SAMARINDA – Dimasukkannya kota Samarinda sebagai salah satu kota tidak nyaman dihuni membuat Syaharie Jaang sulit move on. Wali Kota Samarinda ini bahkan menampik hasil penelitian yang dilakukan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia tersebut. Dia bahkan menyebut penelitian tersebut sarat dengan kejanggalan dan dipertanyakan akurasinya.
“Tidak laik huni bagaimana? Orang datang ke Samarinda happy saja. Itu yang menjadi pertanyaan, kenapa hasil penelitian itu dilansir sekarang?” kata Jaang, Kamis (8/2) kemarin.
Ketika disinggung apakah rilis penelitian ini ada kaitannya dengan kampanye hitam atau black campaign, Jaang menampik. “Saya tidak menyebut itu. Orang datang ke sini banyak, pertumbuhan penduduk besar,” ujarnya.
Dia menyebut, di Samarinda terjadi pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Sebagian besar karena migrasi penduduk dari luar daerah Kaltim. Karena itu, politisi Partai Demokrat itu merasa aneh dengan rilis penelitian tersebut.
“Saya bahkan sudah lupa berapa puluh penghargaan yang didapatkan Samarinda. Ada di bidang kesehatan, bidang penghijauan, adiwiyata, dan banyak lagi. Penghargaan itu ada dari gubernur, bahkan ada pula dari pemerintah pusat,” tegasnya.
Untuk diketahui, Samarinda berada di posisi tujuh dari sepuluh kota tak nyaman dihuni di Indonesia berdasarkan survei Kementerian Agraria. Aspek yang mendapat penilaian paling tinggi dari masyarakat yaitu ketersediaan pangan, tempat ibadah, air bersih, pendidikan, dan fasilitas kesehatan.
Sementara itu, aspek yang dinilai paling rendah adalah ketersediaan transportasi, keselamatan warga, pengelolaan air kotor dan drainase, fasilitas pejalan kaki, serta partisipasi masyarakat. Ini bisa menjadi gambaran bagi pemerintah mengenai aspek-aspek mana saja yang perlu ditingkatkan dan aspek yang sudah cukup berhasil di dalam kotanya.
Survei Most Livable City Index (MLCI) 2017 dari Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia, bahkan menyebut Samarinda termasuk kota yang konsisten sebagai bottom tier cities. Namun, Sekretaris Kota Samarinda Sugeng Chairuddin menilai, jika tak nyaman, Samarinda sudah ditinggal penduduknya, dan tak ada yang mau tinggal di Kota Tepian. “Parameternya harus jelas,” ucapnya beberapa waktu lalu.
Berbeda dengan Samarinda, Balikpapan justru berada di urutan ketiga dari tujuh kota paling laik huni. Persentasenya tertinggi di area Kalimantan. “Kepadatan penduduk, latar belakang, dan gaya hidup antara Samarinda dan Balikpapan sangat kontras. Hal ini memengaruhi faktor kepuasan,” jelas Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Farid Nurrahman. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: