Serial Karang Mumus (04): ATM 2

Ilustrasi(Misman Rsu/net)

 

Sebenarnya masa kecil Mustofa pernah mengalami jeda dari tepian Sungai Karang Mumus. Tak lama sesudah lahir, Kakek Nenek dari pihak ibunya pernah membawa pulang ke Jawa. Waktu itu, Bapaknya Mustofa terkena musibah. Perusahaan Kayu Lapis ternama tempatnya bekerja gulung tikar karena kesulitan pasokan kayu gelondongan.

Bapaknya yang mahsyur di kampung istrinya sebagai orang kaya, malu untuk pulang kampung. Maka untuk menghemat pengeluaran mereka memilih tinggal di tepian Sungai Karang Mumus. Kakek Nenek Mustofa yang prihatin kemudian membujuk untuk membawa Mustofa pulang ke Jawa.

Bapaknya Mustofa kemudian merintis karir wirausaha dengan membuat tempe. Dan tepi Sungai Karang Mumus adalah tempat yang ideal, karena airnya berlimpah. Bertahun-tahun membangun karir akhirnya Bapak Mustofa terkenal sebagai pembuat tempe handal. Tempenya dipasarkan ke seluruh penjuru pasar yang ada di Kota Samarinda, bahkan terkadang dibawa hingga Tenggarong dan Balikpapan.

Di Jawa, Mustofa dikenalkan pada kehidupan sungai. Kakeknya yang tinggal kurang lebih 1 km dari sungai, ternyata tak pernah mandi dan buang hajat di wc dan kamar mandi rumah. Tiap pagi dan sore kakeknya selalu melangkahkan kaki ke sungai untuk buang air besar dan mandi.

Mustofa hafal betul ritual sungai kakeknya. Pertama kakek akan mencari bagian sungai yang dangkal dan beraliran cukup deras. Disitulah kakeknya akan jongkok, membenamkan pantatnya untuk buang air besar. Dan setelah itu akan mencari aliran air yang cukup tenang dan agak dalam, disitulah kakek akan menceburkan diri untuk mandi.

Dari kakeknya, Mustofa belajar berinteraksi dengan sungai dan kemudian ikut kebiasaan kakeknya meski sering kali neneknya tak suka. Mustofa merasa mandi dan buang air besar di sungai kebebasan akan melingkupi dirinya.

Ekonomi keluarga yang kembali membaik, membuat bapak dan mamak Mustofa yang kangen pada buah hatinya meminta kakek neneknya datang kembali ke Samarinda untuk membawa Mustofa. Dan berangkatlah mereka dengan menaiki maskapai yang kerap mengiklankan harga tiketnya gila-gilaan.

Mustofa kembali bertemu bapak dan mamaknya, dia bersuka. Namun yang lebih mengembirakan adalah dia kembali mendapati sungai dan tak perlu berjalan jauh karena sungai kini menempel di beranda belakang rumahnya.

Seminggu sudah kakek nenek berada dirumah bapak dan mamak Mustofa, mereka akan kembali lagi ke Jawa. Dan Mustofa mati-matian menolak ketika hendak diajak pulang kembali ke Jawa.

“Aku mau disini saja, aku sudah punya sungai,” ujar Mustofa lantang.

Kakek neneknya tak kuasa membujuk lagi. Bapak dan mamaknya juga diam saja karena dalam hati mereka bersyukur jika Mustofa lebih memilih tinggal bersama mereka. Hingga akhirnya Kakek neneknya pulang tanpa disertai Mustofa.

*************************

Kini Mustofa tak perlu melangkahkan kaki jauh-jauh untuk menyentuh sungai. Cukup ke belakang rumah dan sungai sudah ada di hadapan mata. Sewaktu-waktu bisa ke sungai tanpa perlu ditemani kakeknya lagi.

Sungainya memang berbeda karena tak ada gemericik air yang menerpa bebatuan. Pasang surutnya juga lain. Di sungai tempat kakeknya, pasang surut tergantung hujan, namun sungai yang mengalir di belakang rumahnya pasang surutnya terpengaruh oleh siklus bulan. Pengaruh pasang surut masuk melalui Sungai Mahakam, dimana Sungai Karang Mumus bermuara.

Apapun sungainya, namun Mustofa selalu menyukai berlama-lama di sungai.

“Mus … Mus… ,” teriakan keras mamaknya selalu membuat dirinya terjaga setiap kali sedang menikmati sungai.

“Aku lagi di ATM mak,” balas Mustofa setiap kali mamaknya berteriak pagi-pagi.

“Kamu ini setiap kali mamak panggil selalu ATM..ATM…, apa maksudnya, bermain di batang saja bilang-bilang ATM,” tanya mamaknya suatu hari lantaran jengkel dengan sahutan Mustofa.

“Ah … mamak juga suka lama-lama di ATM kok,”

“Lama-lama mana, sok tahu kamu.  Mamak nda punya simpanan lagi. Bisnis tempe lesu,”

Ya, bisnis tempe bapaknya Mustofa lesu gara-gara kini semakin banyak yang menyusuri sungai naik perahu. Mereka sering foto-foto dan mengupload di media sosial. Tak sedikit yang bernada provokatif, menyatakan diri tak lagi mau memakan tempe karena kedelai sebelum jadi tempe diayak-ayak dalam air Sungai Karang Mumus.

Menurut para penjual tempe produksi bapaknya Mustofa, pembeli  kini mempunyai ritual baru. Sebelum tanya berapa harga tempe, mereka selalu bertanya “Ini tempe dari mana?”

Para penjual tempe yang juga aktif main facebook tahu kemana arah pertanyaan itu. Jadi para penjual mulai bersilat lidah.

“Tempe dari Wonotirto ini,”

Entah pembeli tahu atau tidak dimana Wonotirto itu. Namun penjual tahu bahwa Wonotirto adalah penghasil tahu dan tempe di daerah Samboja, Kutai Kartanegara. Warga Kelurahan Wonotirto adalah peserta program transmigrasi dari Jawa Tengah. Mereka mengolah tempe dan tahu dengan air yang berasal dari mata air.

“Mak…mamak, berapa banyak simpanan mamak di ATM,”

“Kamu ini sudah dibilang bisnis tempe lesu, masih saja tanya simpanan di ATM,” sahut mamak Mustofa mulai jengkel.

“Habis ya mak nggak tersimpan,”

“Nda ada lagi tahu,” sahut mamak Mustofa makin jengkel.

“Lha iya lah mak kan hanyut,”

“Hah…. kau kira tahi kah hanyut di kali,” kali ini mamak Mustofa sudah kesal.

“Lha memang itu maksudnya mak. Mak tahu kah apa ATM?”

“Ya tahu aja, buku tabungan mamak kan banyak biarpun kosong semua,”

“ATM yang hanyut tadi,” ujar Mustofa berputar kembali.

“Kamu ini apa-apaan sih, dari tadi ATM, hanyut, apa maksudmu,”

“Ini lho mak, ATM kita, Anjungan Tai Mandiri, tempat mamak sering menghanyutkan kekayaan perut pagi-pagi,” ujar Mustofa enteng.

Tak tahan dengan kelakuan anaknya, mamak Mustofa yang sedang mencuci piring didapur, membawa air cucian dalam baskom dan menyiramkannya ke sekujur tubuh Mustofa yang sedang duduk di batang penyangga jamban di belakang rumahnya.

Diguyur air bekas cucian membuat Mustofa malah semakin girang. Kini ada alasan buatnya untuk menceburkan diri ke Sungai Karang Mumus, meski kata orang Banjar, airnya hirang.

Pondok Wira 29/08/2016

@yustinus_esha

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version