desa (ADD) dari APBD kabupaten, untuk operasional desa. Di Kutim, 10 persen tersebut jumlahnya hampir Rp 91 miliar. (mon/hd/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: