BONTANG – Masih ingat kasus pembunuhan sadis ibu dan anak di Muara Badak? Pembunuhan keji yang dilakukan seorang pelajar berinisial HS (19) terjadi pada 1 Mei 2018 lalu, di Jalan Perkebunan, RT 10, mess staf pabrik, Desa Saliki, Kecamatan Muara Badak, Kukar.
Kemarin, Sat Reskrim Polres Bontang menggelar rekonstruksi pembunuhan yang menewaskan ibu dan anak yakni LS (32) dan NV (6) tersebut. Dari hasil rekonstruksi, tersangka diduga melanggar Pasal 365 ayat (4) KUHP, dan Pasal 338 KUHP dan pasal 80 ayat (3) jo pasal 76c UURI nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. “Ancaman hukumannya berlapis dan bisa jadi hukuman maksimal seumur hidup atau hukuman mati,” kata Kapolres Bontang AKBP Siswanto Mukti melalui Kasat Reskrim AKP Ferry Putra Samodra, yang diwakili oleh KBO Iptu Jimun, di Polres Bontang, Selasa (3/7) kemarin.
Bertempat di halaman Kantor Polres Bontang, tersangka memperagakan 46 reka adegan. Jadwal rekonstruksi tersebut terbilang lambat, mengingat sempat tertunda karena bulan puasa dan cuti bersama Lebaran.
Dikatakan Jimun, dari rekonstruksi pihaknya bisa menyinkronkan keterangan-keterangan baik dari tersangka juga dari para saksi. “Kami mengumpulkan data apakah si pelaku benar melakukan perbuatan itu (pembunuhan, Red.). Intinya rekonstruksi, mengulang lagi perbuatan yang telah dilakukan,” jelas Jimun usai rekonstruksi.
Jimun mengatakan, pihaknya sengaja mendatangkan para saksi, tersangka, kuasa hukum tersangka, hingga Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dari rekonstruksi itulah, Jimun mengatakan bahwa perbuatan pidana akan terlihat dengan jelas dan ini biasanya dijadikan sebagai dasar bagi jaksa untuk menerapkan pasal pelanggaran bagi tersangka. “Memang setiap kasus yang menghilangkan korban jiwa apalagi 2 orang korban, tentunya dari rekonstruksi bisa terlihat jelas,” ujarnya.
Tak hanya itu, dari rangkaian kronologis kejadian juga bisa diketahui apakah pelaku hanya bertindak sendiri atau ada tersangka lainnya. “Tetapi dari hasil reka adegan sebanyak 46 ini, kami bisa yakin bahwa tersangka merupakan pelaku tunggal,” ungkapnya.
Penyidik perkara tersebut menambahkan, kronoligis awal mula pembunuhan tersebut terjadi karena tersangka kebingungan untuk membayar uang perpisahan di sekolahnya, sebesar Rp 1,5 juta. Tiba-tiba, tersangka HS mengingat bahwa kamar mandi rumah korban plafonnya berlubang saat memperbaiki tandon yang bocor beberapa waktu sebelum kejadian. Akhirnya tanpa berpikir panjang, HS masuk ke rumah korban melalui plafon di kamar mandi.
Saat masuk di rumah korban, sekira pukul 02.00 Wita 1 Mei lalu, korban rupanya terbangun lantaran mendengar suara gesekan dari sebelah pintu kamar. Karena kepergok, korban langsung memegang tangan tersangka. Saat itu tersangka langsung berusaha melepaskan diri. Ketika berhasil melepaskan diri, tanpa pikir panjang, tersangka keluar dari kamar dan langsung mengambil pisau yang ada di samping televisi ruang tamu korban. “Tersangka langsung menikam leher korban. Tindakan tersangka semakin membabi buta hingga menikam tangan korban sebelah kiri dan leher hingga korban lemas sehingga terjatuh bersandar di dinding,” bebernya.
Melihat korban lemah, tersangka justru semakin “menggila” dengan terus menikamkan pisau ke leher belakang korban sehingga menyebabkan luka robek yang cukup dalam. Tak puas, tersangka kembali menikam kepala belakang korban sebanyak 4 kali. Meski banyak menerima hujaman pisau, korban masih berusaha untuk melawan tersangka dengan menendangnya. “Tapi korban sudah mulai kehabisan tenaga dan terjatuh ke lantai. Disitulah tersangka mengambil setrika dan mengikat leher korban dengan kabel setrika sebanyak 3 kali, juga bagian dada sebelah kanan ditekan pakai lutut tersangka sambil menarik kabel tersebut hingga menyebabkan korban meninggal dunia,” tuturnya.
Meski korban sudah tewas, tersangka masih berupaya menyakitinya dengan membawa ulekan batu dan memukulkannya di pelipis serta mata korban. Merasa puas, tersangka pun segera mengambil anak korban yang menyaksikan perkelahian antara tersangka dengan ibunya hingga meninggal untuk dibawa ke kamar mandi dan dibenamkan di dalam bak air. Kurang lebih selama sekira 4 menit hingga anak korban tidak bergerak, barulah tersangka mengambil jasad korban, ditarik dan disimpan di parit belakang rumah. “Anak korban juga dibawa ke parit, ditaruh di atas ibunya, kemudian tersangka membersihkan darah yang berceceran sambil mencuri 2 unit ponsel milik korban dan uang Rp 70 ribu,” ujarnya.
Ketika dua korban sudah dibuang ke parit, tersangka masih melihat anak korban bergerak dan menangis. “Di sana, tanpa belas kasih, tersangka langsung mengambil palu dan memukulkannya ke kepala belakang korban berusia 6 tahun tersebut hingga meninggal dunia,” tukas Jimun. (mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post