SANGATTA – Tidak bisa dipungkiri, era moderenisasi saat ini menuntut semua hal yang serba cepat, mudah dan instan. Hal ini mengakibatkan secara berlahan-lahan manusia mulai meninggalkan pola-pola hidup lama dan berubah kepada pola hidup serba cepat, mudah, dan modern. Dalam urusan mencari mata pencaharian, generasi muda saat ini lebih condong kepada pekerjaan yang berkaitan dengan teknologi dan finansial.
Sementara urusan pertanian lebih dikesampingkan atau bahkan sudah ditinggalkan. Sehingga tidak heran jika banyak lahan-lahan pertanian yang kemudian berubah atau beralih fungsi menjadi lahan perkebunan atau menjadi gedung-gedung bertingkat.
Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kutim Sumarjana, saat ini masyarakat sudah mulai meninggalkan pola-pola hidup yang humanis dan tidak terlalu menggemari urusan pertanian. Hal ini yang lambat laun membuat pertanian dalam arti luas mulai terkikis habis.
“Padahal, jika mau dikelola secara benar dan baik maka dunia pertanian tidak kalah dalam menghasilkan keuntungan finansial. Apalagi jika dibandingkan dengan usaha-usaha lainnya,” ucap Sumarjana.
Dirinya mengatakan sudah saatnya para petani saat ini menjadi petani modern yang tidak hanya sekedar memikirkan pola budidaya saja. Tetapi perlunya ada peningkatan dan bagaimana hasil pertanian menjadi salah satu komoditi pangan yang memiliki nilai jual tinggi dan mampu diterima pangsa pasar luas.
Dengan demikian, masyarakat kedepan tidak akan lagi memandang sebelah mata terhadap petani. Karena dengan adanya inovasi yang dihasilkan maka pertanian menjadi salah satu sektor atau pekerjaan yang layak dipikirkan karena juga mampu mendatangkan keuntungan finansial yang besar.
“Sebenarnya kalau mau serius saja, hasilnya pasti menguntungkan,” sebutnya.
Untuk sendiri, kata Sumarjana, memiliki potensi sebagai penghasil gula aren. Namun karena kurangnya inovasi dan sentuhan teknologi, sehingga saat ini produk olahan gula aren hanya dijual dengan harga yang murah dan kemasan seadanya. Padahal jika dikelola dengan baik maka produk olahan dari gula aren tersebut bisa menjadi gula semut dengan kemasan lebih modern atau saat ini disebut kemasan sachet.
Bahkan gula aren semut sangat digemari dipasaran modern dan sangat dibutuhkan dunia perhotelan dan restauran dengan harga yang cukup mahal. Belum lagi jika petani modern di Kutim bisa melihat pangsa pasar beras organik.
“Selama ini beras organik hanya didatangkan dari jawa. Padahal lahan yang dimiliki Kutim masih cukup luas dan belum terkontaminasi zat kimia. Sehingga peluang untuk pembudidayaan beras organik masih sangat luas terbuka,” ujar Sumarjana.
Karenanya, dirinya berharap para tenaga penyuluh pertanian yang diterjunkan kepada masyarakat mampu memberikan pembinaan kepada masyarakat. Sehingga petani bisa menciptakan inovasi dan peluang- peluang agar produk-produk pertanian yang dihasilkan mampu bersaing serta memiliki nilai ekonomis yang tinggi di pasaran. (aj)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: