Otorita IKN masih melakukan kajian terkait jabatan administrasi kewilayahan pada ibu kota negara baru. Namun yang pasti, tidak akan meniru kelembagaan dari ibu kota negara sebelumnya, yaitu Jakarta.
bontangpost.id – Tak ada lagi jabatan wali kota di wilayah administratif Ibu Kota Nusantara (IKN) seperti yang ada di Jakarta saat ini. Untuk diketahui, pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayahnya dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi. Dipimpin wali kota atau bupati yang diangkat gubernur atas pertimbangan DPRD DKI Jakarta dari PNS, yang memenuhi persyaratan.
Dalam melaksanakan tugasnya, dibantu seorang wakil wali kota atau wakil bupati, yang juga diangkat dari PNS yang memenuhi persyaratan.
Diani Sadiawati selaku Staf Khusus Kepala Otorita IKN Bidang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan mengungkapkan, sesuai arahan presiden, IKN harus menjadi sesuatu yang unik. Namun sejauh ini, mengenai kelembagaan pemerintah daerah khusus (pemdasus) IKN, disebutnya masih dalam pembahasan antara Otorita IKN dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
“Kemungkinan kita tak lagi mengikuti yang sebelumnya. Misalnya ada wali kota, tapi namanya masih kami cari seperti apa. Esensinya sebenarnya sama, cuma karakter dari Otorita IKN ini harus melayani dengan cepat,” katanya kepada Kaltim Post, kemarin (7/8). Dia menambahkan, wilayah administrasi IKN, tampaknya akan memiliki kepala kewilayahan masing-masing. Berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), ada 9 Wilayah Perencanaan (WP) di dalam IKN. Yaitu WP1 Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), WP2 IKN Barat, WP3 IKN Selatan, WP4 IKN Timur-1, WP5 IKN Timur-2, WP6 IKN Utara, WP7 Simpang Samboja, WP8 Kuala Samboja, dan WP9 Muara Jawa. “Tapi namanya, saya belum tahu. Masih didiskusikan,” ucapnya.
Selain itu, salah satu pokok perubahan yang diusulkan dalam revisi UU IKN adalah pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) Pratama di Otorita IKN, yang dapat diisi oleh non-PNS. Hal ini, pun dapat berdampak pada pengisian jabatan di bawahnya, termasuk kepala wilayah di IKN yang tak menutup kemungkinan juga dapat diisi oleh non-PNS.
“Nanti kita lihat. Karena tentunya yang namanya kepala wilayah itu harus tahu birokrasi. Dan pengalaman dalam mengelola masyarakat. Biasanya dari pemerintahan. Tapi bukan berarti dari luar pemerintah tidak bisa. Tentu akan ada suatu seleksi kepala wilayah yang akan diangkat oleh kepala Otorita. Karena karakter kepala wilayah di pemdasus ini pasti akan beda. Pelayanan publik sudah berbasis teknologi informasi,” ungkapnya.
Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN Thomas Umbu Pati Tena Bolodadi menambahkan, bentuk pemerintahan di IKN masih dalam tahapan kajian. Hanya saja, dia memastikan tidak akan meniru bentuk administratif yang ada di Jakarta saat ini. “Ada beberapa yang belum kami publish karena masih dalam kajian. Ada beberapa yang masih kami dalami, sesuai dengan kebutuhan seperti apa. Kalau pak presiden mengarahkan ke kami, ada sesuatu yang berbeda,” ujarnya
Mengenai peluang non-PNS untuk mengisi jabatan kepala wilayah di IKN, disebutnya masih menunggu penetapan bentuk pemerintahan di IKN. Termasuk revisi UU IKN yang saat ini bergulir. Di mana salah satu pasal yang dimasukkan adalah mengenai JPT pratama bisa diisi non-PNS. Karena Otorita IKN sudah merekrut melalui proses lelang jabatan direktur dan kepala biro. Tapi tidak bisa dilantik karena terkendala landasan hukum yang belum ada. Jika sudah disahkan revisi UU IKN, maka itu menjadi dasar hukumnya.
“Saat ini, kita masih dinamis. Dan kita masih melakukan penyesuaian-penyesuaian. Yang masih kurang akan kita lengkapi. Nanti bentuk pemerintahan seperti apa, akan kita tetapkan dulu. Baru kita bicara kelembagaannya seperti apa. Karena bicara manajemen pemerintahan, kita bicara menyangkut kelembagaan, keuangan, dan kewenangan,” kata Thomas. Sebelumnya, sejumlah tokoh di Kaltim memberikan usulan menyusul draf revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang disampaikan Presiden Joko Widodo.
Revisi UU IKN itu disebut-sebut menitikberatkan tiga poin, mulai perihal pertanahan, kewenangan lembaga yang diperbaiki, hingga penyempurnaan pendanaan serta pembiayaan. Itu yang kemudian memantik sejumlah pihak untuk bisa kembali berjuang agar IKN nantinya akan lebih baik lagi mengakomodasi kepentingan masyarakat di Kaltim.
“Sebelum revisi UU IKN itu disahkan, kami ingin sejumlah poin ikut menjadi perhatian pemerintah pusat. Agar IKN nantinya bisa dikelola secara tepat dan masyarakat Kaltim mampu merasakan dampak pembangunan, bukan karena efek berganda karena ada sebuah pembangunan IKN, namun benar-benar by design dengan dukungan anggaran,” ungkap Ketua Umum Majelis Rakyat Kalimantan Timur Berdaulat (MRKTB) Mohammad Djailani. Ketua Dewan Pakar MRKTB Aji Sofyan Effendi menambahkan, dalam draf revisi UU IKN, pihaknya menegaskan, sistem pemerintahan daerah, UU IKN tidak boleh juga menabrak UU Pemerintahan Daerah. Karena status UU tersebut belum dicabut.
“Konsep lex spesialis dalam IKN jangan diartikan sebagai kebijakan yang menghalalkan semua cara dengan menabrak UU sebelumnya demi terbangunnya IKN. Karena itu, UU IKN ini dalam Pasal 5 harus ‘dikawinkan’ dengan UU UU Nomor 23 Tahun 2013 tentang Pemerintahan Daerah,” terangnya. Usulan itu, lanjut dia, karena tidak ada dalam sejarah pemerintahan di dunia bahwa penyelenggaraan pemerintah daerah ibu kota adalah seorang ketua otorita, yang sifatnya ad hoc. Selain itu, ketua Badan Otorita disebut sebaiknya bukan menjalankan pemerintahan tapi berfungsi sebagai pimpinan untuk menyelesaikan seluruh proyek fisik IKN sampai tuntas.
“Gubernur daerah khusus IKN tetap bisa berdampingan dengan kepala Badan Otorita karena tupoksi-nya memang berbeda,” ucap Aji. (riz)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: