SANGATTA – Laporan kasus dugaan pemalsuan berkas yang dilakukan oleh dua anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kutai Timur (Kutim) bergelinding bagai bola liar. Sebab, seperti halnya Harajatang dan Ulfa Jamilatul Farida, selaku pihak terlapor hingga kemarin, belum ada satupun yang angkat bicara prihal kasus yang dialamatkan terhadapnya.
baca juga: DITUDING MELAKUKAN PEMALSUAN BERKAS ,KOMISIONER KPU KUTIM DIPOLISIKAN
Terlebih lagi, dari pihak penyidik Satreskrim Polres Kutim juga belum menentukan sikap terkait permasalahan tersebut. Penyidik beralasan, pihaknya tidak ingin terburu-buru memutuskan sebuah perkara. Karenanya, pihaknya masih perlu mempelajari data-data yang dilaporkan.
Hal senada juga dikatakan Kapolres Kutim AKBP Rino Eko ditemui di Mapolres Kutim usai melaksanakan solat Jumat, kemarin. Menurutnya, masalah tersebut baru diterima pihaknya, Rabu (11/1) lalu. Begitu juga dengan data yang diserahkan Ahmad Ajmi (43), selaku pihak pelapor.
“Nanti kami akan pelajari dulu permasalahannya, harus berdasarkan aturan, harus praduga tak bersalah dulu, pelanggarannya dimana. Kami pelajari dulu lah, saya tidak bisa bicara banyak, karena baru dua hari lalu laporannya dilimpahkan ke Polres,” kata Kapolres.
Sambungnya, untuk dapat menaikan sebuah perkara ke tingkap penyidikan haruslah jelas duduk perkaranya, termasuk barang bukti penunjangnya. Karena dari situlah sebuah perkara dapat diputusukan masuk kasus pidana atau tidak.
“Nanti akan kami lihat, apakah kasus itu termasuk kategori pelanggaran atau memang merupakan sebuah tindak pidana, karena kami juga belum mengetahui,” ucapnya.
Selain itu, katanya, penyidik juga perlu menghimpun keterangan yang lebih mendalam lagi dari pihak pelapor. Begitu juga dari pihak terlapor, kemungkinan akan dipanggil untuk dimintai keterangan dan memberikan klarifikasi atas perkara yang dilaporkan.
“Tentunya yang membuat laporan, maupun yang dilaporkan, nanti akan kami panggil untuk dimintai keterangan. Kami akan klarifikasi semuanya dan apa saja permasalahan yang ada. Cuman kapan itu, kami tunggu dari penyidik,” sebut Rino.
Krena seperti halnya beberapa barang bukti yang diserahkan oleh pelapor, menurutnya, belum sepenuhnya langsung bisa dijadikan alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Penyidik perlu mendalami dulu setiap bukti yang diberikan pihak pelapor.
“Harus kami lihat semuanya dulu, yang dilaporkan harus kami kaji dulu, kami lihat data-datanya yang dilaporkan ke Polres apa saja, terus apakah data itu seperti yang diduga atau tidak,” tuturnya.
Tambahnya, dalam kasus tersebut kepolisian juga belum akan langsung menentukan pasal apa yang digunakan. Karena semuannya tergantung hasil penyelidikan nantinya. Menginggat dalam kasus tersebut belum diputusukan, apakah termasuk perkara pidana atau tidak.
“Kalau pemalsuan berkas itukan, di KUHP ada pasal 263. Intinya kami lihat dulu, dan saya belum dapat berkata banyak karena masalah itu baru dilaporkan, terus dari penyidik Reskrim juga belum menyerahkan laporan resminya kepada saya,” ulasnya.
Sementara itu, untuk meminta hak jawab kedua terlapor, media ini kemudian mencoba menyambangi tempat kerja keduannya di kantor KPU Kutim Jalan AW Syahrani, pusat Perkantoran Bukit Pelangi Sangatta, Jumat (13/1) siang kemarin.
Namun sayang, keduannya ternyata sedang tidak berada di tempat. Dari keterangan salah seorang staf KPU Kutim, keduanya sejak pagi hari belum masuk kantor. “Mereka belum ada yang masuk kerja, mas,” katanya singkat, kemarin.
Dari beberapa nomor telpon Harajatang yang dimiliki media ini, juga tak ada satupun yang aktif. Sementara untuk nomor telpon Ulfa Jamilatul, dapat tersambung, namun sayangnya dari beberapa kali panggilan media ini tidak satupun yang di respon. Begitu pula dengan short message servis (SMS) yang dilayangkan media ini.
Seperti diwartakan, dua orang anggota komisioner KPU Kutim dilaporkan ke Polres Kutim, lantaran diduga telah melakukan pemalsuan berkas dan melanggar UU 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, dimana anggota KPU tidak boleh bekerja di instansi lainnya diluar lembaga KPU.
Mereka yang dilaporkan yakni, Harajatang dengan tudingan pemalsuan berkas. Pasalnya, Harajatang diduga masih aktif sebagai anggota partai politik. Komisioner KPU lainnya adalah Ulfa Jamilatul Faridah yang diduga masih aktif sebagai dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Sangatta (STAIS) Kutim.
Seperti diketahui, STAIS adalah lembaga pendidikan plat merah. Dengan demikian, seluruh anggaran operasional STAIS dibebankan di APBD Kutim. Sementara komisioner KPUD Kutim juga mendapatkan gaji dari Pemerintah Kutim, artinya Ulfa menerima doubel anggaran. (drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: