PENAJAM – Sejumlah tokoh muda di Kaltim kian melirik Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) untuk mencoba peruntungan di dunia politik. Setelah Gafur Mas’ud yang menjabat ketua Partai Demokrat (PD) Balikpapan, kini ada nama Dayang Donna Faroek. Putri Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, yang menyatakan diri akan maju sebagai calon bupati PPU periode 2018-2023.
Menurut pengamat politik Universitas Mulawarman (Unmul) Lutfi Wahyudi, para tokoh muda menjadikan PPU sebagai alternatif jadi kepala daerah. Mengingat hanya ada dua pemilihan kepala daerah yang akan digelar tahun depan di Kaltim. Yakni Pemilihan Bupati PPU dan Pemilihan Gubernur Kaltim. “Ketika bertarung di pilgub peluangnya kecil, maka pemilihan bupati Penajam, menjadi pilihan terdekat. Sehingga tidak heran, banyak tokoh di luar Penajam, yang mencoba peruntungan di sana,” kata dia, kemarin (13/4).
Dia menganggap, upaya memeriahkan kontestasi pilkada di PPU ini sebagai petualangan politik. Sehingga masyarakat PPU harus mencermati para tokoh muda dari luar daerah yang jadi “petualang politik”. Dengan memanfaatkan momentum Pilbup PPU. “Bukan berarti Penajam tertutup untuk orang luar Penajam. Bukan, tetapi harus sadar, apa yang telah diperbuat di daerahnya, sebelum berkarya di Penajam,” imbuhnya.
Oleh karena itu, dia berharap masyarakat PPU cermat. Melihat alasan para tokoh muda di luar PPU ini, untuk bertarung dalam Pilbup 2018 mendatang. Apakah ingin membangun kabupaten, atau hanya ingin menjadikan jabatan kepala daerah ini sebagai batu lompatan untuk meraih karier politik yang lebih tinggi lagi. “Maksudnya kalau yang dilakukan sebagai batu lompatan, maka masyarakat harusnya sebagai pemilik sah suara, tidak memberikan peluang kepada orang yang tidak sungguh-sungguh membangun Penajam,” pesan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Mulawarman ini.
Pria berambut pendek ini berharap, masyarakat PPU mendapat pendidikan politik, tentang informasi yang sebaik mungkin mengenai latar belakang para tokoh muda yang ada di Kaltim untuk maju bertarung dalam Pilbup PPU. Hal itu dilakukan semata-mata, agar masyarakat PPU yang memiliki kedaulatan suara tidak menjadi objek politik saja. Di mana dalam kontestasi pilkada di PPU, masyarakat harus disodorkan tokoh-tokoh yang memang ingin mengabdi dan membangun Penajam.
“Jangan sampai tokoh lokal PPU hanya menjadi penonton di tengah kontestasi politik PPU. Yang tahu persis siapa tokoh politik yang sebenarnya dan tokoh politik karbitan adalah masyarakat PPU sendiri,” ujarnya.
Menurut pengamatannya melalui media sosial maupun media massa, masih sedikit tokoh politik di PPU yang tampil di muka publik. Terutama skala regional Kaltim. Sehingga, ini menjadi peringatan bagi partai politik yang ada di PPU, terutama yang memiliki keterwakilan di legislatif. Lantaran tak mampu memunculkan tokoh-tokoh lokal yang memiliki potensi yang besar.
Yang sejatinya, jauh lebih mengenal PPU, ketimbang tokoh luar kabupaten. Walaupun tidak menutup kemungkinan tokoh-tokoh luar paham kondisi Penajam, karena ini adalah eranya keterbukaan informasi. Di mana informasi tentang mengenai perkembangan PPU, bisa diakses di mana saja. “Tetapi sekali lagi. Bukan hanya pengetahuan, tetapi rasa keterikatan terhadap suatu daerah menjadi penting. Supaya tidak semata-mata menjadikan (jabatan bupati) sebagai batu lompatan saja,” analisisnya. (*/rik/riz/kpg/gun)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post