Disiplin menjadi kunci utama bagi Syarifuddin dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan. Sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim ini telah membuktikan bahwa dengan disiplin, dia bisa mencapai posisinya saat ini sebagai pejabat eselon II yang awalnya tiada pernah disangka.
LUKMAN MAULANA, Samarinda
Berasal dari keluarga kurang mampu membuat Syarifuddin Rusli sudah akrab dengan kerja keras sejak masa kanak-kanak. Pria yang akrab dipanggil Ambi ini mengisahkan, sejak di bangku sekolah dasar, dia sudah ikut membantu orang tuanya mencari nafkah untuk bisa bertahan hidup. Tepatnya sejak duduk di kelas V SD, Ambi sudah bekerja menjadi pelayan di sebuah toko kelontong.
“Sejak itu saya sudah membiayai sekolah saya sendiri. Bahkan biaya untuk saya khitan, dibantu dari pemilik toko tempat saya bekerja,” kenang Ambi saat ditemui Metro Samarinda (Kaltim Post Group), Rabu (3/5) kemarin.
Kegiatan Ambi dalam mencari uang terus dilakoninya hingga di bangku sekolah menengah. Saat duduk di kelas 2 Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP, setara SMP), Ambi beralih kerja dengan berjualan es di pelabuhan. Hal ini dilakukannya hingga duduk di bangku kelas 2 SMEA. Dia juga membantu sang ibu membuat pisang goreng untuk tambahan penghasilan keluarga.
“Yang menjual tetap ibu saya. Saya membantu dengan menumbuk beras, menjadikannya tepung untuk pisang goreng,” urainya.
Walau Ambi sudah bisa mencari uang sendiri, namun sang ayah selalu menekankan padanya untuk tetap bersekolah. Bahkan ayahnya sempat tidak setuju ketika mengetahui Ambi berjualan di pelabuhan. Karena mengkhawatirkan pendidikan Ambi bisa terganggu. Rupanya meski hanya berprofesi sebagai tukang bubut di bengkel, ayah Ambi begitu memedulikan pendidikan anak-anaknya.
“Ayah saya orangnya disiplin. Dia mengajarkan kepada saya dan saudara-saudara saya untuk selalu disiplin dalam belajar dan bekerja. Kata beliau, walaupun hidup tidak punya uang, harus tetap sekolah dan disiplin. Ayah bilang akan memukuli saya kalau saya tidak sekolah,” beber anak kelima dari 17 bersaudara ini.
Nasihat sang ayah inilah yang terus dipegang Ambi dan menjadi motivasi baginya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Makanya selepas lulus SMEA, Ambi mengikuti ujian masuk Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Samarinda. Karena sebagai sekolah ikatan dinas, APDN memungkinkannya kuliah tanpa mengeluarkan biaya.
“Karena kalau kuliah di universitas lain waktu itu saya tidak mampu, tidak ada biaya. Kata ayah, kalau bisa kuliah yang dibiayai pemerintah,” sebut Ambi.
Namun waktu itu dia tidak berharap banyak bisa diterima masuk di APDN. Karena menurutnya, yang bisa kuliah di APDN hanya anak-anak dengan tingkat kecerdasan tinggi atau mereka yang memiliki koneksi dengan pejabat. Sementara Ambi kala itu tidak memiliki keduanya. Akan tetapi dia meyakini kalau dugaannya itu salah. Terbukti, di luar dugaan Ambi berhasil lolos dalam ujian masuk APDN tersebut.
“Saya tidak percaya bisa diterima di APDN. Rasanya waktu itu kaki tidak menginjak tanah. Saking tidak percayanya, saya sampai 10 kali melihat papan pengumuman yang menyatakan saya lulus. Saya lihat terus sampai malam,” ungkapnya.
Rupanya Tuhan membuktikan bahwa dugaan Ambi sebelumnya tentang APDN salah. Ambi malah berhasil lolos menyingkirkan ratusan lebih pendaftar kala itu. Kebahagiaan pun perlahan menghampiri Ambi karena dia tidak perlu lagi memikirkan biaya untuk kuliah. Malahan dia mendapat bayaran selama menuntut ilmu di APDN.
“Karena ikatan dinas, per bulan saya mendapat uang Rp 22 ribu. Waktu itu tahun 1979,” tambah ayah tiga anak ini.
Selain di APDN, sebenarnya Ambi juga mendapat ajakan dari temannya untuk bergabung di kepolisian. Apalagi waktu itu kebutuhan akan polisi terbilang banyak. Namun Ambi tidak menerima ajakan tersebut dan memilih untuk mengikuti pendidikan di APDN.
Setelah tiga tahun menempuh pendidikan, Ambi lulus dari APDN dan langsung bekerja di pemerintahan. Dia pertama kali bekerja sebagai aparat pemerintah di tahun 1982 sebagai staf di Biro Sarana Ekonomi di Kantor Gubernur Kaltim. Namun taraf kehidupannya kala itu belum membaik. Dengan honor Rp 30 ribu per bulan, Ambi harus pintar-pintar dalam mengatur keuangan.
“Saya waktu itu hanya punya baju putih dua lembar dan celana dua lembar yang saya gunakan untuk bekerja. Untuk menghemat, saya berjalan kaki dari Jalan Jelawat hingga ke kantor biro yang waktu itu berada di Jalan Basuki Rahmat,” terangnya.
Meski hidup dalam keterbatasan, kinerja Ambi tetap berjalan maksimal. Pelajaran disiplin dari sang ayah dan ketika kuliah di APDN dibawanya hingga ke dunia kerja. Makanya Ambi selalu datang paling awal berada di kantornya. Sejak pagi pukul 07.00 Wita, Ambi sudah tiba di kantor bahkan mendahului penjaga kantor. Sehingga dia sempat diberi julukan “wakar” oleh rekan-rekannya.
“Saya digelari wakar karena saya yang duluan membuka pagar ketimbang penjaga kantor. Sejak tahun 1982 sampai sekarang, saya tidak pernah terlambat datang ke kantor. Kecuali saya sedang sakit atau sedang dinas keluar kota,” kisah Ambi.
Suami dari Lili Suprianiwati ini meyakini benar bahwa kedisiplinan merupakan kunci menuju kesuksesan. Selain itu, dia menerapkan disiplin dalam bekerja sebagai bentuk syukur pada Tuhan Yang Maha Esa. Yaitu wujud syukur atas rahmat yang diberikan Tuhan sehingga Ambi bisa mendapatkan pekerjaan yang baik.
“Ungkapan syukur ini dengan bekerja sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Bekerja sesuai peraturan yang ada,” kata dia.
Karena patuh pada peraturan inilah, membuatnya tidak disenangi pimpinannya. Ambi sempat beberapa kali dipindahkan dari satu instansi ke instansi lainnya di Pemprov Kaltim. Dia mencatat sudah tiga kali menjabat kepala sub bagian dan tujuh kali menjabat kepala bagian di instansi yang berbeda. Hingga sejak 2013, dia naik jabatan eselon II dan dipercaya menjadi sekretaris di KPU Kaltim.
“Saya selalu berusaha taat pada peraturan. Dianggap nyeleneh atau dicela bukan masalah buat saya. Saya akan menolak bila diminta melanggar peraturan oleh pimpinan saya. Tidak serta merta menolak, saya berikan alternatif lain yang bisa diambil. Bukan saya membangkang, tapi saya berhati-hati. Jangan dipaksakan melanggar aturan,” papar Ambi yang Juli mendatang genap berusia 58 tahun ini. (bersambung)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: