BALIKPAPAN – Tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di Kaltim menghabiskan biaya yang tak sedikit. Lebih setengah triliun anggaran pemerintah daerah digelontorkan, namun partisipasi pemilih masih jauh dari ekspektasi penyelenggara pemilu.
Dari sembilan daerah yang menggelar pilkada, hanya satu daerah yang mampu melampaui target yang dipatok Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar 77,5 persen. Yakni, Mahakam Ulu (Mahulu) dengan persentase partisipasi pemilih sebesar 78,15 persen. Berdasarkan data rekapitulasi NHPD atau Naskah Perjanjian Hibah Daerah untuk Pilkada Serentak 2020 di Kaltim, biaya yang digelontorkan untuk sembilan kabupaten/kota, kecuali Penajam Paser Utara (PPU) sebesar Rp 595,011 miliar.
Dana paling tinggi, dikucurkan untuk pelaksanaan Pilkada Kutai Kartanegara (Kukar) sebesar Rp 114,071 miliar. Perinciannya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp 84,874 miliar, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rp 19,38 miliar, dan pengamanan sebesar Rp 9,816 miliar.
Sementara paling sedikit, Pilkada Bontang sejumlah Rp 30,276 miliar. Perinciannya, Rp 20 miliar untuk KPU, Bawaslu Rp 4,276 miliar, dan pengamanan sebesar Rp 6 miliar (selengkapnya lihat grafis).
Komisioner KPU Kaltim Divisi Teknis Penyelenggara Suardi menyampaikan jika biaya jumbo pelaksanaan pilkada di Kukar, lantaran akses yang sulit. Juga, luas wilayah yang besar dengan penduduk yang banyak. “Itu mendasari besarnya anggaran pelaksanaan pilkada di sana (Kukar). Kan ada 18 kecamatan,” kepada Kaltim Post, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menuturkan, berdasarkan laporan dari kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada di Kaltim, dana hibah tersebut sudah disalurkan 100 persen. Meskipun pemerintah daerah dihadapkan refocusing anggaran belanja penanganan Covid-19. Walau begitu, politikus Gelora Kaltim ini mengapresiasi pelaksanaan pilkada yang bisa berjalan dengan baik dan lancar.
“Kesbangpol bekerja sama dengan TNI-Polri aktif dalam setiap tahapan. Memantau perkembangan politik di daerah,” ucapnya.
Ketua KPU Kaltim Rudiansyah menambahkan, pada pilkada serentak yang digelar di sembilan kabupaten/kota di Kaltim, terdiri dari 7.983 tempat pemungutan suara (TPS). Dengan jumlah pemilih sebanyak 2,35 juta jiwa. Akan tetapi, dia menyampaikan yang menjadi beban kerja bukan KPU bukanlah pada besaran pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Namun lebih kepada penyediaan dan pendistribusian logistik pilkada.
“Beban kerja KPU lebih kepada tantangan geografis dan faktor alam. Berkaitan upaya pelayanan 100 persen pemilih di TPS,” jelas dia.
Pembiayaan yang relatif besar tersebut pun menjadi catatan Komisi II DPR RI yang turut membidangi kepemiluan. Anggota Komisi II DPR RI Djarot Saiful Hidayat yang sempat memimpin kunjungan kerja (kunker) ke Kaltim pekan lalu menyoroti biaya pilkada tersebut. “Itu (biaya Pilkada Kaltim) belum lagi yang dikeluarkan kandidat (pasangan calon kepala daerah),” katanya saat ditemui Kaltim Post di Balai Kota Balikpapan.
Dia pun menyangsikan jika pelaksanaan pilkada dengan biaya yang relatif besar, itu dapat menghasilkan kepada daerah yang memiliki kapasitas dan integritas. Dalam memimpin kabupaten/kota.
“Cuma persoalannya pemilu dengan biaya yang cukup besar itu, apakah akan melahirkan pemimpin yang bagus? Yang kapasitasnya tidak bisa diragukan lagi? Yang sangat berkompeten. Punya integritas? Sehingga benar-benar mampu membangun daerahnya,” sindirnya.
Lanjut dia, pelaksanaan pilkada sebaiknya tidak hanya terjebak terhadap pelaksanaan demokrasi secara prosedural. Akan tetapi juga secara substansial. “Secara prosedural gampang. Tapi apakah mampu melahirkan pemimpin yang punya integritas. Sehingga tidak tersangkut persoalan hukum ke depannya,” pungkas Djarot. (kip/riz/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post