Warga Lebih Percaya ‘Isap Buyu’

grafis gizi buruk

 

Gizi Buruk Harus Jadi Perhatian

SAMARINDA – Kasus gizi buruk menjadi perhatian serius semua pihak. Pada 2016 saja, ada 67 anak di Kota Tepian mengalami gizi buruk. Dua di antaranya meninggal dengan penyakit penyerta yang berbeda. Status ekonomi bukan satu-satunya faktor yang memicu gizi buruk.

Pola asuh yang salah, malu, dan masih percaya mitos “isap buyu” juga menyebabkan masalah gizi buruk yang tidak tertangani.

“Mitos tersebut (isap buyu) membuat orang tua tidak mau membawa anak berobat. Anak tidak boleh keluar rumah, karena bisa membuatnya semakin kurus. Padahal, kasus gizi buruk harus dirujuk ke rumah sakit, dan perawatannya sebenarnya juga ditanggung,” kata Kasi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Gizi Dinas Kesehatan (Diskes) Samarinda dr Rudy Agus Riyanto.

Agus mengatakan, masalah gizi buruk masih ditemukan di seluruh Indonesia. Angka gizi buruk di Samarinda memang masih rendah, dibandingkan kota-kota besar lainnya.

Kendati demikian, menurut Agus, sekecil apapun angkanya tetap harus ditangani, dan dianggap hal yang besar.

Agus membeberkan, pada 2012, gizi buruk di Samarinda ada 53 kasus. Dua di antaranya meninggal dengan penyakit penyerta, kelainan jantung bawaan, dan pneumonia atau infeksi atau peradangan di organ paru-paru.

Pada 2013, semakin banyak kasus gizi buruk yang ditemukan. Meningkat ke angka 71 orang anak penderita gizi buruk.

“Karena pada 2013 sudah ada petugas yang dilatih khusus untuk tatalaksana gizi buruk. Semakin banyak diketahui anak-anak yang mengalami gizi buruk. Lebih cepat mendapat penanganan dibanding tahun sebelumnya, yang angka sebenarnya bisa lebih tinggi dari tahun 2013,” jelas pria berkacamata tersebut.

Kasus gizi buruk pada 2012, menurut Agus belum ditangani dengan baik. Banyaknya anak yang mengalami gizi buruk pada tahun tersebut, membuat pemerintah lebih mendukung program pengentasan gizi di Samarinda. Dana anggaran meningkat, dari Rp 20 juta menjadi Rp 1,3 miliar.

Sayangnya, pada 2015 anggaran tersebut menurun, seiring terjadinya defisit anggaran di Samarinda. Bahkan pada 2016 serta 2017, anggaran tersebut tidak ada sama sekali.

“Walau anggaran sudah tidak ada, kami tetap punya strategi. Tak ada lagi pertemuan dinas-dinas terkait, cukup melakukan pertemuan tiap puskesmas menggunakan dana yang ada di puskesmas,” kata Agus.

Di Kaltim, Agus mengatakan, Samarinda adalah kota yang paling siap memberantas masalah gizi buruk. Ada tim tatalaksana gizi yang terlatih, tersebar pada 25 puskesmas se-Samarinda.

Walau begitu, tetap ada kesulitan dalam pelaksanaannya. Karena penanganan gizi buruk, menurut Agus tidak bisa sembarangan.

“Selama ini orang berpikir, kalau kekurangan gizi harus diinfus. Padahal tidak semua pasien gizi buruk harus diberi infus,” ungkapnya.

Karena ada penderita gizi buruk yang tidak bisa diberi cairan berlebih. Bukannya sehat, bisa membuat anak meninggal. Dan tidak semua anak gizi buruk harus dirujuk ke rumah sakit. Semua diberikan penanganan yang sesuai dengan kondisinya. (*/ni/er/kpg/gun)

10 LANGKAH TATALAKSANA GIZI BURUK

Mencegah dan mengatasi hipoglikemia Mencegah dan mengatasi hipotermia

Mencegah dan mengatasi dehidrasi

Memperbaiki gangguan elektrolit

Mengobati infeksi

Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi.

Memberikan makanan untuk tumbuh kejar.

Stimulasi sensorik dan dukungan emosional pada anak gizi buruk.

Tindak lanjut di rumah

Print Friendly, PDF & Email

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version