SAMARINDA – Film Pengkhianatan Gerakan 30 September (G30S) Partai Komunis Indonesia (PKI) benar-benar merupakan rekonstruksi sejarah. Hal ini diungkapkan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dalam nonton bareng (nobar) film tersebut yang bertempat di Samarinda Convention Hall, Sabtu (30/9) kemarin.
“Film ini benar-benar terjadi. Peristiwa dalam film ini benar-benar terjadi,” kata Awang Faroek dalam sesi penguatan ideologi Pancasila sebelum film diputar.
Dia mengakui, memang ada polemik dan pro-kontra terhadap pemutaran film semi-dokumenter ini. Namun begitu dia meyakini film ini sebagai cerminan kejadian kelam yang terjadi di Indonesia pada 52 tahun lalu. Makanya menurut Faroek, tidak semestinya pemutaran kembali film Pengkhianatan G30S/PKI dijadikan polemik oleh sebagian orang.
“Orang-orang yang seperti itu jangan diberikan tempat,” ungkap pria yang pada Desember 2018 bakal mengakhiri jabatannya sebagai gubernur ini.
Karena itu dia menyesalkan tidak adanya perwakilan pelajar SD dan SMP dalam kegiatan nobar yang diprakarsasi Korem 091/Aji Surya Natakesuma ini. Padahal film ini menjadi bahan pelajaran yang baik agar anak-anak mengingat peristiwa sejarah yang merupakan bagian dari perjalanan bangsa. Menurutnya, semua pelajar dari tingkat SD hingga perguruan tinggi mesti tahu tentang G30S/PKI.
“Mengapa pelajar SD dan SMP tidak dihadirkan? Padahal saya tidak pernah menginstruksikan demikian,” sebut Faroek.
Kata dia, kebiadaban PKI yang telah membunuh para jenderal dan membantai warga tak berdosa patut menjadi pembelajaran bagi bangsa. Kekejaman PKI yang jelas-jelas anti pancasila, mesti diketahui setiap warga negara agar tidak terulang lagi di masa datang. Untuk itu dia meminta kepada setiap kepala sekolah di Kaltim untuk kembali mengajarkan pelajaran sejarah.
“Mulai tahun ajaran baru, saya meminta di sekolah-sekolah diajarkan tentang sejarah bangsa ini. Bukan hanya sejarah, pelajaran geografi, bela negara, dan bahaya narkotika juga mesti diajarkan. Perda (peraturan daerah) yang telah dibuat bisa dijadikan dasar hukum,” bebernya.
Faroek pun menyampaikan terima kasih kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang telah mengingatkan kembali akan pengkhianatan G30S/PKI melalui pemutaran film garapan Arifin C Noer ini. Menurutnya, sebagai bangsa yang besar, perlu bagi setiap warga negara untuk mengingat sejarah.
Pernyataan ini diamini Pangdam VI/Mulawarman Mayjen Sonhadji yang hadir dalam nobar. Dalam sambutannya, Sonhadji menyatakan penting untuk mengenang sejarah salah satunya peristiwa G30S/PKI. Sebagaimana kata Presiden RI pertama Soekarno lewat jargonnya yang dikenal dengan akronim “Jas Merah”, kepanjangan dari “Jangan sekali-kali melupakan sejarah.”
“Agar terjadi ketersambungan sejarah dari generasi ke generasi. Setelah memahami sejarah, diharapkan dapat mewarisi nilai-nilai kebangsaan dari perjuangan para pahlawan,” ungkap Sonhadji.
Dia pun mengingatkan agar setiap warga negara dapat waspada pada segala bentuk ancaman. Jangan sampai terjadi adu domba. Kejadian-kejadian kelam di masa lalu jangan sampai terulang kembali di masa sekarang. Dalam hal ini, mesti tercipta kekompakan di antara setiap instansi pemerintah, khususnya antara Pemprov Kaltim dengan TNI dan Polri.
“Harapan saya dari pemutaran film ini, dapat mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur demi membela bangsa dan tanah air,” tuturnya.
Kegiatan nobar ini digelar atas kerja sama antara Korem 091/ASN dengan Pemprov Kaltim. Para pesertanya terdiri dari ratusan lebih perwakilan pelajar SMA/sederajat dan perguruan tinggi serta pondok pesantren yang ada di Kota Tepian.
Kegiatan ini juga dihadiri instansi-instansi pemerintah baik di lingkup Pemkot Samarinda maupun Pemprov Kaltim. Serta organisasi dan elemen-elemen masyarakat Kaltim. Samarinda Convention Hall yang berkapasitas empat ribu kursi pun jadi penuh sesak. Baik di dua tribun atas maupun di lantai dasar, semua tempat duduk terisi penuh.
Meski dimulai sekira pukul 09.00 Wita, film Pengkhianatan G30S/PKI baru diputar sekira pukul 11.00 Wita dan lampu dipadamkan. Setelah sebelumnya diisi dengan pertunjukkan baris-berbaris dari anak-anak TK Kartika, sambutan pangdam, sosialisasi bahaya narkoba, motivasi kebangsaan, serta penguatan ideologi pancasila dari gubernur.
Selain monitor convention center, panitia juga menyediakan dua layar tambahan masing-masing di sisi kanan dan kiri agar peserta di tribun atas dapat menyaksikan denga jelas. Sayangnya, dari pantauan media ini, layar di sisi kiri monitor convention center kerap mati dan beberapa kali diperbaiki panitia.
CAHAYA DI GUGUR BUNGA
Kejadian menarik terjadi ketika film berakhir dan menyisakan kredit film dengan latar lagu Gugur Bunga. Dalam kondisi lampu yang masih padam, secara serentak para pelajar dan peserta nobar menyalakan senter pada ponsel mereka masing-masing seraya melambaikannya. Cahaya-cahaya putih layaknya lilin pun tampak indah berpadu lantunan lagu gubahan Ismail Marzuki tersebut.
Suasana tenang berubah kemeriahan tatkala film dimatikan dan lampu kembali dinyalakan. Pasalnya, panitia menyediakan beragam door prize menarik, dengan hadiah utama lima sepeda motor. Para peserta pun mesti menahan diri untuk beranjak dari tempat duduknya untuk memastikan nomor kuponnya sesuai dengan yang dibacakan.
Pemutaran film ini sendiri mendapat tanggapan positif dari para pelajar yang menyaksikannya. Putri misalnya, pelajar salah satu SMA di Samarinda ini mengaku senang. Menurutnya film ini memberikannya pengetahuan tentang peristiwa G30S/PKI yang sebelumnya tidak dia ketahui. “Film ini membuat saya mengenang perjuangan para pahlawan dalam membela negara,” ujarnya. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: