bontangpost.id – Pasca kejadian penerkaman buaya terhadap perempuan di Guntung pada Rabu (9/8/2023) lalu, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim mengunjungi Bontang.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah 2 Tenggarong Suriawati Halim mengatakan, penyerangan tergantung kondisi satwa dan lingkungan itu sendiri.
“Harus diketahui keadaan korban saat itu bagaimana. Bisa jadi karena korban sedang menstruasi atau dalam keadaan lain. Bisa jadi sedang membawa makanan. Penciuman satwa itu tajam sekali,” katanya kepada awak media, Minggu (13/8/2023).
Sementara faktor lainnya bisa berasal dari lingkungan sekitar. Menurutnya, warga sekitar yang sering memberi makan pun dapat membuat perubahan perilaku pada satwa.
“Kalau diberi makan jadinya kan datang terus. Dia (buaya) jadi malas berburu sendiri,” lanjutnya.
Dijelaskannya, kerusakan pada habitat dapat membuat buaya atau satwa lain berpindah ke tempat baru.
“Karena merasa bahwa habitatnya sudah enggak aman, mereka mulai datang ke permukiman,” jelasnya.
Lebih lanjut, perilaku satwa tidak bisa diprediksi. Insting pada satwa juga bisa muncul sewaktu-waktu sehingga kewaspadaan harus selalu ada.
“Namanya satwa liar, pasti punya sifat liar. Enggak ada yang tahu kapan sifat alamiah itu akan muncul,” tandasnya.
Terpisah, Takbir, warga di bantaran Sungai Guntung menyebut bahwa hanya dua buaya yang sering tampak di permukiman. Yakni, buaya Riska dan Ompong.
“Di muara banyak buaya, tapi cuma dua itu yang sampai masuk ke sini (permukiman warga). Mungkin karena mereka sering dikasih makan,” ungkapnya.
Takbir diketahui merupakan warga yang ikut bergelut dengan buaya yang menyerang Fitri Ramadhani. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: