BONTANG – Rencana Kejaksaan Negeri (Kejari) Bontang untuk memanggil sejumlah anggota DPRD yang diduga mengetahui dan terlibat kasus dugaan mark up proyek pengerjaan tangga berjalan atau eskalator di Gedung DPRD Bantang mengalami hambatan.
Pasalnya, hingga kini izin dari Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tak kunjung terbit. Kepada Bontang Post, Kepala Kejari Bontang Mochammad Budi Setyadi mengaku, pihaknya telah bersurat ke Kemendagri melalui Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak.
Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 17/ 2014 Tentang MPR, DPR RI, DPD dan DPRD (MD3) secara gamblang menyebutkan, pemanggilan anggota DPRD di daerah harus melalui persetujuan pemerintah, dalam hal ini Gubernur Kaltim.
“Belum ada yang kami jadikan tersangka untuk kasus ini. Sedangkan untuk pemeriksaan anggota dewan, sesuai aturan menunggu izin Gubernur. Sampai sekarang belum turun,” ungkapnya, Jumat (16/6).
Budi menjelaskan, kasus yang sekira dua bulan sudah ditangani pihaknya ini sangat dinamis dan sesuai perkiraan di awal penyidikan, bahwa pengadaan eskalator memang bermasalah.
“Untuk penghitungan kerugian negara, info dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltim baru akan dilaksanakan setelah Idulfitri,” tuturnya.
Dia memastikan, proses pengusutan kasus ini terus berjalan. Dia juga membantah beberapa statement di media sosial yang menyebutkan bahwa, pihak kejaksaan menghentikan penyidikan kasus ini. Menurutnya, hal tersebut tidak benar.
“Saya tidak punya beban untuk mengungkap kasus ini sampai tuntas. Saya janji kasus ini akan saya rampungkan pengusutannya,” tandasnya.
Budi mengatakan, pihaknya telah mengumpulkan keterangan 16 saksi yang terlibat dalam kasus ini. Mereka telah menyampaikan informasi kepada penyidik. Hanya saja, sejumlah keterangan kunci dibutuhkan terkait dugaan pelanggaran yang terjadi.
Untuk itu , selain pakar eskalator pihaknya juga mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltim. Mereka diminta untuk mengkalkulasi temuan kerugian dari pengadaan tangga eskalator senilai Rp 2,9 milliar lebih ini.
“Kita sengaja menghadirkan pakar dan BPK untuk menghitung adakah kerugian negara akibat pengadaan barang ini,” katanya.
Untuk diketahui, proyek pengadaan eskalator yang menghubungkan lantai dasar dan lantai 1 di gedung DPRD Bontang menjadi temuan Kejari Bontang adanya dugaan mark up. Proyek dengan dana anggaran dari APBD Bontang Tahun Anggaran 2015 ini bernilai Rp 2,9 miliar.
Meski menggunakan APBD TA 2015, proyek tersebut baru selesai tahun 2016 awal dan dibayarkan di APBD Perubahan tahun 2016. Pengerjaan yang harusnya rampung pada 26 Desember 2015 tak bisa dipenuhi CV Etika Sejahtera selaku kontraktor.
Saat itu, kontraktor beralasan eskalator yang didatangkan dari Tiongkok itu tertahan di Pelabuhan Semayang, Balikpapan. Jadi, diberikan adendum selama 50 hari untuk merampungkan pekerjaan.
Akibatnya, meski pekerjaan selesai pada Januari 2016, eskalator yang diklaim hemat listrik itu baru bisa digunakan pada pertengahan 2016. Pasalnya, sekretariat DPRD tidak berani menggunakan sebelum adanya pembayaran kepada kontraktor. (*/nug)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post