Haerul Akbar merasakan benar bagaimana integritasnya diuji dalam kapasitasnya sebagai pengawas. Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim ini dituntut untuk mampu memisahkan hubungan pertemanan dan masalah pribadi saat mengawal penyelenggaraan pemilu.
LUKMAN MAULANA, Samarinda
Dinamika politik sudah menjadi konsekuensi yang mesti dihadapi Haerul Akbar dalam perannya sebagai Komisioner Bawaslu Kaltim. Sederetan protes dari para peserta pemilu sudah mesti diterimanya sebagai bagian dari penyelenggara pemilu. Termasuk dari para peserta pemilu yang merupakan kolega atau kawannya sendiri.
Kepada Metro Samarinda (Kaltim Post Group), Haerul menyebut pernah berhadapan dengan peserta pemilu yang merupakan rekannya sendiri dalam salah satu sengketa pemilu. Keputusan yang diberikan Bawaslu Kaltim, rupanya dinilai merugikan sang rekan. Di sinilah integritas Haerul sebagai seorang pengawas mendapatkan ujiannya.
“Ada sengketa dalam pemilu yang melibatkan seorang caleg yang merupakan teman saya sebelum saya gabung Bawaslu. Saya pun dihadapkan antara hubungan pertemanan atau tanggung jawab pekerjaan,” kenang Haerul, Senin (1/5) lalu.
Dengan amanah yang diembannya, Haerul tetap berpegang teguh pada aturan yang ada. Dia memimpin sidang dalam sengketa tersebut. Bersama dua komisioner lainnya, sidang menghasilkan keputusan yang merugikan sang rekan. Meski sempat menggugat dan melaporkan Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), namun caleg tersebut tetap dinyatakan kalah dan Haerul bersama dua komisioner lainnya mendapatkan rehabilitasi.
“Yang bikin saya salut, walaupun dinyatakan kalah dalam sengketa, teman saya itu tetap bersikap santun, ramah, dan profesional. Dia bisa memisahkan antara hubungan pertemanan dengan kelembagaan. Hal seperti ini yang bisa menjadi contoh bagi para peserta pemilu lainnya,” ungkapnya.
Selain sengketa tersebut, berbagai jenis laporan terkait pemilu lainnya pernah ditangani Haerul. Misalnya laporan dari caleg yang dibatalkan pencalonannya oleh partainya sendiri karena adanya dualisme kepengurusan. Bukan hanya sengketa di tingkat provinsi, Haerul juga ikut turun melakukan supervisi ke tingkat kabupaten/kota yang yang membutuhkan wewenangnya sebagai Bawaslu Kaltim.
“Misalnya saat terjadi sengketa dalam pemilihan bupati di Kukar (Kutai Kartanegara), saya ikut melakukan supervisi di sana,” tambah Haerul.
Bagi ayah lima anak ini, setiap permasalahan yang dihadapi di Bawaslu merupakan sebuah tantangan. Apalagi fungsi yang diberikan kepadanya sebagai pengawas berhubungan dengan hukum. Dalam hal ini, dia bersama dua komisioner lainnya berperan sebagai hakim yang memutuskan hasil suatu sengketa. Padahal secara akademik, para komisioner belum pernah belajar ilmu hukum.
“Kami menerima laporan, melakukan kajian, lalu memberikan keputusan. Seperti di pengadilan. Kami jadi seperti polisi sekaligus seperti hakim,” sebutnya.
Dalam mengawal setiap sengketa tersebut, Haerul kerap menerima protes dari para peserta pemilu yang merasa dirugikan. Baik dalam pemilu legislatif (Pileg), pemilu presiden (Pilpres), maupun pemilu kepala daerah (Pilkada). Tak jarang dia mesti berhadapan dengan massa atau sekumpulan orang yang datang ke Kantor Bawaslu untuk mengajukan keberatan.
“Tapi saya sudah terlatih menghadapi hal-hal seperti itu sejak bekerja di media. Karena dulu saat menjadi wartawan, saya juga sering menghadapi protes dari pihak-pihak yang merasa tidak senang dengan pemberitaan saya,” beber alumnus Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini.
Adapun cara Haerul menghadapi setiap protes tersebut yaitu dengan tetap bersikap tenang. Jangan sampai malah ikut terbawa emosi karena suasana yang panas. Menurutnya, semarah apapun orang yang datang, jangan dihadapi dengan emosional pula. Dia melihat kemarahan pihak-pihak tersebut sebagai sesuatu yang manusiawi. Makanya dia tidak boleh ikut marah dan harus tetap tenang.
“Saya sampaikan aturan-aturannya kepada mereka. Kalau tetap tidak mau menerima, saya persilakan menempuh jalur hukum. Namun sejauh ini semuanya berakhir dengan baik,” kata dia.
Bukan hanya berhadapan dengan masalah dari pihak luar, Haerul juga berhadapan dengan internal Bawaslu. Rupanya ada oknum tertentu yang tidak suka terhadap kinerjanya yang dinilai terlalu kencang dalam melakukan pengawasan. Sehingga oknum tersebut cenderung melakukan provokasi yang tidak sehat dan tidak profesional. Akibatnya sekretariat Bawaslu tidak bekerja dengan semestinya.
Saat itu Haerul merasa suasana yang kurang mengenakkan tersebut bisa memengaruhi kinerja lembaga Bawaslu. Menyadari suasana yang tidak sehat, dia lantas memutuskan mundur dari jabatan sebagai Ketua Bawaslu Kaltim yang sempat diembannya sejak 1 Juni 2013 hingga 28 Oktober 2015.
“Masalah yang terjadi saat itu sempat membuat Bawaslu RI datang ke Kaltim untuk berdiskusi. Melihat suasana yang kurang enak dan agar roda organisasi tidak terganggu, saya putuskan mundur sebagai ketua,” terang Haerul.
Walau tidak menjabat ketua, Haerul tetap menjalankan fungsinya sebagai komisioner Bawaslu yang menangani divisi hukum dan penindakan pelanggaran. Di sisa masa jabatannya yang akan berakhir September mendatang, Haerul punya harapan terhadap penguatan kelembagaan Bawaslu. Walaupun dia menyebut Bawaslu telah mendapatkan penguatan secara kelembagaan.
“Bentuk penguatan ini contohnya Bawaslu sudah bisa menganulir keputusan KPU (Komisi Pemilihan Umum). Tapi penguatan yang paling pokok yaitu penguatan sekretariat Bawaslu,” ujar pria yang pernah dua periode menjabat unsur pimpinan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Kaltim ini.
Penguatan ini dirasa penting, karena fungsi sekretariat mendukung kinerja para pimpinan atau komisioner Bawaslu. Dia khawatir bila sekretariat tidak kuat, fungsi-fungsi yang dijalankan Bawaslu menjadi tidak maksimal. Misalnya di divisi hukum, komisioner perlu mendapat dukungan dari pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan sekretariat yang mengerti permasalahan hukum.
“Sehingga unsur pimpinan Bawaslu tidak lagi terlibat pada hal-hal yang sifatnya teknis. Hasilnya berupa sinergi yang baik antara komisioner dengan sekretariat,” urainya.
Anggota Dewan Redaksi di Kaltim Post ini mengatakan, Bawaslu harus memiliki kekuatan terkait perannya dalam melakukan pengawasan. Yaitu mengawasi dan melakukan kontrol, baik terhadap peserta pemilu maupun terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu. Ketika KPU melakukan kekeliruan, Bawaslu yang meluruskan. “Bila Bawaslu tidak kuat, bisa berbahaya,” sambungnya.
Dengan kondisi pemilu saat ini, Haerul menyebut Bawaslu masih diperlukan dalam mengawal jalannya pemilu. Apalagi sengketa dan kecurangan masih sering terjadi yang melibatkan para peserta pemilu khususnya partai politik. Kasus-kasus seperti politik uang atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak netral, termasuk dalam kasus-kasus yang perlu mendapat perhatian.
“Kuncinya di penguatan kelembagaan dan juga integritas para komisioner Bawaslu yang harus terus dijaga,” kata Haerul.
Dia berpendapat, penyelenggaraan pemilu di Kaltim perlu mendapatkan apresiasi. Walaupun dalam praktiknya masih ada protes atau ketidakpuasan dari para peserta pemilu, tapi tidak terjadi gesekan-gesekan yang berpotensi menciptakan kerusuhan. Padahal di berbagai daerah di Indonesia, terjadi aksi-aksi yang menjurus anarkis.
“Saya bersyukur di Kaltim ini yang terdiri dari multi etnis, kekhawatiran adanya gesekan-gesekan yang berujung kerusuhan tidak terjadi,” tuturnya.
Selain itu, Haerul juga mengapresiasi para peserta pemilu di Kaltim yang bisa menerima hasil pemilu dengan sportif. Misalnya dalam Pilkada Bontang 2015 lalu, di mana calon yang kalah bisa ikhlas menerima kekalahan dan segera memberikan ucapan selamat pada calon yang menang. Hal ini menurutnya menjadi teladan yang baik bagi masyarakat.
“Menurut saya keduanya sama-sama menang. Pihak yang menang pilkada dinyatakan menang secara angka. Sementara calon yang kalah, bisa disimpulkan menang secara perasaan,” jelasnya.
Terkait jabatannya yang akan segera berakhir, suami Nasli Djalil ini menyebut kemungkinan besar tidak mendaftar lagi sebagai komisioner Bawaslu. Hati kecilnya menginginkan untuk beristirahat dari aktivitas kepemiluan. Dia merasa sudah cukup melakoni tugas di Bawaslu dan ingin memberikan kesempatan kepada teman-teman lainnya untuk berkiprah di Bawaslu.
“Besar kemungkinan saya tidak melanjutkan di Bawaslu. Kecuali bila Allah berkehendak lain,” lanjut Haerul yang mengaku mengenal berbagai karakter orang-orang politik melalui perannya di Bawaslu.
Sulung dari lima bersaudara ini sendiri punya prinsip hidup untuk tidak menjadi seperti air mengalir. Karena menurutnya air yang mengalir tidak memiliki arah yang jelas dan selalu mencari tempat yang rendah. Sebaliknya, Haerul berusaha untuk bisa mencari tempat yang tinggi dalam hal positif. Tapi harus tetap dengan memiliki kerendahan hati.
“Karena setinggi-tingginya posisi manusia, tetap ada yang Maha Tinggi yaitu Allah. Karena itu harus tetap rendah hati, jangan sampai malah menjadi sombong,” pungkas pria kelahiran Sinjai, 48 tahun lalu ini. (***/selesai)
TENTANG HAERUL
Nama: Haerul Akbar
TTL: Sinjai, 30 Maret 1969
Ortu: Abdul Manik (ayah), Andi Akirah (ibu)
Istri: Nasli Djalil SSos
Anak:
- Muh Yunus
- Nur Annisa Ramadhani
- Nurul Ainun Israyanti
- Hernawati Putri
- Muhammad Hamdan
Alamat: Perum BPK Samarinda
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: