bontangpost.id – PT Kaltim Parna Industri (KPI) terus menunjukkan komitmennya dalam mengatasi persoalan stunting di Bontang. Guna mendorong seluruh pihak terlibat dalam mengatasi persoalan ini, PT KPI mempelopori gelaran seminar virtual yang bertajuk ”Kebijakan, Peran dan Fungsi OPD serta CSR dalam Intervensi Stunting”.
Secara umum, webinar ini digelar untuk menambah wawasan petugas puskesmas se-Bontang. Pun untuk membedah dan melaporkan capaian progres penanganan stunting di Bontang. Khususnya, program Intervensi Stunting Kemitraan KPI Melalui Pemberdayaan Masyarakat atau Insting Mitra KPI Berdaya. Ini merupakan program kolaborasi antara PT KPI dan Dinkes yang digulirkan sejak 2020 lalu.
Untuk mengulas tema webinar, panitia menghadirkan narasumber tunggal. Yakni Kepala Riset dan Pengembangan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Irma Ardiana.
President Director PT KPI Hari Supriyadi mengatakan, pengentasan stunting di penjuru dunia, bahkan di tingkat Kota Bontang menemui sejumlah tantangan selama pandemi ini. Banyak keluarga mengalami kontraksi ekonomi. Disebabkan masifnya pemotongan gaji, hingga pemutusan kerja di banyak perusahaan. Ini berimplikasi pada banyaknya keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, apalagi memenuhi kebutuhan pangan bergizi seimbang.
”Bila seperti ini, praktis mengganggu keamanan pangan anak-anak. Padahal untuk mengentaskan stunting salah satunya dimulai dari pola makan yang bergizi,” sebutnya.
Dia tak menampik pandemi turut mempengaruhi progres program Insting Mitra KPI Berdaya 2020. Banyak pembatasan dan kehati-hatian diterapkan. Meski terkendala, program ini tetap berjalan hingga kini. Bahkan rencana diperluas cakupannya. Bukan hanya di dua lokus saja, yakni Posyandu Mekarsari dan Posyandu Mawar di Berbas Pantai.
Sejak nota kesepahaman antara Pemkot dan PT KPI diteken Maret 2020 lalu, banyak kegiatan dilakukan. Seperti penyuluhan kepada kader posyandu, penguatan edukasi dan konseling kepada orangtua terkait pola asuh dan pemberian makanan bergizi kepada anak. Pemberian nutrisi tambahan berupa susu formula selama 180 hari, hingga pemanfaatan pekarangan rumah untuk ditanami tanaman obat. Semisal jahe, serai, dan daun mint.
Dia bilang komitmen ini tertuang dalam 8 rencana aksi. Mulai persiapan, pengkajian, perencanaan. Kemudian pemformulasian, eksekusi program, evaluasi, dan terminasi. Saat ini rencana aksi sudah sampai pada tahap evaluasi.
”Ini merupakan komitmen kami dalam mengentaskan stunting di Bontang. Sebab kami menyadari, masa depan bangsa ini berada di pundak generasai muda. Tentu kita harus miliki generasi muda yang sehat dan cerdas,” tegasnya
Sementara itu, pemateri tunggal Irma Ardiana memulai pemaparan dengan membuka data stunting tingkat global. Dia bilang secara global telah terjadi penurunan prevelansi anak stunting usia kurang 5 tahun dari 39,3 persen menjadi 21,3 persen rentang 1990-2019. Ini berarti, terjadi penurunan dari 252 juta jadi 144 juta.
”Namun di sub sabaran Afrika justru angka stunting mengalami peningkatan,” sebutnya.
Setiap negara memiliki pola sendiri dalam menangani stunting. Ada yang fokus pada penanganan kesehatan dan gizi ibu dan anak. Ada pula pada peningkatan kesejahteraan, ini berkaitan dengan pemenuhan pangan yang sehat dan bergizi.
Sementara penanganan kasus stunting di Indonesia mengambil cara yang dilakukan Peru. Sebab keduanya memulai fokus dari kesehatan dan pemenuhan gizi ibu dan anak. Ada 4 praktik penurunan stunting dilakukan, bila mengambil studi dari Peru.
Pertama, penelitian. Kedua, proyek panfar atau gerakan donasi pemberian makanan setiap bulan selama 6 bulan dan pemantauan kesehatan keluarga. Tiga, proyek kusiayllu atau model rumah rehabilitasi untuk meningkatkan kesehatan dan status gizi. Terakhir, proyek profar atau peningkatan pendapatan keuangan mikro di pinggiran kota.
Sementara untuk di Indonesia, Presiden Joko Widodo menargetkan terjadi penurunan stunting hingga 14 persen pada 2024 mendatang. Ini tertuang dalam keluarga muda berkualitas, kunci Indonesia emas yang diterjemahkan dalam 8 rencana aksi. Mulai dari tingkat terbawah. Penyuluh KB di desa dan sub petugas penyuluh KB bakal ditambah. Agar sosialisasi dekat dan menyentuh masyarakat. Hingga tingkat atas, seluruh kementerian dan lembaga berkaitan berada di bawah naungan Menko PMK dan BKKBN sebagai pemegang kendali pencegahan stunting.
”Itu target dari bapak Presiden Joko Widodo,” bebernya.
Dia melanjutkan, tren prevalensi stunting di Indonesia 2007-2019 sejatinya mengalami penurunan. Pada 2007, prevalensi ada di angka 36,8 persen. Di 2015 turun jadi 29 persen. Dan di 2019 jadi 27,7 persen. Bila dirata-rata, pada 2015-2019 penurunan mencapai 3 persen.
Irma Ardiana juga membedah problem yang menyebabkan stunting di Indonesia. Sebanyak 593 ribu ibu hamil usia 10-19 tahun mengalami anemia. Ini data tahun 2018. Sebanyak 192 ribu bayi lahir rendah dan panjang lahir di bawah normal kurang dari 48 sentimeter. 675 ribu bayi lahir prematur. 505 ribu perempuan menikah dalam rentang usia 10-19 tahun. Dan sebanyak 663 ribu kehamilan dengan jarak kurang dari 24 bulan.
Ada sejumlah kesimpulan diambil dalam rangka menurunkan angka stunting di Indonesia. Dimulai dari program Bangga Kencana yang merupakan program strategis dalam upaya peningkatan SDM Indonesia yang unggul. Kedua, merancang program dan stategi yang selasas kebutuhan di daerah masing-masing. Tidak satu aturan dari pusat lantas diaplikasikan saklek ke semua daerah (one size fits all policy). Terakhir, penurunan stunting memiliki multiplier effect yang luas.
”Pemerintah daerah memegang penanan penting dalam pencapaian percepatan penurunan stunting,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post