SAMARINDA – Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri (Kajati) segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) untuk mengeksekusi gedung Rumah Sakit Islam (RSI) Samarinda. Orang nomor satu di Benua Etam itu menegaskan agar pelaksanaan putusan itu tidak lagi dihalangi para demonstran.
Kata dia, eksekusi tersebut harus segera dilaksanakan paling lambat September 2018. Namun jika kejaksaan tidak memiliki agenda lain, tidak menutup kemungkinan pengamanan aset tersebut dilaksanakan pada Agustus ini.
“Karena kejaksaan itu tidak hanya mengurus ini. Jadi eksekusi bisa saja bulan ini atau bulan depan. Tapi saya minta secepatnya dieksekusi,” imbuhnya, Rabu (1/8) lalu.
Dalam eksekusi sebelumnya, Awang sengaja memerintahkan agar ditunda. Sebab dirinya tidak ingin ada gesekan antara aparat dengan masyarakat.
“Kalau saya gunakan Brimob kan, anti HAM (Hak Asasi Manusia, Red.) lagi. Tapi tadi saya katakan, kalau sudah di kejaksaan, enggak ada lagi yang berani mengalangi itu. Sebab di belakang kejaksaan ada polisi,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, setidaknya dalam proses eksekusi, kejaksaan diminta melibatkan satu pleton personel kepolisian. Namun jika itu belum cukup, Awang meminta Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) mengerahkan satu kompi personel.
“Sebanyak-banyaknya personel kepolisian dikerahkan. Supaya eksekusi bisa lancar. Tidak boleh lagi ada penghalangan oleh masyarakat,” tegasnya.
Sejatinya, Awang tidak melarang pembangunan RSI. Namun yayasan diminta agar tidak menggunakan aset daerah. Apalagi pembangunan rumah sakit tersebut dinilai belum memenuhi aturan yang berlaku. “Masa membangun bangunan enam tingkat, konsultannya, perencanaannya, dan bendaharanya enggak ada. Aneh kan,” tuturnya.
Karena itu, sebelum eksekusi dilakukan, pihaknya telah menggandeng Kementerian Keuangan untuk menghitung aset daerah yang digunakan Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI). “Sekarang sedang dilakukan penelitian oleh Direktorat Kekayaan Negara. Kita tunggu saja hasilnya,” ungkap dia.
Setelah itu, Awang berencana membangun rumah sakit berbasis Islam di bawah Badan Layanan Umum Milik Daerah (BLUMD).
“Tidak ada alasan RSI itu tidak jalan. Apalagi ini untuk kepentingan masyarakat. Saya sudah katakan, rumah sakit yang bernuansa islami itu dibutuhkan. Dan kami tidak menutup RSI. Silakan saja mereka bangun. Tapi jangan di aset pemerintah daerah,” ujarnya.
Seperti diketahui, pada 12 Juli lalu Pemprov Kaltim batal melakukan eksekusi RSI Samarinda. Sebab ratusan demonstran berdemonstrasi untuk menghadang anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Kuasa hukum YARSI, Aswanuddin mengaku akan berupaya mengadang setiap upaya Pemprov Kaltim yang ingin mengosongkan aset RSI. Pasalnya, pemprov belum menjelaskan aset mana yang akan dikosongkan.
“Harus jelas barangnya. Apa saja yang mau diamankan. Kalau misalnya tanah, tanah yang mana, tentunya kan harus jelas. Kalau barang, barang yang mana, harus jelas. Ini yang membuat kami mempertahankan ini,” tegasnya.
Ditegaskan Aswanuddin, aset yang diserahkan pada YARSI pada 1981 bukan milik pemerintah. Justru bangunan di lokasi tersebut hampir roboh. Kedatangan YARSI membawa angin segar melalui pengembangan rumah sakit.
“Rumah sakit ini dibangun oleh kawan-kawan YARSI berdasarkan sumbangan swasta, bank, perorangan, wakaf-wakaf yang menjadi harta kekayaan yayasan. Kalau mau diambil dan diamankan, aset yang mana? Sehingga tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemprov,” ujarnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: