BALIKPAPAN- Pemprov Kaltim dinilai lamban dalam mengambil jatah participating interest (PI) 10 persen dari pengelolaan Blok Mahakam oleh Pertamina Hulu Mahakam (PHM). Setelah satu tahun beroperasi, PI 10 persen bagi daerah ini tak kunjung diambil.
Ketua SKK Migas Kalimantan dan Sulawesi (Kalsul) Syaifudin mengatakan, PI 10 persen ini diperuntukkan kepada pemerintah daerah, dalam hal ini Pemprov Kaltim. Namun, sampai saat ini Pemprov Kaltim belum mengambil haknya. “Pihak PHM dan pemprov sudah melakukan pembicaraan lebih lanjut. Kemungkinan dalam waktu enam bulan ini sudah ada kata kesepakatan. Saat ini, sudah berjalan tiga bulan, sisa tiga bulan lagi kemungkinan sudah ada jawaban,” tuturnya, Kamis (24/1).
Jika ada kata sepakat, Syaifudin mengatakan pihaknya akan terlibat. Karena pemprov akan menjadi mitra juga. Setelah ada kesepakatan dengan PHM, pemprov secara internal membahas bagi hasil 10 persen ini ke pemkab Kutai Kartanegara.
Syaifudin menjelaskan, PI 10 persen yang sekarang berbeda dengan dulu. Aturan mengenai PI 10 persen ini sudah ada sejak 2004, tercantum dalam PP Nomor 35 Tahun 2004. Namun dalam pelaksanaannya, ternyata daerah tidak banyak menikmati hasilnya karena PI tersebut sebagian besar dikuasai oleh swasta, bukan BUMD.
Kantong daerah banyak yang tidak mampu. Akhirnya mereka mencari pihak swasta. Setelah berjalan, BUMD justru tidak mendapatkan haknya 10 persen. Swasta yang mengambil. Akibatnya, BUMD merasa blok migas ini berada di daerahnya tapi tidak bisa dinikmati (hasilnya) secara maksimal.
“Akhirnya, Kementerian ESDM menerbitkan Permen Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 persen pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi,” katanya
Dengan skema baru ini, nantinya pemda masuk dengan membayar atau investasi dengan mencicil. Dari PI 10 persen itu, akan dipotong. Berjalannya waktu, pasti pemda akan mendapat 10 persen jika biaya untuk investasi yang di-cover operator sudah kembali.
Kebijakan pembagian participating interest (PI) 10 persen atas pengelolaan Blok Minyak dan Gas Mahakam (Blok Mahakam) yang diputuskan pada masa Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, akan ditinjau ulang. PI 10 persen itu sendiri tadinya dibagi dua, yakni untuk Pemprov Kaltim 65,5 persen dan Kukar 33,5 persen.
Sebagai gantinya, pembagian PI Blok Mahakam yang baru untuk Pemprov dan Kukar, akan dibahas ulang antara kedua belah pihak. “Kami akan bicarakan bersama-sama dengan elemen yang ada,” ujar Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi.
Hadi mengatakan, untuk merevisi keputusan pembagian PI Blok Mahakam terdahulu, pemprov bersama Pemkab Kukar akan menghadap ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dosen Geologi dan Perminyakan STT Migas Balikpapan Kukuh Jalu Waskita mengatakan, peluang mengelola blok migas saat ini bagi pemda sangat terbuka lebar. Tapi sampai sekarang belum ada PI 10 persen yang sudah berjalan.
Yang perlu diperhatikan, sambungnya, sejauh mana kesiapan pemda. Tidak hanya modal, tetapi tenaga kerjanya dan teknologi yang digunakan. Minimal sama ketika masih dipegang oleh perusahaan asing. “Harus dilihat dulu bagaimana track record Perusda yang ditunjuk pemda mengelola blok itu. Jika mengacu gross split tentu perlu kesiapan modal,” tuturnya.
Skema bisnisnya paling tidak sama seperti Total E&P bersama INPEX. Di mana salah satu pemegang saham Total E&P yang menjadi operatornya. Dibanding pemerintah provinsi, Pemkab PPU terlihat lebih optimisme dan berani. Padahal jatah PI ke daerah sebesar 10 persen sudah langsung mereka dapatkan. Tapi ini, malah mereka ajukan 49 persen.
“Pemkab dan Perusda yang ditunjuk harus meyakinkan permodalan mereka kuat. Ingin memakai skema production sharing contract (PSC) pastilah tidak bisa. Pasalnya, aturan sekarang sudah gross split. Paling tidak mungkin ada kebijakan yang diberikan kepada si operator. Mulai dari keringanan pajak dan lainnya,” jelasnya. (aji/ndu/k15/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post