Waspadai Komplikasi Jantung Koroner, Ini Tiga Solusinya

lustrasi seseorang terkena serangan jantung. (Boldsky)

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit yang kini mulai membayangi kaum muda. Faktor risikonya yakni diabetes, darah tinggi, kolesterol, merokok hingga obesitas dan sering disebut sebagai silent killer.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan angka penderita PJK akan meningkat hingga 23,3 juta pada tahun 2030. PJK yang tidak tertangani dengan baik dapat memicu beberapa komplikasi yang berakibat fatal, di antaranya serangan jantung, gagal jantung, nyeri dada (angina), gangguan irama jantung (aritmia), henti jantung, penyakit penyempitan pembuluh darah (arteri perifer), emboli paru, pembengkakan arteri (aneurisma), dan henti jantung.

Dokter Spesialis Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah RS Metropolitan Medical Centre (MMC) Dr. dr. Eka Ginanjar, SpPD, KKV, FINASIM, FACP, FICA, MARS mengatakan bahwa PJK merupakan kondisi pembuluh darah jantung (arteri koroner) tersumbat oleh timbunan lemak. Jika lemak semakin menumpuk akan mempersempit arteri dan akibatnya aliran darah ke jantung menjadi berkurang.

Ciri-ciri Serangan Jantung

Ciri penyakit jantung adalah adanya rasa nyeri di dada di bagian tengah atau kanan atau kiri atau ulu hati. Dapat terjadi lebih dari 15 menit atau lebih, rasanya seperti tertindih benda berat.

Selain itu, rasa lainnya adalah dada seperti terikat, disertai penjalaran ke lengan kiri atau kadang-kadang kanan, leher, rahang, disertai keringat dingin, mual. Kadang-kadang muntah, juga terjadi komplikasi sesak, lemah, pingsan, dan kejang.

“Untuk menangani diperlukan intervensi, sambungnya, dengan menggunakan obat nitrat, oksigen, pengencer darah, pengontrol tensi dan jantung, pengontrol kolesterol dan peradangan, dan obat lain yang dibutuhkan,” jelas Eka, Kamis (23/1).

Selain serangan jantung, PJK memiliki komplikasi berupa gangguan irama jantung (aritmia). Sayangnya, aritmia kerap tidak terdeteksi sebagai penyakit jantung, padahal akibatnya fatal.

Riset dari New England Medical Journal (2001) menyebutkan bahwa PJK merupakan penyebab gangguan irama jantung dan dapat berakhir dengan kematian mendadak. Dokter Spesialz’s Kardiovaskular dari RS MMC Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), menjelaskan bahwa normalnya, jantung berdenyut sebanyak 50-90 kali per menit. Saat denyut jantung berdenyut cepat dia akan berdetak hingga 200 kali per menit. Sementara itu, denyut jantung melambat ketika denyut irama jantung terhitung 40 kali per menit.

“Gangguan irama jantung (aritmia) terjadi akibat pembentukan dan atau penjalaran impuls listrik sehingga memunculkan denyut jantung yang tidak beraturan. Denyut jantung berdetak cepat disebut takiaritmia, sebaliknya denyut jantung yang melambat dikenal sebagai bradiaritma. Bila aritmia tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan kerusakan otak secara permanen hingga kematian mendadak,” jelas Prof. Yoga.

Cara Penanganan

1. Left Atrial Appcndage (LAA) Closurem

Untuk menangani aritmia ini caranya dengan metode pemasangan Left Atrial Appendage (LAA) Closurem. Ini adalah strategi penanganan terbaik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penggumpalan (pembekuan) darah di serambi jantung kiri di serambi jantung kiri (left atrial appendage sac) kantung di kiri jantung di mana sering terjadi pembekuan darah memasuki arteri darah atau pembuluh darah otak dengan melakukan penutupan serambi kantung jantung kiri dengan menggunakan alat kecil bernama watchman/amplatzer cardiac plug/lariat.

2. Ablasi Kateter Elektronis

Di samping menangani kasus aritmia dengan metode LAA Closure, dokter spesialis Kardiovaskular RS MMC dr. Sunu Budhi Raharjo, PhD, SpJP (K) mengatakan bahwa aritmia dapat ditangani dengan metode Ablasi Kateter Elektronis. Cara ini diklaim untuk menyembuhkan total dengan tingkat keberhasilan sekitar 97 persen.

Ablasi merupakan tindakan medis dengan minim invasif (tanpa operasi) bagi penderita aritmia. Dengan menggunakan kateter elektroda yang akan dipasang di pembuluh darah vena atau arteri di lipatan pangkal paha ditujukan untuk ke jantung, ujung kateter elektroda akan menghancurkan sebagian kecil jaringan sistem hantaran listrik yang menganggu irama di jantung hingga normal kembali.

“Alat ini akan secara akurat mengidentifikasi sumber utama penyakit aritmia secara kasat mata,” ujar Sunu.

3. Cardiovascular Centre ‘One Stop Service’

Melihat penyakit jantung ini berujung pada akibat fatal, Direktur Utama dari Rumah Sakit MMC dr. Roswin R Djafar, MARS menyadari bahwa masyarakat mesti mendapatkan pelayanan penyakit jantung secara komprehensif.

“Cardiovascular Centre merupakan pelayanan yang terintegrasi. Artinya, pasien disarankan konsultasi bersama spesialis, diagnosa secara menyeluruh, pengambilan obat di lantai yang sama hingga terapi penyakit jantung koroner. Jika dibutuhkan tindakan lebih lanjut, pasien dapat melakukan terapi penyakit jantung koroner secara langsung, seperti pemasangan ring dan operasi bypass jantung di lokasi yang sama. Sehingga tak perlu lagi berobat di luar negeri,” tutur Roswin. (jpc)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version