bontangpost.id – Tidak sehatnya keuangan PT Laut Bontang Bersinar diduga terjadi sejak perusahaan ini berdiri, karena tidak ada suntikan modal awal.
Sumber Kaltim Post (induk bontangpost.id) menyebut, saat pembentukan badan usaha pelabuhan (BUP) ini, seharusnya ada penyertaan modal dari dua perusahaan pelat merah.
“Harusnya ada penyertaan modal dari Perumda AUJ dan PT Bontang Transport (anak usaha Perumda AUJ). Tetapi itu hanya secara de jure. Faktanya tidak demikian alias tidak terealisasi,” kata sumber tersebut.
Konon sesuai ketentuan nominal untuk modal awal Rp 1 miliar. Ia pun tidak merincikan berapa modal seharusnya dari Perumda AUJ dan PT Bontang Transport. Alhasil PT LBB bergerak dari nol. Akhirnya perusahaan tersebut dituntut untuk menggandeng mitra perusahaan.
“Kalau tidak ada modal, putar uang dari mana. Termasuk pembayaran kontribusi yang dipakai PT LBB,” ucapnya.
Menurut dia, sisi administrasi dari awal sudah salah langkah. Jika dikucurkan modal sejak awal, perusahaan ini diklaim sehat. Diketahui BUP terbentuk sejak 2021. Dirut Perumda AUJ saat itu memberi surat kuasa ke manajer operasional Perumda AUJ. Kala itu diduduki dirut PT LBB saat ini yakni Lien Sikin.
“Tetapi tidak ada modal. Dirut bertanya dari mana itu modal, terus ada pernyataan kala itu yakni harus mencari sendiri. Akhirnya diambil kesimpulan gaet mitra,” tutur dia.
Pendapatan yang diperoleh dari mitra digunakan untuk pembayaran kontribusi tetap ke kas daerah. Sehubungan dengan pemanfaatan aset daerah yakni Pelabuhan Loktuan. Ketentuan ini harus dibayarkan sebelum operasional PT LBB.
“LBB sudah dua kali menyetor ke pemerintah. Nilainya hampir Rp 1 miliar. Beroperasi 2022 jadi disetor setahun sebelumnya. Masuk 2023 maka dibayar pada 2022. Buktinya sudah ada terkait kontribusi,” sebutnya.
Sehubungan dengan bagi hasil ini belum bisa dilakukan. Sebab, PT LBB harus menyelesaikan perjanjian dengan mitra. Jika selesai mitra ini, perusahaan bisa dinyatakan sehat. “Kecuali ada penyertaan modal dari Perumda AUJ sebagai induk atau pemkot dalam perubahan menjadi perseroda,” terangnya.
Perombakan manajemen juga perlu dilakukan. Namun, ia meminta agar PT LBB tidak dibubarkan. Apalagi banyak titipan terkait perekrutan SDM. Bahkan PT LBB sejatinya berani untuk beradu dengan Pelindo. Pasalnya tahun 2021 Pelindo hanya memiliki omzet Rp 4 miliar, sedangkan PT LBB tahun lalu mencapai Rp 6,3 miliar.
“Permasalahan Pelindo punya sistem dan hanya sedikit SDM. Pengguna jasa secara online. Gaji mereka juga dari pusat. Meski baru lahir, bisa saingan dengan mereka,” sebutnya.
Ia optimistis terkait pengelolaan pelabuhan seyogianya menguntungkan. Apalagi saat ini baru area darat yang ditangani. Jika area laut juga, pendapatan lebih besar yang diperoleh.
Sementara itu, Dewan Pengawas Perumda AUJ Bontang Amiluddin menyarankan perampingan organisasi. “Permasalahannya adalah keterlambatan gaji karyawan dan salah satu faktornya ialah karyawan terlalu banyak,” jelas dia.
Adapun dengan perampingan tersebut diharapkan dapat memangkas biaya operasional karyawan. Oleh karena itu, ia berharap PT LBB dapat menyelesaikan persoalan ini secepatnya, agar tidak berlarut-larut.
“Harus ada penyisiran kebutuhan karyawan, agar pendapatan dan pengeluaran dapat disesuaikan,” pungkasnya. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post