Bekerja adalah ibadah. Prinsip inilah yang diamini benar Senjaya Ibrata. Karena itu, seberat apapun pekerjaan yang diberikan, Senjaya tetap menjalankannya dengan sebaik mungkin dan penuh tanggung jawab.
LUKMAN MAULANA, Samarinda
Sebagai “anak kolong”, Senjaya muda memiliki kekaguman pada profesi tentara. Menurutnya menjadi tentara merupakan pekerjaan yang membanggakan. Apalagi di matanya, sosok tentara adalah sosok yang tegap. Tak heran bila Senjaya lantas menggantungkan cita-cita ingin menjadi tentara sebagaimana sang ayah.
“Tapi ayah saya meminta anak-anaknya untuk tidak mengikuti jejak beliau menjadi tentara. Kata beliau, jadi tentara itu berat,” kenang Senjaya saat ditemui Metro Samarinda (Kaltim Post Group) Rabu (24/5) kemarin.
Perkataan sang ayah memudarkan keinginan Senjaya untuk jadi tentara. Anak keenam dari tujuh bersaudara ini lantas belajar ilmu pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda. Jalan hidup kemudian membawanya menjadi tenaga honor di Rumah Sakit AW Syahranie Samarinda.
“Saya mulai jadi tenaga honor di rumah sakit tahun 1998, sebagai tenaga administrasi di ruang seruni. Di tahun 2004, pindah menjadi tenaga administrasi di ruang anggrek,” kisahnya.
Sebagai tenaga administrasi rumah sakit, tugas Senjaya menjalankan alur pembayaran biaya rumah sakit oleh pasien. Mulai dari saat pendaftaran, penanganan, hingga pengobatan selesai dilakukan. Pekerjaannya meliputi penggunaan billing system, menangani administrasi pembayaran hingga berakhir di kasir.
Sembilan tahun menjadi tenaga honor, pada 2007 Senjaya akhirnya diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Di tahun 2009 dia dipercaya menjadi kasir di instalasi rawat inap. Dalam kurun waktu penghujung 2011 hingga Desember 2012, Senjaya memegang amanah Kepala Bagian (Kabag) Keuangan pembantu bendahara.
“Saya juga membantu membuat daftar gaji para PNS yang ada di rumah sakit,” sebut ayah dua anak ini.
Sebagaimana prinsipnya yang menjadikan pekerjaan sebagai sarana ibadah, dalam bekerja Senjaya bukan sekadar memenuhi rutinitas. Di rumah sakit, dia juga berupaya membantu pasien beserta keluarganya untuk mendapatkan pelayanan terbaik. Bahkan tak jarang Senjaya memutus rantai birokrasi yang menurutnya berbelit demi menolong pasien.
“Merupakan kepuasan tersendiri bagi saya bisa bisa membantu mereka, walaupun tidak bisa memberikan uang. Setidaknya saya bisa bantu dengan memberikan informasi yang memudahkan mereka mendapatkan pelayanan,” bebernya.
Hingga kemudian pada Desember 2012, Senjaya dipindahkan menjadi staf pengawasan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim. Latar belakang pendidikan sebagai sarjana ilmu sosial membuatnya dipilih untuk membantu tugas di Bawaslu yang kala itu baru dibentuk. Senjaya pun merasakan benar perjuangan membesarkan Bawaslu dengan segala keterbatasannya waktu itu.
“Pada awal-awal berdiri, Bawaslu kekurangan tenaga. Perlahan kami lengkapi kebutuhannya, khsusunya dalam membangun infrastrukturnya,” urai Senjaya.
Sebagai staf pengawasan, Senjaya ikut membantu dan memfasilitasi para pimpinan Bawaslu dalam hal pengawasan. Di antaranya mendukung penyediaan data-data pengawasan seperti misalnya pemutakhiran data pemilih. Hingga kebutuhan data sepanjang tahapan pemilu yang mencakup masa kampanye maupun masa tenang.
“Dari data-data tersebut, Bawaslu bisa memberikan rekomendasi kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum) bila diperlukan. Misalnya dalam pemutakhiran data pemilih, ada yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan,” jelasnya.
Oktober 2013, Senjaya diangkat menjadi Kepala Sub Bagian (Kasubag) Teknis Penyelenggaraan dan Pengawasan Pemilu (TP3). Juli 2015, dia dilantik menjadi Kasubag Administrasi Bawaslu Kaltim. Hingga di hari terakhir 2016, Senjaya dipercaya merangkap jabatan sebagai pelaksana tugas (Plt) Kepala Sekretariat (Kasek) Bawaslu Kaltim.
“Saya mendapat surat tugas untuk menjadi plt, setelah jabatan kasek sebelumnya tidak diperpanjang. Sampai kasek definitif ditetapkan, saya menjadi plt kasek sekaligus kasubag administrasi,” terang pria yang hobi bermain musik ini.
Sebagai plt kasek, Senjaya punya tugas tambahan dalam hal manajemen setiap kasubag dan pegawai yang ada di Bawaslu. Bukan pekerjaan yang mudah, karena dia juga menjalankan tugasnya sebagai Kasubag Administrasi. Namun karena bekerja adalah ibadah, Senjaya tidak setengah-setengah dalam menjalankan dua pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tersebut.
Berkiprah di Bawaslu sejak lembaga pengawas pemilu ini dibentuk, berbagai suka dan duka sudah dirasakan Senjaya. Saat tahapan pemilihan gubernur 2013 serta pemilu legislatif (Pileg) dan pemilu presiden (Pilpres) 2014, Senjaya kerap menghabiskan waktunya di kantor. Bahkan dia sering tidur di kantor Bawaslu yang waktu itu masih berada di Jalan Basuki Rahmat.
“Karena saya mesti siaga menunggu laporan dari Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) dari masing-masing daerah. Mengumpulkan formulir C1, memindainya, lantas mengirimnya ke pusat,” papar Senjaya.
Tahapan pemilu yang berdekatan tersebut dirasakan benar oleh Senjaya begitu menyita waktunya. Karena formulir C1 yang merupakan hasil rekapitulasi suara tersebut jumlahnya begitu banyak. Dia mesti mengumpulkan C1 dari semua Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ada di Kaltim untuk kemudian menjadikannya kompilasi.
“Jadi saya bersama teman-teman PNS dan tenaga honor sering begadang menyelesaikannya. Belum lagi monitoring pencoblosan. Makanya saya kerja itu bisa pergi pagi, pulang pagi keesokan harinya,” tuturnya.
Senjaya juga tak jarang turun ke lapangan dalam hal pengawasan pemilu. Misalnya saat ada sengketa pemilu di daerah Sempaja, Samarinda, dia ikut dalam penanganannya. Bahkan dia menyegel kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang dianggap bermasalah waktu itu. Buat Senjaya pengalaman ini berkesan karena waktu itu Bawaslu diminta turun langsung dalam hal penanganannya.
“Jadi apa yang saya lakukan sudah seperti yang dilakukan komisioner pengawas pemilu,” kata pria yang menggemari menu bakso ini.
Bagi pria kelahiran Samarinda 46 tahun lalu, pemilu di Kaltim sudah berjalan sesuai aturan. Walaupun ada kejadian-kejadian tertentu, namun jumlahnya tidak signifikan. Maka dari itu peran Bawaslu masih sangat diperlukan untuk semakin meningkatkan kualitas pemilu. Bawaslu menurut Senjaya, menjadi mitra KPU sebagai penyelenggara pemilu.
“Sebagai pengawas, kami bisa memberikan rekomendasi dalam hal pemutakhiran data. Agar hasil yang dicapai dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap) bisa sesuai dengan kenyataan di lapangan. Karena masih banyak kasus di daftar pemilih yang tidak mutakhir. Masih ada ditemukan warga yang sudah meninggal atau sudah pindah tapi tetap masuk DPT, ada juga nama ganda,” bebernya.
Dengan pentingnya peran Bawaslu ini, Senjaya berharap keberadaan Bawaslu di Kaltim dapat disosialisasikan lebih luas. Sehingga secara kelembagaan, tugas dan fungsinya dapat diketahui masyarakat. Karena menurut dia, masih banyak orang yang bingung dan belum mengenal Bawaslu sebagai salah satu penyelenggara pemilu.
“Kami berharap masyarakat bisa menjadi mitra Bawaslu dalam mengawal jalannya pemilu. Salah satunya masyarakat bisa memberikan laporan terkait pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan dalam pemilu,” pungkas Senjaya. (***)
TENTANG SENJAYA
Nama: Senjaya Ibrata SSos
TTL: Samarinda, 30 November 1971
Ortu: Karta (ayah), Fatmah (ibu)
Istri: Mariani
Anak:
- M Rizkiwijaya
- Nasywa
Pendidikan:
- SD Inpres Nomor 028 Samarinda
- SMP PGRI 8 Samarinda
- SMAN 1 Samarinda
- FISIP Universitas Mulawarman Samarinda
Alamat: Jalan P Suryanata Perum Graha Indonesia Blok F Nomor 6 Samarinda
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: