SANGATTA – Banyaknya pasar di Kutai Timur dinilai belum mampu kelola Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Pasalnya tidak adanya kontaminasi sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di pasar menjadi alasan pemerintah belum membangun IPAL. Disisi lain, karena minimnya anggaran pemerintah.
Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutim, Budi mengatakan pasar bukanlah sarana yang sangat membutuhkan instalasi pengelolaan air limbah. Berbeda dengan Rumah Sakit, dirinya menjelaskan pasar tidak berpotensi besar terhadap limbah beracun dan berbahaya.
“Kalau Rumah Sakit jelas sangat butuh IPAL. Pasalnya mereka menghasilkan limbah domestik. Yang membutuhkan waktu lama untuk dikelola terlebih dahulu sebelum di buang. Berbeda dengan pasar. Karena hanya pasar basah seperti penjual ikan yang akan menghasilkan sampah air. Itupun tidak berbahaya,” paparnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (8/3).
Ia mengungkapkan limbah cair yang berasal dari pasar ikan tidak menimbulkan masalah. Selama terdapat saluran irigasi yang baik. Karena jika alirannya tidak normal akan menimbulkan aroma tidak sedap, walaupun tidak bahaya.
“Kalau pasar basah harus memiliki saluran parit yang baik. Jangan sampai tersumbat. Karena dapat menimbulkan bau busuk dari genangan air limbah,” katanya.
Budi mengungkapkan IPAL bukan merupakan kebutuhan mendesak. Dia membandingkan dengan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) lebih diprioritaskan. Pasalnya pasar di Kutim notabenenya merupakan pasar tradisional penghasil limbah padat berupa sayuran dan sisa kemasan.
“Pasar di sini masih terbilang pasar tradisional. Menurut pemantauan kami pun TPS lebih dibutuhkan. Setidaknya dapat memisahkan sampah organik dan anorganik,” ungkap Budi.
Dia membandingkan dengan pasar yang berada di daerah lain. Menurutnya tidak banyak pasar di Indonesia yang memiliki pengelolaan limbah cair. Ia mengatakan sangat ingin menerapkan IPAL yang baik bilamana kondisi keuangan stabil.
“Jika saja keadaan anggaran tidak defisit, saya juga berharap IPAL dapat terbangun. Namun kan keadaan sedang tidak stabil. Melihat dari kebuthan yang tidak terburu-buru, kami lebih membutuhkan tempat sampah sementara di pasar dan pemukiman warga,” katanya.
Dirinya mengimbau pada masyarakat Sangatta untuk mendayagunakan TPS yang ada di lingkungan sesuai aturan. Dia mengatakan membuang sampah hanya boleh dari pukul 18.00 – 06.00 Wita. Selanjutkan untuk taat membayar retribusi yang dimasukkan secara otomatis pada tagihan PDAM, sebanyak Rp.3500 perbulannya,” tutupnya. (*/la)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: