Debat publik calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, Jumat (22/6) lalu dinilai belum sepenuhnya mampu menjawab permasalahan reformasi birokrasi, pelayanan publik, pemberantasan korupsi. Khusus di bidang pertambangan, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim belum melihat konsep pemberantasan korupsi di bidang pertambangan oleh empat pasangan calon (paslon).
—-
Pengurus Jatam Kaltim, Husain Suwarno mengungkapkan, empat paslon yang tampil dalam debat publik yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim di Gedung Kesenian Balikpapan, belum menyampaikan solusi menyeluruh. Khususnya terkait pemberantasan korupsi dalam pengelolaan tambang, gratifikasi Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan moratorium izin.
“Tidak ada satupun dari mereka yang menyatakan komitmen moratorium izin-izin SDA (Sumber Daya Alam, Red.). Setidaknya selama lima tahun ke depan. Juga tidak ada sikap tegas untuk tidak memperpanjang serta mencabut izin-izin tambang dan sawit yang bermasalah,” tegasnya, Sabtu (23/6) kemarin.
Terpisah, pengamat hukum dan politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah mengatakan, debat publik empat paslon belum sesuai harapan. “Salah satunya visi dan misi yang tidak sesuai dengan tema debat. Keseluruhan visi dan misi yang disebutkan dalam debat kali ini, sama sekali tidak tertuang di dalam dokumen visi dan misi keempat paslon,” ujarnya.
Terlebih dalam pemberantasan korupsi, pria yang karib disapa Castro itu berpendapat, konsep pemberantasan korupsi belum diurai secara gamblang oleh paslon. Padahal dalam debat publik, mestinya menjadi ajang pendalaman konsep tersebut.
“Kalau mereka peduli dan punya komitmen, seharusnya sejak awal isu korupsi sudah mereka susun dalam dokumen visi dan misi. Tidak bisa dengan prinsip tiba masa tiba akal dalam mengelola provinsi. Mesti ada desain utuh sedari awal,” kata Castro.
Dia juga menilai, konten debat publik tersebut tidak sesuai tema “Reformasi Birokrasi, Pelayanan Publik, dan Korupsi”. Terlebih isu korupsi, Castro berpendapat, nyaris tidak mendapat porsi besar.
“Penataan lalu lintas perizinan, khususnya izin pemanfaatan pertambangan dan sawit. Izin pemanfataan SDA mesti diperketat dan sesulit mungkin. IUP non-CNC (clear and clean) mesti dicabut tanpa syarat. Sayangnya, isu IUP non-CNC yang menjadi pertanyaan pamungkas dalam debat ini, bahkan tidak dijawab secara tegas oleh keempat paslon,” sebutnya.
Berikutnya, akses informasi publik terhadap pelayanan dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum diurai secara utuh oleh empat paslon. Padahal komitmen keterbukaan pada informasi publik menjadi tema penting yang berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat.
“Agar partisipasi publik berupa kontrol kebijakan dapat berjalan. Maka informasi mesti dibuka seluas-luasnya. Untuk itu, sistem informasi online harus segera ditata sebaik mungkin. Selain itu, transparansi anggaran. Sudah saatnya Kaltim menggunakan model e-planning dan e-budgeting dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran daerah. Kaltim harus belajar dari Jakarta,” sarannya.
Kemudian, Castro berpendapat, jawaban paslon terhadap seluruh pertanyaan belum memuat realisasi transparansi anggaran, penataan izin, dan pengelolaan keuangan daerah berbasis online.
“Pertanyaan sesi satu sampai tiga (visi misi, penajaman visi misi, dan isu-isu strategis) yang disusun oleh tim pakar, sudah bagus. Hanya saja sesi empat dan lima seputar tanya jawab antar paslon, tidak dimanfaatkan dengan baik untuk mempertajam baik visi, misi, maupun isu-isu strategis di Kaltim,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post