SAMARINDA – Polemik kepemilikan lahan sebanyak 70 hektare yang difungsikan untuk pembangunan rumah sebanyak 2.700 unit di Loa Bakung Sungai Kunjang Samarinda masih terus bergulir. Namun, lahan yang berstatus milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim itu sudah ditempati masyarakat.
Kasus yang sudah bergulir sejak 2015 lalu itu mendapat tanggapan dari Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Edy Kurniawan. Ia berpendapat, harus ada langkah yang diambil pemprov untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga pengurusan Hak Guna Bangunan (HGB) tidak menyulitkan masyarakat.
Bersama anggota dewan di Karang Paci, sebutan DPRD Kaltim, Edy meminta pemprov segera mengonsultasikannya pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tujuannya agar sejumlah kebijakan bisa segera diambil.
“Kalau tidak segera diselesaikan ini akan menjadi masalah sosial. Kami masih mencari solusinya. Paling gampang itu jual beli,” kata Edy, Selasa (20/3) kemarin.
Menurutnya, penjualan tanah mungkin saja dilakukan dengan sistem Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Namun sistem penjualan melalui NJOP, kata Edy, bukan perkara mudah. Alasannya belum tentu disepakati masyarakat sebagai pemilik bangunan. “Kebijakan itu bisa ditolak masyarakat. Karena mereka sudah pernah membeli bangunannya,” lanjut dia.
Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu menuturkan, opsi lain pernah mencuat yakni tanah dihibahkan pada masyarakat. “Tapi ini juga belum tentu bisa terlaksana dengan mudah. Hibah harus pada lembaga atau yayasan, bukan pada perorangan,” katanya.
Karena itu, sebut dia, bukan hanya konsultasi pada Mendagri yang harus dilakukan Pemprov Kaltim. Tapi juga harus ada pertemuan lanjutan dengan masyarakat. “Untuk itu kami akan panggil lagi pemprov dan masyarakat. Kami juga akan libatkan Badan Pertanahan Nasional,” terangnya.
Diwartakan, pada 1990 rumah di lokasi tersebut dibangun untuk Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Kaltim. Namun seiring berjalannya waktu, pemerintah menunjuk sebuah real estate untuk menjualnya melalui sistem Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
Celakanya, rumah yang dibeli warga ternyata tidak disertai dengan hak kepemilikan tanah. Karena itu masalah mencuat ketika masyarakat mengurus HGB. Sebab lahan masih berstatus milik Pemprov Kaltim. Sehingga menyulitkan masyarakat mengurus HGB pada pemerintah.
Sebelumnya dalam sebuah reses yang dilakukan anggota DPRD Kaltim, Yakob Manika, masyarakat sebagai pemilik bangunan mengeluhkan persoalan tersebut. Sehingga wakil rakyat berinisiatif menyelesaikannya. Gayung bersambut, di DPRD ternyata terungkap fakta tersebut.
Perubahan HGB menjadi hak milik terhadap tanah dan bangunan berbuntut panjang. Pasalnya perubahan kepemilikan tersebut tak semudah membalikkan telapak tangan. Maka dari itu opsi konsultasi pada Kemendagri dan kementerian terkait jadi langkah jitu bagi pemprov. Harapannya setelah kebijakan bergulir, pemerintah tidak dianggap melabrak aturan. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: