Kaltim Green, Yes!
One Man Five Tree, Yes, Yes, Yes!
Dan kemudian dilanjutkan dengan pidato panjang tentang pentingnya menanam pohon, menjaga iklim, memperbaiki lingkungan dan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam yang bisa diperbaharui.
Menyusul kemudian laporan panitia tentang sekian juta pohon yang telah ditanam dengan penekanan bahwa semua itu tidak mengambil uang APBD. Semua murni partisipasi dari publik, masyarakat dan sektor swasta.
Setelah itu kemudian pohon ditanam, ramai difoto dan kemudian diberi pagar. Sebuah spanduk besar juga dipasang untuk memberitahukan bahwa di situ merupakan lokasi penanaman untuk penghijauan kawasan.
Dua minggu kemudian Mustofa melewati lokasi dimana dia dan teman sekolahnya dikerahkan untuk ikut menanam. Terlihat spanduk pemberitahuan penghijauan sudah mulai robek. Pagar pohon yang ditanam oleh beberapa tamu kehormatan mulai juga tidak genap. Daun pohon menguning, dahannya tidak tegak, nampak jelas pepohonan itu kekurangan air.
“Memang begitu nak, kalau upacara tanam pohon pakai sorot kamera,” ucap seseorang yang tiba-tiba berdiri di samping Mustofa seolah tahu kegelisahannya.
“Begitu bagaimana Pak,”
“Ya, yang seperti kamu lihat itu, tak butuh waktu lama semua pohon ini akan kering. Dan bisa jadi beberapa bulan lagi akan ada upacara penanaman di tempat ini kembali,”
“Menurut pidato yang saya dengar sudah jutaan pohon ditanam,”
“Iya jutaan yang ditanam tapi yang hidup dan besar tak pernah dilaporkan,”
Sudah lama Mustofa mendengar tentang reboisasi, penanaman hutan kembali juga program-program lain yang bertujuan menanam pohon untuk memperluas hutan, menambah ruang terbuka hijau, baik untuk keasrian maupun perlindungan lingkungan.
“Lihatlah Nak, kita ini terkenal karena kekayaan keanekaragaman hayati. Kita punya banyak pohon, baik untuk kayu maupun buah-buah. Tapi coba apa yang ditanam disini?”
“Wah saya tidak tahu, disekolah tak ada pelajaran tentang pohon,”
“Ini namanya pohon penghijauan, pohon yang dibenih dan benihnya diperdagangkan untuk kepentingan proyek penghijauan,”
“Yang penting kan hijau dan asri,”
“Bukan begitu Nak, kamu tahu kayu Ulin?”
“Iya saya tahu, itu disana,” jawab Mustofa sambil menunjuk tiang bekas jembatan yang tak diangkat dari sungai.
“Nah, kamu pernah lihat Pohon Ulin?”
“Belum pernah,”
“Itu pohon apa yang dipinggir sungai?”
“Trembesi,”
“Nah, itu kamu lebih tahu pohon asing daripada pohon daerahmu sendiri,”
Dalam hati Mustofa membenarkan apa yang dikatakan orang itu. Mustofa mendengar Ulin, Bengkirai, Meranti dan lain-lain tapi tak pernah melihat pohonnya. Mustofa juga mendengar tentang Angrek Hitam, Kantong Semar tetapi juga belum pernah sekalipun melihat tanamannya.
********************************
Hari ini ada yang berbeda di sekolah Mustofa. Pagi murid-murid tidak masuk ke kelas melainkan dikumpulkan di aula. Meski berdesak-desakan, murid-murid tetap riang gembira, mereka bersuka karena tidak ada pelajaran seperti biasanya.
Di depan banyak, Kakak-Kakak Muda, memakai seragam jaket, nampak gagah dan cantik-cantik. Mereka menebar senyum kepada murid-murid yang ada dihadapannya. Pak Kepala Sekolah membuka kegiatan dengan menyampaikan maksud dan tujuan para siswa dikumpulkan di ruang aula.
“Anak-anak sekalian, hari ini kita kedatangan Kakak Kakak Mahasiswa yang berasal dari Himpunan Mahasiswa Penyayang Tumbuhan dan Binantang. Kakak-kakak ini akan memperkenalkan Sekolah Menanam. Apa itu nanti akan diterangkan oleh kakak-kakak ini,” kata Kepala Sekolah sambil mengajak murid-murid bertepuk tangan.
Kemudian salah satu Kakak Mahasiswa berdiri untuk memperkenalkan dirinya berserta teman-temannya. Dia juga menyampaikan maksud dan tujuan dari kedatangannya.
“Tujuan kedatangan kami ke sini adalah mengajak adik-adik untuk bergabung dan terlibat dalam sekolah menanam,”
Menurut Kakak Mahasiswa sekolah menanam adalah kegiatan untuk memperkenalkan proses menanam mulai dari membibit hingga memastikan tanaman tumbuh. Sekolah menanam juga berisi pemberian pengetahuan tentang pohon dan manfaatnya.
“Siapa yang suka membibit pohon?”
“Mamak saya kak?” jawab mumus spontan.
“Pohon apa yang dibibit,”
“Pohon lombok Kak, mamak suka membuang sisa lombok yang mulai membusuk ke pot di belakang rumah,”
“Kalau kamu suka apa?”
“Saya suka memanjat pohon kak, pohon jambu tetangga,”
Sontak saja murid-murid yang berada dalam aula tertawa mendengar jawaban Mustofa yang tidak sesuai dengan pertanyaan itu.
“Jadi adik-adik, karena sekolah kita berada di lingkungan sungai, maka kita pertama akan mengenali jenis-jenis tanaman asli di sekitar sungai. Setelah itu kita akan mencari buahnya untuk dibibit. Baru kemudian kita akan menanamnya,” terang Kakak Mahasiswa.
“Kak, di bawah rumah saya, di lumpur-lumpur ada banyak bibit pohon,” uajr Bondan.
“Pohon apa dik,”
“Saya tidak tahu kak. Tumbuh bergerombol, batangnya putih dan lurus, daunya lonjong bergerigi dan urat daunnya merah,” terang Bondan.
“Nanti bisa kita lihat dan tentukan itu pohon apa. Tapi urat daun yang berwarna merah menunjukkan bahwa daunnya mempunyai khasiat sebagai anti oksidan,” tanggap Kakak Mahasiswa.
“Anti oksidan itu apa kak?” sambar Mustofa
“Anti oksidan adalah kelompok vitamin, mineral, enzim dan rempah-rempah yang melindungi tubuh dari radikal bebas,” terang Kakak Mahasiswa.
“Nah, kalau radikal bebas kak?” Bondan ikut menyambar.
“Agak sulit ini ya. Tubuh kita kan terdiri dari sel-sel. Radikal bebas itu terbentuk dari proses metabolisme tubuh kita. Nah radikal bebas adalah proses molekul yang tidak stabil, bisa kelebihan, bisa kekurangan. Lalu molekul itu mencuri atau memberi ke molekul lainnya dan merubah susunan kimianya,” terang Kakak Mahasiswa yang membuat murid-murid benar benar tak paham. Saking tak pahamnya tak ada lagi satupun yang menyambar untuk bertanya.
“Nah, adik-adik dari warna kulit, warna daun, bentuk batang dan tanda-tanda fisik lainnya sebenarnya kita bisa mengenali guna atau manfaat sebuah tanaman atau pohon. Nanti kita akan mempelajari itu dalam sekolah menanam,” lanjut Kakak Mahasiswa.
“Jadi siapa yang akan ikut sekolah menanam?”
Dan para murid-murid serempak mengangkat tangan.
“Saya kak, saya kak, saya kak……,”
***
Tidak seperti biasanya, Mustofa bangun cepat di hari Minggu. Air Sungai Karang Mumus sedang pasang sehingga Mustofa langsung menceburkan diri untuk mandi. Karena sisa udara hangat semalam, air sungainya tidak dingin. Segera setelah itu Mustofa berganti baju, bersiap untuk pergi.
Dari tadi mamaknya mengamati, namun Mustofa yang nampak bersemangat itu tak memberitahukan apa-apa soal rencana hari ini. Mamaknya yang kata anak sekarang sering kepo, tak tahan untuk tidak menanyakan kelainan kelakuan anaknya hari ini.
“Mau kemana kamu Mumus, pagi-pagi sudah mandi?”
“Pergi sekolah mak,”
“Apaaaa …..,”
Mustofa cuek saja, karena sudah terbiasa dengan reaksi mamaknya yang seperti itu.
“Kamu nggak ingat hari kah, eling kamu….. ini hari apa?”
“Hari Minggu,”
“Iya makanya, hari Minggu itu hari apa?”
“Hari ke tujuh mak,”
Mamak Mustofa tambah jengkel mendengar tanggapan dari Mustofa yang seolah-olah tak sadar kalau ada yang salah dengan kelakuannya itu.
“Heh …. hari Minggu itu hari libur sekolah,” teriak mamaknya.
“Iya mak, itu sekolah yang biasa. Tapi ini sekolah istimewa,”
Mamak Mustofa tambah tak mengerti. Namun rasa penasaran membuatnya menurunkan tensi suaranya.
“Iya, sekolah istimewa apa?”
“Ini mak sekolah menanam,”
“Sekolah apa itu?”
“Sekolah hidup mak,”
Mamaknya semakin bingung dengan jawaban Mustofa. Tapi kemudian dia tak perduli lagi. Dalam pikiran mamaknya mungkin yang disebut oleh Mustofa sebagai sekolah menanam itu adalah hal baik. Dia tahu persis kebiasaan anaknya, kalau untuk sebuah kebaikan Mustofa akan kelihatan bersemangat.
“Pergi dulu ya mak,” Mustofa pamit sambil mengamit dua potong tempe yang baru digoreng mamaknya.
“Iya, dimana sekolahnya,”
“Di pinggir sungai mak,”
“Terserah kamu, yang penting pulangnya jangan sampai bajumu kotor kayak kerbau masuk kubangan,” pesan mamaknya.
Mustofa berlalu tak lagi menghiraukan pesan mamaknya. Dia juga tak peduli kalau nanti sepulang sekolah menanam mamaknya akan marah-marah lagi. Dalam hati Mustofa berkata “Bagaimana baju akan bersih, wong sungainya saja kotor setengah mati,”
Pondok Wira, 11/09/2016 @yustinus_esha
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: