SANGATTA- Warga pendatang yang sudah berdomisili di Kutim, ternyata menjadi ancaman terbesar bagi kelancaran pesta demokrasi. Khususnya pada Pilgub Kaltim yang sudah di depan mata.
Ancaman yang dimaksud adalah masalah golput. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, Pilgub Kaltim nanti bersamaan dengan libur panjang yang ditetapkan oleh pemerintah.
Tak menutup kemungkinan, mereka yang pendatang akan pulang kampung. Ini merupakan budaya tahunan saat hari raya idulfitri maupun hari besar lainnya. Tentu saja, pemerintah tak dapat melarang. Sebab, liburan merupakan hak mereka.
Bupati Kutim, Ismunandar membenarkan hal itu. Katanya, masyarakat cenderung memilih liburan ketimbang harus mencoblos saat Pilgub. Hal ini terpaksa dilakukan lantaran bertepatan dengan liburan.
“Saya sempat tanya warga, perihal jadwal libur dengan pemilihan kepala daerah. Saya juga merasa was-was atas hal ini. Sebab setelah mendengar jawaban masyarakat, mayoritas pendatang lebih memilih mudik saat liburan,” ujar Bupati Ismu.
Meskipun pesimis, Ismu tetap berharap agar kesadaran masyarakat Kutim dalam pesta demokrasi dapat meningkat. Karena hal itu untuk kelancaran dan kebaikan bersama. “Semoga saja angka golput di Kutim tidak seperti dahulu. Bisa mengalami penurunan,” harapnya.
Ketua KPU Kutim, Fahmi Rasyad bersama Komisioner KPU Kutim, Andi Arafah juga mengaminkan hal itu. Katanya, jadwal libur lebaran yang terbilang panjang pada tahun ini diperkirakan bakal mempengaruhi partisipasi pemilih di pilkada. Terlebih di Kutim, warga kebanyakan merupakan pendatang, sehingga terancam sepi pesta demokrasi.
Pemilihan gubernur (pilgub) Kaltim pada 27 Juni 2018, masih merupakan momen lebaran. Warga Kutim, terutama Sangatta, kebanyakan dari luar daerah, sehingga memicu banyaknya orang yang belum kembali ke Kutim pada saat itu.
Pihaknya masih mencari cara agar golput dapat diubah menjadi pemilih. Dirinya mengkhawatirkan atas kejadian yang menimpa Kutim saat pemilihan kepala daerah sebelumnya, pada 2016 dua tahun lalu.
Saat itu, tingkat golput diperkirakan nyaris mencapai sekira 50 persen dari 139 desa di 18 kecamatan se-Kutim. Untuk menepis kekhawatiran itu, pihaknya masih mencari cara agar masyarakat yang mudik lebaran bisa tetap menggunakan hak pilihnya.
“Kami bingung sebenarnya melihat jadwal seperti ini. Kami selalu berupaya agar Kutim tidak kembali banyak golput. Bahkan sampai warga yang tidak memiliki kartu pemilih, kami memperkenankan mereka memilih di TPS dengan membawa KTP pada pukul 12.00-13.00 Wita,” katanya.
Selain itu, dirinya menjelaskan segala upaya yang dilakukannya membuahkan hasil. Berbagai cara sudah dilakukan. Seperti sosialisasi rutin, pendekatan keluarga, sekolah, hingga publikasi media dan aksi nyata seperti jalan sehat. Tujuannya, agar masyarakat fokus mencoblos dan mensukseskan acara lima tahunan tersebut.
“Alhamdulillah, sekarang lebih baik dari yang sebelumnya. Ini semua berkat koordinasi kami dengan panwaslu dan pihak lain yang bersangkutan. Mudahan saja akhirnya hingga pengoplosan juga baik,” terangnya. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: