SAMARINDA – Desakan publik agar dewan segera mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) sepertinya akan menuai hambatan. Pasalnya, undang-undang tentang LGBT belum disahkan DPR RI.
Anggota DPRD Kaltim, Abdurahman Alhasni mengatakan, larangan agama tidak dapat dijadikan dasar untuk mengusulkan raperda. Sebab peraturan di tingkat daerah itu mesti berpijak pada undang-undang atau peraturan kementerian.
Politisi Partai Golongan Karya (Golkar) itu menyebut, aturan untuk membatasi kelompok LGBT sejatinya sudah mendesak untuk dibuat pemerintah provinsi (pemprov) dan DPRD.
“Kalau mau lebih cepat, pemerintah dan DPRD meminta pada pemerintah pusat dan DPR untuk segera mengesahkan undang-undang tentang LGBT,” sarannya, Rabu (17/10) kemarin.
Karena itu, dia menyarankan, sebelum perda dibuat di Kaltim, gubernur dapat mengeluarkan imbauan pada masyarakat, agar menghindari penyimpangan perilaku seksual tersebut.
“Bisa dibuat semacam imbauan dari gubernur. Agar kelompok ini tidak mengumbar perilaku mereka di depan umum. Atau pemerintah bekerja sama dengan kepolisian. Supaya ini ditindak. Agar tidak meresahkan masyarakat,” ucapnya.
Langkah antisipatif diperlukan untuk menghambat perkembangan kelompok tersebut. Di Kaltim, komunitas itu belum berkembang pesat di publik. Namun jika dibiarkan, maka secara perlahan, gerakan menyimpang itu akan meluas dan mempengaruhi orang-orang normal.
“Paling tidak sekarang kita batasi dulu ruang gerak mereka. Walaupun mereka melakukan penyimpangan seksual, setidaknya mereka tidak menerapkan itu secara terbuka di depan publik,” imbuhnya.
Alhasni mengungkapkan, merebaknya isu tentang komunitas LGBT dapat menimbulkan kemarahan beragam organisasi masyarakat (ormas) berbasis Islam. Apabila Pemprov Kaltim tidak menindaklanjuti desakan tersebut, maka dapat menimbulkan gejolak masyarakat.
“Saya pikir sekarang ini sudah mendesak dibuatkan aturan. Kalau pemerintah tidak mengambil langkah, saya khawatir nanti dapat menimbulkan gejolak di ormas-ormas Islam,” ucapnya.
Sejatinya, pembatasan perkembangan kelompok LGBT tidak bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Pasalnya, HAM hanya melindungi kebebasan manusia.
“Jadi HAM itu tidak memberikan kebebasan setiap orang untuk melakukan penyimpangan. HAM itu manusianya yang dilindungi. Bukan perilaku menyimpangnya,” ucap dia.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Banperda) Kaltim, Jahidin mengatakan, raperda tentang LGBT dapat diusulkan anggota dewan. Jika sudah memenuhi syarat, maka pihaknya akan mengusulkan untuk dibahas di panitia khusus (pansus).
“Kalaupun nanti diusulkan, kami akan teliti dulu kelengkapan-kelengkapannya. Jika sudah memenuhi syarat, bisa dibahas oleh pansus,” katanya.
Syarat yang dimaksud yakni naskah akademik. Dokumen tersebut sebagai dasar untuk pengusulan raperda. Kemudian, mesti jelas kelompok masyarakat atau anggota dewan yang mengusulan raperda.
“Lebih jauh lagi siapa pengusulnya. Anggota DPRD punya inisiatif. Sepanjang syarat itu sudah terpenuhi, tentu kami akan kaji lebih lanjut. Kami akan undang polda dan Biro Hukum untuk mengkaji itu,” ucapnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: