SANGATTA – Ratusan buruh yang tergabung dalam Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Kutim Selasa (2/5) kemarin menggelar pertemuan terbuka dengan DPRD Kutim. Pertemuan tersebut membahas tentang tuntutan buruh yang jatuh pada Tanggal 1 Mei 2017.
Dikatakan Ketua PPMI Kutim Abdul Jasmin, ada beberapa permohonan yang dilayangkan kepada DPRD dan pemerintah. Pertama tuntutan penghapusan outsourcing. Outsoursing adalah penggunaan tenaga kerja dari luar perusahaan sendiri untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu yang spesifik. Sistem outsourcing saat ini masih marak diterapkan di Kutim.
Kemudian permasalahan kontrak kerja. Kontrak kerja yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan masih jauh dari harapan. Tak sedikit karyawan yang bekerja bertahun-tahun namun masih menyandang status kontrak. Mulai dari lima hingga terlama 12 tahun. Padahal sesuai peraturan kontrak hanya bisa diterapkan sebanyak tiga kali. Kontrak awal, perpanjang, dan pembaharuan.
Selanjutnya upah karyawan di Kutim terbilang murah. Jika dibandingkan dengan di luar daerah, Kutim termasuk daerah dengan upah terendah. Di luar Kalimantan, UMSK atau UMK di atas Rp 3 juta. Sedangkan Kutim hanya sebesar Rp 2,5 juta. Terparah, sudah rendah namun tak sedikit perusahaan yang mengabaikan peraturan tersebut.
Tidak hanya itu pihaknya juga meminta kepada pemerintah untuk mengadakan pengawas di Kutim. Pasalnya saat ini kewenangan tersebut sudah dilimpahkan kepada provinsi. Baik pengawasan secara utuh maupun penindakan. Sebab pengawasan tersebut sangat dibutuhkan keberadaannya di Kutim. Sehingga jika perusahaan membangkang bisa ditindak sesuai dengan aturan.
Kemudian melakukan penyelidikan atas dugaan adanya kriminalisasi terhadap karyawan yang ikut berserikat di Kutim. Hal ini dilakukan untuk memperjelas keberadaan karyawan dalam bergabung dengan organisasi buruh. Jangan sampai kebebasan karyawan untuk berserikat dibatasi oleh perusahaan.
“Jadi kami dan DPRD sudah sepakat untuk menuntaskan permasalahan ini. Kami akan tuntaskan semua tuntutan buruh. Hingga dikabulkan oleh perusahaan. Tentunya itu semua harus ada kerjasmaa dari semua pihak. Mulai dari buruh, DPRD hingga pemerintah. Sehingga tuntutan buruh bisa dikabulkan semuanya,” kata Abdul.
Selain PPMI, organisasi mahasiswa seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) juga menggelar aksi besar-besaran di simpang 3 pendidikan dan dilanjut di halaman DPRD. Tak bedanya dengan PPMI, mahasiswa juga menuntut agar hak buruh dikabulkan oleh perusahaan. “Kami minta hak-hak buruh dikabulkan. Karena saat ini hak-hak buruh diabaikan oleh perusahaan,” ujar Ketua Umum HMI, Alfian Sinu.(dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: