BONTANG–Belum rampungnya Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) mendapat sorotan Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni. Dia menyentil kinerja Panitia Khusus (Pansus) RTRW bentukan DPRD Bontang.
Pasalnya, masa jabatan anggota dewan mendekati garis finis. Tepatnya 1 Agustus nanti, 25 anggota dewan yang terpilih pada Pemilu 2019, bakal dilantik. “Masak tiga tahun Perda RTRW terganjal seperti ini, harusnya malu. Sebelum periode habis dewan harusnya selesai,” kata Neni.
Molornya pengesahan regulasi ini berdampak pada iklim investasi di Kota Taman. Sebab itu, dia sering mengingatkan pansus segera mengesahkan substansi Perda RTRW.
Hingga kini, Pemkot Bontang tidak pernah memberikan izin yang tidak sesuai dengan rancangan RTRW kepada perusahaan. Salah satunya, terkait pembangunan pabrik crude palm oil (CPO) telah selaras dengan izin lokasi. “Dengan meminta pertimbangan teknis dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Nanti kami evaluasi lagi,” ujarnya.
Dampak lain belum diparipurnakannya Perda RTRW ialah pembangunan gross root refinery (GRR) Pertamina. Nasib megaproyek dengan total investasi sebesar USD 10 miliar ini terkatung-katung.
“Termasuk kilang minyak juga tidak bisa dibangun kalau ini belum diselesaikan. Sebab, salah satu syaratnya adalah revisi Perda RTRW,” paparnya.
Neni berujar, ditetapkannya Bontang sebagai kota industri oleh pemerintah pusat harus mendapat dukungan dari seluruh stakeholder. Permasalahan yang terjadi bukan menumbuhkan sikap alergi terhadap kedatangan investor. Namun, pemkot pun tidak boleh abai terhadap kewajiban investor saat menanamkan modal di Kota Taman.
“Saya menginstruksikan Plt Sekda, Dinas Tenaga Kerja, serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk mengawal investasi ini,” pintanya.
Sementara itu, anggota Pansus RTRW Agus Haris menyorot adanya aktivitas proyek pembangunan pabrik CPO. Padahal, revisi perda RTRW belum terdapat persetujuan dan diparipurnakan.
“Terlebih pada area CPO itu yang diusulkan pemkot lewat perubahan perda tentang RTRW belum pernah disahkan dan sesuai peruntukkannya. Tetapi kegiatan di sana sudah berjalan,” kata Agus.
Dia membeberkan, perda RTRW merupakan turunan dari Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Substansi di dalam RTRW mengatur ruang sesuai fungsi peruntukannya yang tertuang pada RDTR. “Fungsi kami mengingatkan pemerintah,” ucapnya.
Agus menjelaskan, molornya pembahasan perda RTRW akibat dokumen yang disampaikan pemkot tidak utuh. Ada perubahan dokumen yang tiba-tiba disodorkan tim asistensi raperda saat pembahasan sedang berjalan. Salah satunya terkait luas area industri.
“Sehingga kami mau menyelesaikan subtansi di dalam tidak bisa. Ini yang membuat pansus agak terlambat menyelesaikan,” bebernya.
Politikus Partai Gerindra ini tidak menyatakan alergi dengan munculnya investor di Bontang. Justru kehadiran mereka dapat menjawab hajat hidup warga. Akan tetapi, Agus meminta perusahaan agar menaati peraturan. (ak/dwi/k8/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post