Salah satu kekhasan Samarinda adalah pasar malam. Pasar kaget di beberapa ruas jalan yang buka seminggu sekali dari sore hingga malam hari. Di pasar ini dijual aneka sayuran, buah dan makanan yang mungkin saja tidak ditemui di tempat lain. Mulai jam 3-4 sore biasanya para pedagang yang datang dengan gerobak ditarik motor atau mobil bak terbuka telah mempersiapkan barang dagangannya. Namun saat teramai adalah setelah kumandang adzan Magrib usai.
Mustofa, Bondan dan teman-teman sepermainan lainnya selalu riang menyambut hari pasar yang jatuh pada hari Kamis di gang tak jauh dari rumah mereka. Sore-sore mereka sudah mandi dan kemudian memakai baju rapi-rapi. Ya, pasar malam memang menjadi tempat untuk JJS, jalan-jalan sore. Untuk mereka yang sudah lebih besar, pasar malam juga kesempatan untuk tebar pesona, cuci mata, siapa tahu ada yang nyangkut di hati. Pasar malam bukan hanya tempat transaksi, melainkan ruang perjumpaan, sosialisasi dan saling sapa serta cerita antar tetangga.
Mustofa dan teman-temannya paling suka pergi ke penjual mainan jadul, penjual binatang seperti anak ayam yang dicat, penjual keong hias dan aneka jenis ikan. Mereka akan duduk berkumpul mengelilingi penjualnya, lama dan tak tentu berakhir dengan salah satu yang membeli. Umumnya mereka pulang tetap dengan tangan kosong.
“Itu di sana,” ujar Bondan menunjuk pedagang ikan hias yang lapaknya telah berpindah.
Rombongan Mustofa dan teman-temannya lalu berjalan ke arah pedagang ikan hias itu. Ikan yang dijualnya kali ini juga lain, banyak ikan hias yang berasal dari sungai. Yang Mustofa kenal adalah Ikan Sepat, ikan yang bentuknya pipih dan bergerak tenang dalam air.
Namun ada satu jenis ikan yang menarik perhatian mereka, ikan panjang dengan rahang bawah yang runcing dan lebih panjang dari rahang atasnya. Badannya silindris seperti pipa dan ada sisik di kepala.
“Ikan apa ini om,” tanya Mustofa
“Ikan Julung-Julung,”
“Dari mana ini asalnya om?”
“Ikan sungai?”
“Iya kah om, kok nda ada di Sungai Karang Mumus?”
“Dulu ada tapi sekarang sudah hilang,”
“Hilang kemana om,”
“Coba kamu tanya sama ikan ini, siapa tahu mereka tahu,” ujar Om pedagang ikan bergurau.
“Makanannya apa ini om,”
“Larva nyamuk,”
Ah, Mustofa pusing dengan jawaban pedagang ikan.
“Bondan, ingat nama ikan itu nanti kita tanya ke guru di sekolah,”
Dan seperti biasa, kalau ada simpanan pertanyaan dari rumah, Mustofa pagi-pagi sudah membuat gurunya gelagapan dengan pertanyaan yang tidak ada hubungan dengan pelajaran saat itu. Begitu Guru selesai mengucapkan salam dan mengajak murid-muridnya untuk mengeluarkan buku pelajaran, tangan Mustofa sudah diangkat.
“Kenapa Mumus, mau minta ijin ke wc kah?” ujar Guru yang hafal dengan kelakuan Mustofa karena sering minta ijin ke WC meski pelajaran belum lama.
“Tidak, saya ingin tanya?”
“Tanya apa?”
“Ikan Julung Julung, itu ikan apa. Lalu dulu adakah di Sungai Karang Mumus?”
Dan beruntung Guru Mustofa tahu jenis ikan karena kegemarannya memelihara berbagai jenis ikan tawar. Menurutnya Ikan Julung Julung adalah ikan yang pada saat tertentu suka berkumpul di permukaan air dan kadang meloncat.
“Ikan ini suka bergerombol dan suka hidup di air yang bagus, air yang ph nya tinggi antara 7.0 sampai 8.0,” terang Guru.
Mustofa dan teman-temannya pura-pura tahu apa itu ph.
“Bisa dimakankah?” tanya Bondan yang memang gemar makan ikan.
“Bisa, kandungan vitaminnya cukup tinggi,”
“Lalu guna ikan ini apa?” kali ini Mustofa bertanya soal jasa ekologis ikan itu.
“Ya tadi, bisa dimakan, bisa dipelihara jadi ikan hias, tapi yang paling penting ikan ini bisa jadi bio indikator,”
“Apa itu bio indikator guru?” tanya Mustofa lagi.
“Penanda alam, ikan ini bisa jadi penanda apakah lingkungan tempat tinggalnya masih baik atau tidak?”
Tahu murid-muridnya tidak paham kemudian guru menerangkan dengan memberikan contoh.
“Contohnya misalnya kalau ada Capung itu tandanya udara masih cukup bersih,”
Kemudian guru melanjutkan kalau di sungai masih ada Ikan Julung Julung berarti airnya masih bagus, kadar. Jadi kalau diukur ph nya tidak tinggi tidak rencah. Yang disebut dengan ph adalah konsentrasi ion hidrogen yang terlarut dalam air.
“Kalau ph rendah berarti asam, kalau ph tinggi berarti basa atau alkali,”
“Tadi guru bilang ph 7 sampai 8 itu artinya apa?”
“Ukuran ph itu dari 0,0 sampai 14,00. Nah 7,0 – 8,0 dianggap netral jadi air tidak asam dan tidak basa,”
Mustofa pernah membaca cuplikan berita tentang hasil pengukuran Sungai Karang Mumus yang ph-nya berkisar 3,0 – 4,0. Jadi airnya asam dan berbahaya untuk lingkungan.
“Kalau Sungai Karang Mumus bagaimana guru?” tanya Mustofa.
“Ya kamu kan bisa lihat sendiri. Dulu ada banyak Ikan Julung Julung tapi sekarang hilang sudah. Itu artinya air Sungai Karang Mumus sudah tidak sehat atau tak memenuhi syarat untuk Ikan Julung Julung,”terang guru.
Mustofa ingat percakapannya dengan pedagang ikan hias di pasar malam. Tentang Ikan Julung Julung yang menghilang dari Sungai Karang Mumus. Entah menghilang kemana. Dan memang banyak yang menghilang dari Sungai Karang Mumus karena menurunnya kwalitas lingkungannya yang berdampak besar pada airnya. Sungai Karang Mumus seharusnya menjadi air kehidupan, tapi kini menjadi air kematian, salah satunya bagi Ikan Julung Julung.
“Guru bagaimana Ikan Julung Julung bisa kembali lagi ke Sungai Karang Mumus?”
“Ya gampang saja, sehatkan kembali sungai, jaga dan kemudian rawat,”
“Kok gampang”
“Iya kan gampang diucapkan,”
“Oh begitu ya guru, sayangnya menyehatkan, merawat dan menjaga tak bisa hanya dengan kata-kata, meski itu kata seorang ahli sekalipun atau bahkan penguasa,” ujar Bondan.
“Dan sayangnya lagi para ahli dan penguasa, memang hanya gemar berkata-kata. Saya dukung, saya peduli, itu saja,” sambar Bondan seolah-olah paham apa yang diucapkannya.
Bel tanda pengantian jam pelajaran telah berbunyi. Dan hari ini guru tak memberikan pelajaran yang sudah disiapkannya dari semalam. Namun guru itu mahfum, sebab pendidikan memang bukan sekedar apa yang ada di kurikulum, melainkan tentang bagaimana siswa mengenali dan paham ruang kehidupannya. Pendidikan yang menjauhkan murid murid dari lingkungannya hanya akan melahirkan orang-orang yang barangkali pintar pelajaran tapi tak peduli pada kehidupan dan lingkungan kesekitarannya.
Pondok Wira, 14/09/2016 @yustinus_esha
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: