SANGATTA- Tiga prioritas utama Pemkab Kutim ialah listrik, air bersih, dan infrastruktur. Khusus listrik, Bupati Ismunandar menargetkan akan tercapai seratus persen elektrifikasi pada tahun 2020. Bukan untuk kecamatan, akan tetapi menyebar hingga pelosok desa. Mulai dari perkotaan hingga pedesaan. “Pada 2020 nanti, seluruh desa sudah terang selama 24 jam,” ujar Ismunandar.
Menurut data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Kutim yang disaring dalam buku ekspos Hasil Pembangunan Kutim, jumlah Kepala Keluarga (KK) yang teraliri listrik pada 2017 telah mencapai 84.704 KK. Adapun sumber listrik tersebut dari PLN dan non PLN. Rasio ketersediaan listrik pada 2017 adalah 0,65 persen dari total kebutuhan listrik secara keseluruhan.
Persentase rumah tangga pengguna listrik mengalami peningkatan dari 80,09 persen pada 2016 menjadi 88,05 persen di tahun 2017. Dari 18 kecamatan, yang menikmati listrik seratus persen baru dua kecamatan, yakni, Sangatta Utara dan Kongbeng. Lainnya, rata-rata 80-90 persen. Sedangkan di Busang dan Sandaran baru 50-60 persen.
Agar terpenuhi secara keseluruhan, diperlukan sekira 86,58 Mega Watt (MW). Sedangkan Kutim saat ini diperkirakan hanya memiliki ketersediaan daya listrik 56,50 MW. Artinya, masih membutuhkan 30,08 MW.
Hanya saja kendalanya, tak semua desa bisa disetrum dari PLN. Untuk menyiasati hal itu ialah dengan cara listrik komunal. “Tidak mungkin PLN yang umumnya berada di ibu kota kecamatan memasang jaringan melalui hutan untuk menjangkau desa terpencil tersebut. Sehingga listrik komunal perlu dikembangkan lebih banyak lagi,” katanya.
Terwujudnya listrik komunal perlu peran semua pihak. Salah satunya perusahaan. Baik pertambangan maupun perkebunan. Sisa listrik perusahaan bisa dibagikan kepada masyarakat terdekat. “Peran stakeholder yang beroperasi di lingkaran permukiman warga dapat membantu pasokan listrik di masyarakat,” pintanya.
Listrik komunal seperti yang diterapkan di Desa Tepian Terap, Kecamatan Sangkulirang. Listrik komunal ini tidak menggunakan tenaga surya, akan tetapi mengandalkan tenaga air dengan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
PLTMH yang dikembangkan di sana berkapasitas 54 Kilo Watt (KW) yang bisa dinikmati 200 keluarga. Kades Desa Tepian Terap, Feliks Tintamanis menuturkan saat ini pihaknya tak lagi mengandalkan genset yang memakan biaya operasional cukup tinggi. “PLTMH memanfaatkan derasnya aliran air sungai Tepian Terap untuk menjadi sumber listrik masyarakat. Saat ini, PLTMH Tepian Terap memiliki kapasitas listrik 54 KW untuk menerangi 200 keluarga selama 24 jam,” kata Kades Feliks Tintamanis.
Pengelolaannya sama seperti berlangganan PLN, dengan sistem iuran yang ditentukan melalui jumlah pemakaian listrik dalam satu bulan. Listrik dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). “Sama seperti berlangganan PLN, setiap rumah dipasangi alat penghitung jumlah pemakaian listrik. Iurannya, Rp 70 ribu dikali jumlah pemakaian. Besarnya iuran sudah mencakup biaya perawatan pembangkit dan upah tenaga penagih iuran,” katanya.
Bupati Ismunandar menuturkan, PLTMH merupakan salah satu alternatif listrik masyarakat di wilayah Kutim yang sangat luas. Terutama bagi mereka yang bermukim di desa terpencil. PLTMH Tepian Terap merupakan listrik komunal kedua setelah PLTS di Pulau Miang. “Seluruh desa bisa memanfaatkan potensi yang ada di desa mereka untuk dikembangkan menjadi sumber listrik. Selain di Tepian Terap, ada pula potensi listrik serupa di Desa Mandu Dalam. Di desa tersebut ada air terjun. Begitu juga desa-desa lainnya,” katanya. (dy/adv)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: