SAMARINDA – Upaya pemerintah kota (pemkot) meningkatkan kesadaran masyarakat menjalankan program keluarga berencana (KB) kini sudah mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo. Hal itu memotivasi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) untuk terus meningkatkan program kampung KB di Kota Tepian.
Kepala DPPKB Samarinda, Marnabas mengungkapkan, hingga akhir 2017 terdapat 25 kampung KB di 10 kecamatan di Samarinda. Sedangkan yang sudah di-launching pemkot baru 14 kampung KB.
“Seluruh kecamatan di Samarinda sudah memiliki kampung KB. Ada yang memiliki dua atau tiga kampung KB. Sekarang kami fokus pembinaan seluruh kampung KB yang sudah dibentuk pemkot,” kata Marnabas, belum lama ini.
Adapun lembaga yang dibina DPPKB adalah Pusat Informasi dan Konseling (PIK), Bina Keluarga Lanjut Usia (BKLU), Bina Keluarga Remaja (BKR), dan Bina Keluarga Balita (BKB). Seluruh lembaga tersebut berperan aktif meningkatkan kesadaran KB, sehingga pengurusnya perlu mendapatkan pembinaan dari DPPKB Samarinda.
“Di kampung KB juga kami sampaikan perlunya imunisasi, supaya memiliki kekebalan tubuh. Sehingga tak mudah terserang penyakit difteri. Jadi tugas KB itu bukan hanya mengendalikan jumlah penduduk, tetapi juga kualitas kehidupan masyarakat meliputi kesehatan dan pendidikan,” ujarnya.
Ia menegaskan, kampung KB disediakan bukan untuk melarang masyarakat melahirkan anak. Tetapi lebih khusus dibentuk untuk membangun kesadaran pengendalian kelahiran anak. Meski jumlah penduduk Samarinda masih di bawah rata-rata nasional, tetapi upaya pengendalian harus tetap dilakukan.
“Pengendalian kelahiran ini supaya orang tua tidak melahirkan anak yang lemah dalam segala hal. Boleh saja melahirkan, tetapi tetap diperhatikan kualitas pendidikan, kesehatan, dan masa depan anak,” ucapnya.
Di sinilah pentingnya keberadaan rumah KB. Karena tidak hanya berurusan dengan KB, tetapi juga memberikan pelayanan bagi anak yang putus sekolah. Dari aspek pendidikan, bila ada anak yang putus sekolah, kampung KB bisa memberikan pembinaan. Salah satunya menggali motivasi di balik memutuskan untuk putus sekolah.
Secara umum, kata dia, anak putus sekolah disebabkan karena dua hal. Di antaranya, karena faktor ekonomi dan sosial. Jika sebab putus sekolah karena faktor sosial, maka pihaknya bisa bekerja sama dengan Dinas Sosial (Dinsos) untuk memecahkannya.
“Di Dinsos itu sudah dibuka sekolah untuk anak putus sekolah, khususnya sekolah paket B dan C. Di Dinsos juga sudah ada tempat penitipan anak, di sanalah dibuatkan sekolah paket untuk anak-anak yang putus sekolah,” ujarnya.
Jika putus sekolah karena faktor ekonomi atau kekurangan biaya, maka pihaknya bisa mengarahkannya pada Dinas Pendidikan (Disdik). Bersama Disdik, DPPKB akan membuat Memorandum of Understanding (MoU) untuk menangani kasus anak putus sekolah.
“Kami akan buat MoU dengan dengan Disdik. Supaya nanti masalah anak yang putus sekolah ini bisa diselesaikan. Karena kami tidak bisa jalan sendiri, harus bekerja sama dengan dinas terkait,” tandasnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: