bontangpost.id – Sepanjang lima tahun terakhir, rasio elektrifikasi PLN di Kaltim dan Kaltara meningkat dari sebelumnya 90 persen pada 2017, menjadi 95,03 persen pada Juli 2021. Di sisi lain, Kaltim pun harus menambah kapasitas puluhan megawatt untuk mengakomodasi kebutuhan setrum Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Kepada rombongan Komite II DPD RI yang dipimpin Wakil Ketua Komite II Lukky Semen, Wakil Gubernur Hadi Mulyadi menyampaikan kondisi listrik di Kaltim kemarin (15/6). Dia memaparkan masih ada desa yang belum teraliri listrik dan hanya mengandalkan mesin genset milik warga, hingga pasokan listrik yang belum 24 jam. Ragam hal disebut bisa jadi sebab. Salah satunya kondisi desa yang susah akses. Tetapi, sejumlah terobosan mulai sudah dibuat dengan membangun pembangkit listrik komunal.
“Memang menjadi persoalan yang tidak boleh menyalahkan siapa-siapa. Karena kondisi Indonesia yang terdiri ribuan pulau. Ada saatnya PLN dan pemerintah daerah bekerja keras, termasuk para pengusaha membantu. Di mana ada daerah-daerah tertentu secara keekonomian PLN tidak mungkin membangun jaringan di daerah berpenduduk sedikit. Dan hal seperti ini harus dirumuskan dan dicarikan solusinya,” papar Hadi Mulyadi. Disadari pula, pemindahan IKN juga menyebabkan kebutuhan listrik di Kaltim bakal jauh lebih tinggi.
Sebelumnya, pekan lalu, Direktur Bisnis PLN Regional Sumatra Kalimantan Adi Lumakso menjelaskan skenario PLN dalam melistriki IKN. Dia menyebut, IKN akan dibangun sumber pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang tanpa emisi. Hal ini sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk pasokan listrik EBT di IKN. PLN akan menyiapkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang tersebar sebesar 50 megawatt (MW). Kemudian Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 70 MW di Tanah Laut pada tahap awal. Selain itu, dalam jangka panjang, akan ada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sekitar 1.000 MW yang juga nantinya siap mendukung kawasan IKN.
Namun, di sistem ini, pembangkit listrik dari tenaga fosil memang masih jadi andalan. Termasuk energi yang menghidupkan mayoritas wilayah Samarinda dan sekitarnya. Manager PLN UPDK Mahakam I Made Harta Yasa mengatakan, target PLN pada 2060 sudah ditentukan agar nol emisi. PLN juga sudah menetapkan kebijakan untuk memprioritaskan EBT. Program PLN saat ini juga mulai secara bertahap membangun pembangkit listrik EBT.
Juga, bertahap mengganti pembangkit listrik diesel dengan pembangkit listrik EBT sesuai potensi yang ada di daerah tersebut. Misalnya jika di daerah tersebut memiliki potensi air, maka yang dibangun adalah PLTA. Kalau potensinya angin, dibangun PLTB. Dia melanjutkan, pada dasarnya penyediaan energi listrik ini adalah hal yang kompleks. Tidak hanya meningkatkan kecukupan, tetapi juga keandalan, sehingga suplai tidak putus. Idealnya saat ini, tidak boleh hanya satu jenis pembangkit listrik. Sebab, pada dasarnya ada jenis pembangkit dengan respons cepat dan pembangkit respon agak lambat, tapi biayanya lebih murah. Misalnya saat ini di Samarinda dan sekitarnya, PLTD responsnya cepat, jadi PLTD bisa jadi backup ketika ada masalah di sistem kelistrikan.
“Jadi misalkan ada PLTD di kota yang standby. Kalau ada masalah, bisa segera standby. Jadi, harus beragam,” ungkapnya. (riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: