BONTANG – Badai tunggakan menghantam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Taman Husada Bontang. Pusat layanan kesehatan pelat merah tersebut “galau” karena terlilit utang biaya pengobatan pasien yang tidak mampu bayar.
Untuk menanggung biaya rumah sakit yang tidak dibayar pasien, sejak tahun 2017 RSUD merugi Rp 450 juta. Baik itu pasien yang merupakan warga Bontang dengan administrasi tidak lengkap atau masyarakat luar Bontang yang tidak memiliki jaminan dan tidak mampu membayar.
Salah satu kasusnya, warga Sambera Baru, Margo Mulyo, Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), tak bisa membayar biaya perawatannya di RSUD Bontang. Jumlah biaya perawatan yang harus dia bayar sebesar Rp 11 juta.
Wakil Direktur Pelayanan RSUD Taman Husada Bontang Toetoek mengatakan, pasien bernama Subani (55) tersebut sudah dirawat di RSUD sejak tanggal 2 September. Saat itu, kondisinya cukup kritis hingga harus mendapat penanganan di ruang ICU, cuci darah, dan tranfusi darah. “Kami bertindak tanpa jaminan dari pasien karena dasar kemanusiaan,” jelas Toetoek saat ditemui di ruangan pasien, Kamis (13/9) kemarin.
Kata dia, permasalahan seperti ini sering terjadi di RSUD Bontang. Padahal, bangunan serta fasilitas RSUD Bontang berasal dari APBD Kota Bontang, tetapi jika warga di luar Bontang berobat dan tidak memiliki jaminan kesehatan, maka secara tidak langsung mereka menggunakan fasilitas dari APBD Bontang. “Ini memang menjadi piutang, tetapi piutang yang tidak terbayarkan, karena siapa yang mau membayarkan. Kami melakukannya hanya karena rasa kemanusiaan saja,” ujarnya.
Oleh karenanya, Toetoek mengharapkan agar Pemprov Kaltim bisa mengadakan kembali Jaminan Kesehatan Provinsi (Jamkesprov) agar bisa digunakan di berbagai daerah di Kaltim. Pasien Subani juga sebelumnya terdata sebagai peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) Pemkab Kukar. Tetapi, saat kartunya akan digunakan di RSUD Bontang ternyata sudah tidak aktif.
Pihak RSUD Bontang juga lanjut Toetoek tidak dapat menahan pasien karena belum membayar biaya perawatan. Karena prinsip bisnis rumah sakit, semakin lama pasien tinggal maka akan semakin merugi. Oleh karenanya, jika indikasi pasien sudah bisa dipulangkan maka pihak rumah sakit tidak menahannya. “Kami mohon pihak terkait di pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota lainnya bisa bersama-sama memikirkan kasus seperti ini agar dicarikan solusinya,” harap dia.
Sementara itu, istri dari pasien Subani, Anne Yuliawati (36) mengatakan, suaminya mendapat pelayanan yang baik sejak pertama masuk rumah sakit. Padahal, dirinya mengakui tak punya biaya untuk membayar perawatan. “Perawatnya semua baik, suami saya juga dilayani dengan baik,”pungkasnya. (mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post