Pertambangan ilegal jelas tidak akan mengindahkan aturan dampak lingkungan. Karena dasar operasi pertambangan salah satunya berdasarkan analisis dampak lingkungan. Lagi-lagi, masyarakat sekitar jadi korban.
bontangpost.id – Dugaan pemalsuan Surat Keputusan (SK) Gubernur Kaltim terkait Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) seharusnya lebih diseriusi gubernur Kaltim. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah segera menghentikan kegiatan penambangan yang ditengarai ilegal karena izin abal-abal. “Tutup segera. Lanjut ke proses hukum,” ucap Wakil Ketua DPD RI Mahyuddin kepada Kaltim Post (induk bontangpost.id), Rabu (22/6) malam.
Mantan bupati Kutai Timur itu menegaskan, dugaan pemalsuan IUP berdampak domino. Dari unsur pidana, kerugian negara hingga kerusakan lingkungan. Harus ada tindakan tegas dari kepolisian untuk segera mengusut dalang dibalik pemalsuan SK gubernur Kaltim. “Bagaimana ini bisa dipalsukan, bisa jadi memanfaatkan celah tarik ulur kewenangan perizinan dan pengawasan pertambangan. Dari daerah ke pusat. Sehingga, di masa transisi ini itu dimanfaatkan,” ungkapnya.
Sementara itu, akademisi lingkungan dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Bernaulus Saragih, mengatakan, terkuaknya dugaan pemalsuan puluhan surat keputusan gubernur Kaltim terkait IUP-OP ini menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan dan kontrol terhadap usaha pertambangan.
“Bagaimana mungkin pelaku pertambangan ilegal ini mampu memalsukan IUP dan secara terang-terangan menambang. Ini yang menjadi pertanyaan besarnya,” ucap Bernaulus, Kamis (23/6).
Lanjut dia, pertambangan ilegal jelas tidak akan mengindahkan aturan terkait dampak lingkungan aktivitas tambang. Karena dasar operasi pertambangan salah satunya berdasarkan analisis dampak lingkungan (amdal). Sehingga, pemerintah mampu menghitung tingkat kerusakan dan dampak akibat aktivitas perusahaan tersebut. Berapa dana yang harus disediakan untuk mereklamasi lingkungan pascatambang.
Di mana salah satunya bersumber dari dana jaminan reklamasi (jamrek) yang disetor perusahaan. “Lalu kalau ilegal kan tidak ada amdal-nya. Lalu, bagaimana pemerintah dan polisi punya dasar untuk menggugat perusahaan tersebut jika terjadi kerusakan lingkungan,” ucapnya.
Bernaulus sangat menyayangkan begitu maraknya aktivitas pertambangan ilegal berbekal surat keputusan palsu pejabat pemerintah. Apalagi berlindung pada IUP yang diindikasi palsu. Menurutnya, ada dua hal yang memungkinkan. Pertama, tidak hadirnya negara dalam proses pengawasan dan mengoreksi usaha pertambangan.
“Lalu, pertanyaan bagi kita. Para pengusaha ini kok berani. Ini kan kegiatan terbuka. Bisa dilihat secara kasatmata dan jelas. Ini ada apa. Polisi, instansi terkait, pemerintah daerah dan pusat. Ini ada apa?” sambungnya.
Itu sebabnya dia mendorong kepada pemerintah dan aparat penegak hukum segera mengambil tindakan. Hal pertama, sambung dia, dengan segera menutup operasi perusahaan yang diduga memalsukan IUP. Karena jika tidak cepat, kerusakan lingkungan yang terjadi akan semakin parah. Dan tidak akan ada tangan yang bisa memulihkan lingkungan tersebut. Karena tidak ada dasar negara menuntut pemulihan ke perusahaan karena memang tidak ada amdal-nya.
“Jatuhnya hanya pada ranah pidana. Sementara, lingkungan yang sudah rusak akibat kegiatan ilegal itu bisa saja terbengkalai begitu saja. Pada akhirnya, dampaknya ya ke masyarakat,” ujarnya.
Dengan kondisi yang ada, Bernaulus menyebut ada usaha yang bisa dilakukan masyarakat. Sebagai korban kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal. Dengan melakukan gugatan perwakilan kelompok atau class action. Meminta pemerintah bertindak nyata memperbaiki keadaan yang merugikan masyarakat. Tidak hanya sekedar lip service atau ‘gertak sambal’ hanya untuk menenangkan situasi.
“Sayangnya saat ini sangat minim sekali perwakilan masyarakat, baik itu LSM atau ormas yang mau menginisiasi munculnya class action ini,” sebutnya. Tapi, yang paling sangat dinanti Bernaulus adalah sikap pemerintah daerah. Karena kepala daerah sebagai kepanjangtanganan pemerintah pusat seharusnya bisa bergerak ikut mengawasi dan mengkroscek. Bahkan dalam pengurusan izin pun, meski kewenangannya di pusat, namun pasti ada rekomendasi dari daerah.
“Meski kewenangan pengawasan ada di pusat, tetapi apa ada halangan bagi daerah untuk melapor ke pusat. Dampaknya di daerah. Bersurat lah, minta pusat benar-benar memerhatikan kerugian (dampak lingkungan) ini. Tapi, ini kok diam saja. Ada apa,” ungkapnya.
Diwartakan sebelumnya, sedikitnya terdapat 21 IUP-OP bertanda tangan Gubernur Kaltim Isran Noor yang diduga dipalsukan. Dari 21 pemegang SK IUP-OP itu, tidak terdata di Minerba One Data Indonesia (MODI), Mineral Online Monitoring System (MOMS), dan Elektronik Penerimaan Negara Bukan Pajak (e-PNBP) IUP di Kaltim. Kejanggalan lainnya, 21 IUP tersebut diterbitkan pada 2020. Kemudian, bulan penerbitannya tidak berjauhan. Rata-rata antara Oktober hingga November.
Kepada Kaltim Post, akademisi hukum pidana Unmul, Orin Gusta Andini mengatakan, dalam sudut pandang hukum, perkara pemalsuan tanda tangan seorang kepala daerah terhadap sebuah izin atau penerbitan surat resmi lainnya termasuk perbuatan melanggar hukum. Di mana masuk pada delik pemalsuan (membuat surat palsu, memalsukan surat, dan memalsukan tanda tangan). “Pasal 263 KUHP, ancaman penjara maksimal enam tahun,” katanya.
Orin menyebut, korban dalam hal ini gubernur Kaltim bisa melaporkannya ke kepolisian. Sesuai kewenangan instansi kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dan karena itu menyangkut dokumen Pemprov Kaltim, gubernur bisa saja menunjuk bagian legal pemprov. Sebagaimana korban menunjuk kuasa hukumnya. “Selama itu, pihak yang merasa dirugikan. Dan ini juga berkaitan dengan dokumen pemprov,” ujarnya, Senin (20/6).
Sebenarnya, Pemprov Kaltim telah memastikan puluhan izin tersebut tidak pernah dikeluarkan pihaknya. Saat dikonfirmasi setelah menghadiri acara di Balikpapan, Selasa (21/6), Gubernur Kaltim Isran Noor mengaku tidak pernah mengeluarkan. “Tahun 2020, itu tidak ada lagi. Gubernur Seluruh daerah tidak berani mengeluarkan, karena itu aturan UU 3/2020 sudah bukan kewenangan kami lagi,” katanya. (riz/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post