bontangpost.id – Kepala Dinas Kesehatan Kutai Timur dr Bahrani Hazanal meminta jajarannya memastikan dugaan klinik di Sangatta mengeluarkan surat keterangan hasil rapid antigen palsu. Pasalnya, berdasarkan data yang dihimpun sementara berdasarkan kop surat, klinik tersebut itu tidak berlokasi di Kutim.
“Ini mengarang, mana ada klinik Speed di Sangatta ini,” ucap Bahrani saat melihat data surat rapid test tersebut dari jurnalis di Kutim.
Ia menjelaskan, semua klinik yang melakukan rapid test antigen di Kutim yang sudah mendapatkan izin dari Dinas Kesehatan, selalu mendapatkan pengawasan. Bahkan klinik-klinik tersebut berkewajiban memasukkan seluruh data rapid test antigen ke dalam aplikasi All Record.
“Dari sanalah kami bisa melihat begitu ada yang terlihat positif tim tracing akan segera bergerak dan mencari kontak-kontak erat,” jelasnya.
Karena itu, dirinya memastikan jika ada klinik yang berani menerbitkan surat antigen palsu maka akan langsung ditindak oleh aparat hukum. “Intinya setiap yang meminta izin untuk membuka pelayanan tes rapid antigen itu selalu kami pantau terutama kewajiban memasukkan hasil rapid test ke dalam aplikasi. Baik hasilnya positif atau negatif, karena untuk kepentingan tracing,” katanya.
Sebelumnya diwartakan, delapan calon penumpang KM Binaiya, ketahuan menggunakan surat rapid antigen palsu. Seluruhnya datang dari Sangatta, Kutai Timur. Saat pemeriksaan kelengkapan dokumen, surat rapid antigen yang merupakan salah satu persyaratan wajib yang harus dikantongi calon penumpang, terdapat kejanggalan.
“Mereka kan tesnya di Sangatta, tapi saat discan muncul lokasinya Balikpapan. Berdasarkan scan barcode Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) ini suratnya palsu,” ujar Kasi Angkutan Umum Dishub Bontang Welly Sakius kepada bontangpost.id, Senin (26/7/2021) malam.
Kasus ini pun langsung ditangani oleh petugas dari Dinas Perhubungan dan Polsek Bontang Utara. Mereka sempat dimintai keterangan. Surat rapid antigen dengan hasil negatif itu juga disita. Dikatakan Welly, dari pengakuan calon penumpang tersebut, mereka tak tahu menahu soal keabsahan surat itu. Awalnya, mereka melakukan vaksinasi di sebuah klinik di Sangatta.
Setelahnya, mereka ditawari untuk melakukan rapid antigen sekaligus. Nominal yang harus dibayar pun tidak tanggung-tanggung. Rp 530 ribu. Padahal, Direktorat Jenderal Pelayanan Masyarakat menetapkan batasan biaya rapid test tertinggi sebesar Rp 250 ribu untuk Pulau Jawa dan Rp 275 ribu untuk di luar Pulau Jawa.
“Sepertinya kena tipu mereka sama oknum di klinik itu,” kata Welly. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: