bontangpost.id – Hamparan kabut berwarna putih layaknya awan, menghampar menutupi dataran yang dipenuhi pepohonan dan pondok kebun warga. Seperti negeri di atas awan, terpampang jelas ketika berdiri di puncak setinggi sekira 260 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ditambah deru jangkrik dan kicauan burung, menyambut pagi kami sekira pukul 05.30 saat menghabiskan malam dengan berkemah.
Eits, pemandangan dan suasana ini bukan di pulau Jawa maupun provinsi lain yang memiliki gunung, melainkan berada di Samarinda. Di Puncak Samarinda, Jalan Berambai, Kelurahan Sempaja, Kecamatan Samarinda Utara. Pemandangan langka yang dapat dinikmati di Ibu Kota Kaltim ini pun menjadi daya tarik warga Benua Etam, tak hanya warga Samarinda sendiri, namun hingga Balikpapan, Bontang, dan Kutim. Mereka berdatangan dan bergegas bangun pagi, menyempatkan berswafoto dengan latar kabut tersebut.
“Pemandangan kabut ini yang paling kami tawarkan di sini, tapi tergantung ‘amal perbuatan’, terkadang juga tidak ada kabutnya,” seloroh pemilik Obyek Wisata Puncak Samarinda, Catur Febri Hananto saat ditemui, Minggu (21/6/2020).
Usai menghabiskan waktu berswafoto di beberapa titik di kawasan tersebut, seperti di hamparan bunga berwarna warni dan di dalam cottage, pengunjung pun diajak untuk melihat keindahan lainnya di sekitar kawasan obyek wisata pegunungan ini. Dengan melihat air terjun sepanjang 2 kilometer dengan tinggi sekira empat lantai, serta beberapa gua yang salah satunya dapat terlihat kumpulan kelelawar.
“Itu tiga tawaran (tempat wisata) yang terindah disini,” ucapnya.
Pengunjung juga dapat menyaksikan terbitnya matahari di tempat wisata tersebut. Namun sayang, waktu kami berkunjung, matahari terbit terhalang oleh kumpulan kabut yang tebal.
“Bisa juga menyaksikan aktivitas laut di Muara Badak,” ujarnya sambil menunjuk arah Kecamatan Muara Badak, Kukar.
Ketika hendak memutuskan untuk menginap di kawasan tersebut, ia menyarankan wisatawan membawa jaket. Mengingat kondisinya cukup dingin. Kata Catur, suhu di dataran tinggi tersebut pernah mencapai 26 derajat celsius. Begitu pula airnya yang langsung dari mata air, begitu dingin dan jernih.
“Turun 20 meter, airnya di situ. Bisa diminum langsung, karena ini air dari batu gunung,” katanya.
Catur menceritakan, dia tak pernah berpikir sebelumnya sejak membeli lahan di wilayah tersebut 2011 lalu untuk menjadikannya sebagai obyek wisata. Namun, empat tahun berlalu tepatnya 2015 lalu ketika memutuskan untuk menginap di lahannya tersebut, saat terbangun di pagi hari, matanya dimanjakan dengan pemandangan kumpulan kabut yang tebal seperti dia berada di suatu tempat wisata di pulau Jawa. Sebab itu dia memutuskan untuk membuka tempat wisata camping ground di lahan sekitar 1 hektar tersebut.
Dengan mematangkan lahan, agar traveler mendirikan kemahnya, dan menanam pohon ceri sebagai tempat menggantungkan hammock. Selain itu juga, untuk mengundang burung kolibri, ia menanam bunga warna-warni dan mendirikan cottage serta fasilitas pendukung seperti toilet.
“Awalnya cuma Sabtu dan Minggu, satu sampai tiga orang datang. Tapi sekarang sudah setiap hari orang datang menginap, sebulan bisa 300 orang,” ujar pria yang bercita-cita memiliki rumah di pegunungan Bali ini.
Pengembangan yang ingin dilakukannya, yakni membangun kolam renang dengan memanfaatkan sumber air yang jernih dan beternak kelinci. Sehingga nantinya pengunjung dapat menikmati sate kelinci dan juga bermain bersama kelinci.
Dia menjelaskan, jalur ke obyek wisata itu tak terlalu jauh dari Samarinda. Jika dihitung, memakan waktu mencapai sekitar 45 menit. Jalurnya ada yang sedikit rusak, namun dipastikan ketika sampai tujuan, wisatawan dipastikan puas.
“Biaya satu orang Rp 50-100 ribu per orang,” ucapnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: