“Sudah saatnya tersohor di kota sendiri”. Begitulah penggalan kalimat yang diserukan oleh Asosiasi Makanan dan Minuman (Asmami). Nasib produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sangatlah kontras. Di wilayah sendiri justru pemasarannya dipersulit.
KETUA Asmami Ike Asteria mengatakan, UMKM di Bontang berjumlah seratus pelaku usaha. Jumlah itu tersebar di 15 kelurahan. Beberapa produk yang dihasilkan ialah stik buah naga, abon tuna, dan amplang justru telah masuk toko swalayan di Samarinda. Bahkan abon tuna telah diekspor ke negara Swiss. Kendalanya ialah, toko swalayan di Bontang mengambil barang dari luar kemudian dikemas ulang.
“Kapan jadi tuan rumah di kota sendiri kalau mengambil dari luar terus,” kata Ike kepada Bontang Post, Selasa (27/2).
Dikatakannya, saat ini pihaknya juga terkendala mengenai izin beku yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Pasalnya, biaya perizinan tersebut amatlah mahal.
“Satu tes sekitar Rp 10 juta, butuh biaya besar,” tambahnya.
Menanggapi itu, Ketua Komisi II Ubaya Bengawan bakal mengadakan inspeksi mendadak (sidak) dalam waktu dekat. Sasarannya ialah toko modern yang tidak ikut memasarkan produk lokal.
“Selama ini sidak hanya menyasar makanan kedaluwarsa saja, tetapi kami (Komisi II, Red.) akan melihat berapa persentase produk lokal,” kata Ubaya, saat memimpin rapat dengar pendapat mengenai pemasaran produk UMKM dengan toko swalayan.
Senada, Wakil Ketua Komisi II Arif juga menyarankan kepada toko modern untuk mengakomodir produk lokal, minimal 10 persen. Akan tetapi, politikus Hanura ini meminta kepada pelaku UMKM agar mempertimbangkan kemasan sehubungan dengan tempat yang digunakan.
“Kalau kemasannya plastik, harus punya etalase supaya tidak dimakan tikus,” kata Arif.
Bukan hanya itu, kesepakatan soal harga antara pelaku UMKM dan pengelola toko harus diperhatikan. Terutama ketika berbicara keuntungan yang bakal diperoleh. “Jangan sampai tidak untung,” tegasnya.
Sementara, Sekretaris Asosiasi Pedagang Kota Bontang (APKB) Akbar menilai, pemasaran produk UMKM tidak melulu di toko swalayan. Pasar tradisional dan semi modern juga dapat menampung produk kreatif dari masyarakat Kota Taman. Menurutnya, tidak ada kendala sehubungan harga. Pasalnya, barang yang tidak laku tentunya dapat dikembalikan.
“Konsinasi (menitip, Red.) barang yang laku yang dibayar,”ujar Akbar.
Berkenaan dengan tempat penyajian, perlu kesepakatan antara kedua belah. Terutama jika barang rusak akibat digigit oleh hewan seperti tikus. “Ditanggung penitip atau pengelola toko seperti apa harus dibicarakan secara jelas,” tambahnya.
Tak hanya itu, ide pemasaran produk UMKM juga dilontarkannya. Yakni membuat stan di pelabuhan maupun terminal bus. Mengingat beberapa orang yang hendak melakukan perjalanan pulang kampung kerap kali mencari “buah tangan”.
“Jangan hanya fokus di swalayan, bisa menitipkan di tempat arus orang keluar-masuk kota ini,” tukasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: