BONTANG – Peralihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK sederajat dari Kabupaten/Kota ke Provinsi per tanggal 1 Januari lalu menyisakan polemik. Terutama pada kesejahteraan guru honorer dan swasta, sejak diterapkan 4 bulan lalu pendapatan para guru non-Aparatur Sipil Negara (ASN) anjlok.
Jasman Jafar, Kepala SMK Putra Bangsa mengatakan, kebijakan ini sangat berdampak pada pemasukan para guru dan tenaga kependidikan di sekolahnya. Saat kewenangan masih di tangan Pemkot Bontang, guru swasta masih mendapatkan tunjangan sebesar Rp 1 juta per bulan.
Praktis saat ini, sumber pemasukan yang diterima berkurang.
“Sejak dipindah ke provinsi, kami sudah tidak menerima lagi insentif dari Pemkot, kesejahteraan kami seperti dihilangkan,” kata dia saat ditemui Bontang Post, Rabu (24/5) kemarin di kantor Jalan KS Tubun, Kelurahan Bontang Kuala.
Tak hanya insentif guru, Bantuan Operasional Sekolah Tuntas Berkualitas (BOSTK) yang juga dianggarkan tiap tahunnya oleh Pemkot pun sudah dihentikan. Dana BOSTK sendiri nominal yang diberikan tiap tahunnya sebesar Rp 1 juta persiswa.
“Kami sudah bertanya ke wali kota terkait hal tersebut, wali kota mengatakan sebenarnya duit ada tapi ini terkendala di peraturan. Makanya kemarin kami diminta konsultasi dulu ke Kejaksaan Negeri, apakah ada celah agar Pemkot bisa memberikan bantuan ini. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan,” ungkapnya.
Kondisi ini lanjut Jasman diperparah dengan dipangkasnya Bantuan Operasional Daerah (Bosda) dari Provinsi yang semula Rp 1,5 juta persiswa tiap tahunnya turun menjadi Rp 1,1 juta. Alasannya, karena krisis keuangan yang tengah dialami Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
“Ditambah lagi insentif dari Provinsi sebesar Rp 300 ribu sampai sekarang belum juga kami terima, menurut informasi masih dalam tahap persiapan pencairan, tapi batas waktunya belum ditentukan,” terangnya.
Meski kondisi ini dialami semua sekolah baik negeri maupun swasta, namun lanjutnya guru negeri masih relatif aman sebab tak perlu ambil pusing soal gaji. Pasalnya, guru negeri masih menerima tunjangan sesuai golongan yang dimiliki.
“Sedangkan kita swasta ini kan digaji dari yayasan, makanya dengan kebijakan peralihan kewenangan, nyaris pemasukan kita sangat-sangat berkurang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jasman mengatakan akibat pelimpahan kewenangan ini, pihaknya banyak menunda program-program yang di sudah terjadwal selama setahun. Kegiatan yang bersifat seremonial pun mereka kurangi, seperti Ekstrakurikuler. Mereka saat ini hanya memprioritas Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Karenanya, ia berharap wali kota dapat kembali memberikan insentif bagi guru dan tenaga kependidikan. “Kami guru swasta tidak ingin menuntut banyak, semoga insentif kembali kami terima, mengingat tugas kami yang tidak hanya mengajar namun juga membimbing generasi masa depan Kota Bontang,” pungkasnya.
Sejalan dengan Jasman, salah seorang guru di SMA YKP Monamas, Supeni mendesak Pemkot agar membuat payung hukum perihal pemberian insentif bagu guru swasta. Sebab, jika hanya berharap di gaji pokok,menurutnya tak cukuo untuk membiayai keperluan sehari-hari.
“Kami telah melakukan kewajiban kami, tolong bantu kam, akan besar suat bangsa jika pemimpin menghargai jasa guru. Oleh karena itu kami meminta agar dibuatkan legalitas untuk insentif bagi guru,” ucapnya.
Sekedar informasi, pelimpahan kewenangan SMA/SMK sederajat dari pemerintah kota ke provinsi ini, merujuk pada amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang (UU) tersebut, dicantumkan soal pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Salah satunya adalah pembagian urusan pemerintahan bidang pendidikan. (*/nug)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: